
Negosiasi Utang, Garuda Surati Pemegang Sukuk US$ 500 Juta
Monica Wareza, CNBC Indonesia
05 May 2020 12:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), menyurati para pemegang sukuk Garuda Indonesia Global Sukuk Limited yang tercatat di Bursa Singapura untuk melakukan negosiasi pembayaran seiring dengan kondisi perusahaan yang terkena dampak Covid-19.
Permintaan tersebut tercantum dalam surat perseroan tanggal 19 April 2020 kepada para pemegang sukuk. Surat yang diteken oleh Direktur Keuangan Garuda Indonesia Fuad Rizal itu berisi permintaan agar para pemegang sukuk bisa mengungkap nilai pokok kepemilikan masing-masing investor melalui agen identifikasi perusahaan yakni D.F King.
Adapun sukuk yang dimaksud ialah sukuk Garuda Indonesia Global Sukuk Limited senilai US$ 500 juta atau setara Rp 7,75 triliun (asumsi kurs Rp 15.500/US$) yang akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020.
Namun baik Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra maupun Direktur Keuangan Fuad Rizal tidak merespons pertanyaan soal negosiasi sukuk ini sebagaimana terungkap dalam surat yang diperoleh CNBC Indonesia ini.
Mengacu laporan keuangan 2019 mencatat, GIAA memang memiliki utang obligasi dari penerbitan Trust Certificates yang tidak dijamin sebesar US$ 500 juta.
Surat utang yang diterbitkan dengan nama Garuda Indonesia Global Sukuk Limited ini tercatat di Bursa Singapura, jatuh tempo pada 3 Juni 2020 dan dirilis pada 3 Juni 2015 atau 5 tahun lalu. Per 31 Desember 2019, saldo utang obligasi syariah ini mencapai US$ 498,99 juta.
Fuad, dalam surat itu, menegaskan pandemi Covid-19 menciptakan tantangan yang begitu sulit bagi industri penerbangan secara global. Sebab itu, perseroan menyatakan diskusi ini merupakan bentuk upaya pengelolaan likuiditas secara proaktif di tengah tantangan tersebut.
"Perusahaan mengambil langkah-langkah untuk memastikan kesejahteraan pekerja dan pelanggan sambil mengelola likuiditas secara proaktif dalam menghadapi ketidakpastian bagi industri penerbangan. Perusahaan terus menilai semua opsi, khususnya terkait dengan sukuk," tulis Fuad, dalam surat tersebut, dikutip Selasa (5/5/2020).
Garuda juga sudah menunjuk PJT Partners sebagai penasihat keuangan guna membantu proses negosiasi pembayaran sukuk tersebut. Perseroan juga akan membentuk komite diskusi bersama dengan pemegang sukuk dan PJT Partners.
Laporan keuangan 2019 mencatat, dana hasil penerbitan sukuk tersebut dipakai untuk reprofiling portofolio utang perusahaan.
"Pembayaran Sertifikat [sukuk ini] dilakukan secara penuh pada saat jatuh tempo, dengan tingkat suku bunga tetap tahunan sebesar 5,95% yang dibayar setiap 6 bulanan yang dimulai 3 Desember 2015 sampai dengan 3 Juni 2020. Sertifikat diterbitkan berdasarkan hak untuk perjalanan dan skema keagenan untuk memenuhi ketentuan penawaran syariah," tulis lapkeu Garuda.
Saat itu, The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited (HSBC) bertindak sebagai Penerima Delegasi, Agen Pembayar Utama.
Sebelumnya, Dirut Garuda Irfan memang menyebutkan tengah mengalami masalah terkait dengan keuangan lantaran utang jatuh tempo pada Juni 2020 mendatang mencapai US$ 500 juta.
"Kami berupaya relaksasi keuangan, [kami] punya sedikit masalah, Juni ini [utang] jatuh tempo 500 juta dolar, sehingga kami membutuhkan bantuan keuangan dan relaksasi," kata Irfan, dalam konferensi virtual di Jakarta, Rabu (29/4/2020).
Sebagai perbandingan, mengacu laporan keuangan Garuda 2019, total kewajiban jangka pendek perusahaan mencapai US$ 3,26 miliar atau sekitar Rp 51 triliun dari tahun 2018 yakni US$ 3,06 miliar.
Dari jumlah itu, ada utang yang jatuh tempo dalam satu tahun yakni utang obligasi US$ 498,99 juta, pinjaman jangka panjang US$ 141,78 juta, dan pinjaman jangka pendek utang usaha pihak berelasi US$ 428,23 juta.
(tas/tas) Next Article Dapat Restu, Sukuk Garuda Rp 7,5 T Jatuh Tempo Jadi 2023
Permintaan tersebut tercantum dalam surat perseroan tanggal 19 April 2020 kepada para pemegang sukuk. Surat yang diteken oleh Direktur Keuangan Garuda Indonesia Fuad Rizal itu berisi permintaan agar para pemegang sukuk bisa mengungkap nilai pokok kepemilikan masing-masing investor melalui agen identifikasi perusahaan yakni D.F King.
Adapun sukuk yang dimaksud ialah sukuk Garuda Indonesia Global Sukuk Limited senilai US$ 500 juta atau setara Rp 7,75 triliun (asumsi kurs Rp 15.500/US$) yang akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020.
Namun baik Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra maupun Direktur Keuangan Fuad Rizal tidak merespons pertanyaan soal negosiasi sukuk ini sebagaimana terungkap dalam surat yang diperoleh CNBC Indonesia ini.
Mengacu laporan keuangan 2019 mencatat, GIAA memang memiliki utang obligasi dari penerbitan Trust Certificates yang tidak dijamin sebesar US$ 500 juta.
Surat utang yang diterbitkan dengan nama Garuda Indonesia Global Sukuk Limited ini tercatat di Bursa Singapura, jatuh tempo pada 3 Juni 2020 dan dirilis pada 3 Juni 2015 atau 5 tahun lalu. Per 31 Desember 2019, saldo utang obligasi syariah ini mencapai US$ 498,99 juta.
Fuad, dalam surat itu, menegaskan pandemi Covid-19 menciptakan tantangan yang begitu sulit bagi industri penerbangan secara global. Sebab itu, perseroan menyatakan diskusi ini merupakan bentuk upaya pengelolaan likuiditas secara proaktif di tengah tantangan tersebut.
"Perusahaan mengambil langkah-langkah untuk memastikan kesejahteraan pekerja dan pelanggan sambil mengelola likuiditas secara proaktif dalam menghadapi ketidakpastian bagi industri penerbangan. Perusahaan terus menilai semua opsi, khususnya terkait dengan sukuk," tulis Fuad, dalam surat tersebut, dikutip Selasa (5/5/2020).
Garuda juga sudah menunjuk PJT Partners sebagai penasihat keuangan guna membantu proses negosiasi pembayaran sukuk tersebut. Perseroan juga akan membentuk komite diskusi bersama dengan pemegang sukuk dan PJT Partners.
Laporan keuangan 2019 mencatat, dana hasil penerbitan sukuk tersebut dipakai untuk reprofiling portofolio utang perusahaan.
"Pembayaran Sertifikat [sukuk ini] dilakukan secara penuh pada saat jatuh tempo, dengan tingkat suku bunga tetap tahunan sebesar 5,95% yang dibayar setiap 6 bulanan yang dimulai 3 Desember 2015 sampai dengan 3 Juni 2020. Sertifikat diterbitkan berdasarkan hak untuk perjalanan dan skema keagenan untuk memenuhi ketentuan penawaran syariah," tulis lapkeu Garuda.
Saat itu, The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited (HSBC) bertindak sebagai Penerima Delegasi, Agen Pembayar Utama.
Sebelumnya, Dirut Garuda Irfan memang menyebutkan tengah mengalami masalah terkait dengan keuangan lantaran utang jatuh tempo pada Juni 2020 mendatang mencapai US$ 500 juta.
"Kami berupaya relaksasi keuangan, [kami] punya sedikit masalah, Juni ini [utang] jatuh tempo 500 juta dolar, sehingga kami membutuhkan bantuan keuangan dan relaksasi," kata Irfan, dalam konferensi virtual di Jakarta, Rabu (29/4/2020).
Sebagai perbandingan, mengacu laporan keuangan Garuda 2019, total kewajiban jangka pendek perusahaan mencapai US$ 3,26 miliar atau sekitar Rp 51 triliun dari tahun 2018 yakni US$ 3,06 miliar.
Dari jumlah itu, ada utang yang jatuh tempo dalam satu tahun yakni utang obligasi US$ 498,99 juta, pinjaman jangka panjang US$ 141,78 juta, dan pinjaman jangka pendek utang usaha pihak berelasi US$ 428,23 juta.
(tas/tas) Next Article Dapat Restu, Sukuk Garuda Rp 7,5 T Jatuh Tempo Jadi 2023
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular