Efek Covid-19

Garuda Cs Merana, 8 Maskapai Global Ini Lebih Nahas Nasibnya

CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
30 April 2020 10:40
CEO Virgin Group Richard Branson
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Selain Garuda, AirAsia, dan Lion Air, derita maskapai penerbangan tak hanya di Tanah Air, tapi mengglobal. Berikut ulasannya:

1. SAS

Maskapai asal Skandinavia, yaitu SAS, akan melakukan pemangkasan 5.000 karyawannya dalam waktu dekat. Aksi ini dilakukan karena jumlah penumpang yang turun sangat signifikan akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Menurut maskapai tersebut, penumpang untuk sektor penerbangan baru akan kembali normal dalam beberapa tahun ke depan.

"Sejumlah larangan perjalanan atau
 travelling yang terjadi, diperkirakan bakal membuat aktivitas masyarakat terbatas. Ditambah lagi, kami perkirakan ini akan terjadi dalam beberapa tahun sebelum permintaan akan kembali ke tingkat yang normal sebelum COVID-19," demikian pernyataan SAS dilansir dari AFP, Selasa (28/4/2020).

2. British Airways
Maskapai British Airways (BA) akan kembali memangkas karyawannya. Setelah sebelumnya telah memutus hubungan kerja dengan 30.000 awak kabin dan staf, kali ini BA berencana merumahkan 800 pilot.

Melansir Reuters, rencana pemangkasan karyawan tersebut sedang ditinjau dan dikonsultasikan lebih lanjut oleh perusahaan. Adapun sejauh ini BA belum memberikan komentar banyak terkait rencana tersebut.

Larangan terbang dan penguncian wilayah (
lockdown) secara nasional di Eropa dan Amerika membuat industri penerbangan bertekuk lutut. Hal ini menyebabkan banyak maskapai penerbangan memangkas atau menangguhkan jadwal penerbangan.

Langkah jangka pendek ini membuat banyak pekerja cuti tidak dibayar dan mengalami PHK. Tak hanya itu, beberapa CEO industri penerbangan sudah berhenti terima gaji.

Di Eropa, tekanan yang dirasakan berbagai maskapai diakibatkan pemerintah belum menjanjikan dana talangan kepada para perusahaan penerbangan setempat. Sedangkan maskapai penerbangan AS akan menerima dukungan puluhan miliar dolar sebagai bagian dari paket stimulus pemerintah AS sebesar US$ 2 triliun


3. Lufthansa
Maskapai Jerman Lufthansa berencana merampungkan paket penyelamatan senilai 10 miliar euro atau US$ 10,8 miliar (sekitar RP 167 triliun), kata beberapa sumber yang mengetahui masalah tersebut, Jumat (24/4/2020).

Paket penyelamatan itu bertujuan untuk membuat perusahaan tetap dapat bertahan setelah melaporkan kerugian besar dan penghentian operasi hampir semua pesawatnya akibat wabah virus corona.

"Paket tersebut akan terdiri dari [suntikan] ekuitas dari dana stabilisasi ekonomi baru Jerman (Economic Stabilisation Fund/ESF), pinjaman yang dijamin negara dari Jerman dan utang yang disediakan oleh Austria, Swiss dan Belgia, di mana anak perusahaan Lufthansa berbasis," jelas mereka, menurut Reuters.


4. Virgin Atlantic
Miliarder Richard Branson dan pemilik maskapai Virgin Atlantic, mengatakan ia membutuhkan pinjaman dari pemerintah Inggris guna membantu bisnis penerbangannya agar selamat dari krisis pandemi virus corona.

Dalam sebuah surat kepada karyawannya yang diterbitkan Senin (20/4/2020), Branson mengatakan bahwa Virgin Atlantic akan melakukan apapun untuk bertahan hidup selama pandemi.

"Namun kami memerlukan dukungan pemerintah dalam menghadapi ketidakpastian yang parah seputar bisnis penerbangan hari ini dan tidak tahu berapa lama pesawat akan tetap di grounded," tulisnya dalam surat yang dikutip CNBC International, Selasa (21/4/2020).

Virgin Atlantic merupakan maskapai yang berbasis di Inggris, di mana 51% saham dimiliki Branson's Virgin dan 49% lain adalah saham Delta dari AS. Branson mengatakan sejak 5 tahun berbisnis, ini adalah waktu paling menantang dalam karir perusahaannya. 


5. Air Canada
Air Canada yang berbasis di Montreal, Quebec, Kanada, mengumumkan akan merumahkan )PHK) hampir setengah dari karyawannya di kuartal II-2020. Dikutip AFP dari siaran pers perusahaan, setidaknya akan ada 15.200 karyawan yang terkena imbas, di mana 1.300 di antaranya adalah pegawai di level manajer.

Sebelumnya Air Canada juga telah merumahkan 5.100 pramugari. Termasuk 1.500 karyawan anak perusahaannya Air Canada Rouge.

"Pandemi COVID-19 tidak bisa diprediksi," kata Presiden Air Canada Calin Rovinescu dalam pernyataannya. 

6. Flybe
Salah satu maskapai penerbangan terbesar di Inggris, Flybe, jatuh bangkrut akibat semua penerbangannya macet karena virus corona

Dalam pernyataan di situs web, Flybe yang memiliki 2.000 karyawan, menyatakan telah memasuki proses administratif dan gagal mengatur penerbangan alternatif untuk para penumpang.

"Semua penerbangan telah dibatalkan dan bisnis Inggris telah menghentikan perdagangan dengan efek langsung," kata maskapai itu, dilansir dari AFP, Kamis (4/3/2020).

Sebelumnya, Flybe sempat selamat dari kehancuran pada Januari lalu. Perusahaan diberikan pembebasan pajak oleh pemerintah Inggris.

Namun Flybe gagal memulihkan peruntungan akibat permintaan yang lemah. Belum persaingan yang ketat. Pengumuman itu keluar beberapa jam setelah Inggris melaporkan kemungkinan bangkrutnya maskapai itu. Pasalnya Flybe gagal mendapatkan pinjaman negara sebesar 100 juta poundsterling (Rp 1,8 triliun) untuk membantu menstabilkan bisnis.


7. Cathay Pacific
Maskapai Hong Kong, Cathay Pasific Airways Ltd, akan menutup tiga pangkalan kru kabin (pramugari dan pramugara) di Amerika Serikat (AS). Setidaknya 286 karyawan akan diberhentikan karena pandemi corona yang telah memukul bisnis penerbangan global.

Pangkalan yang akan ditutup yakni di New York, San Francisco dan Los Angeles. "Maskapai mengatakan sedang berkomunikasi dengan kru," tulis Reuters, dikutip Jumat (17/4/2020).

Pada Maret lalu, Cathay juga mengumumkan menutup pangkalan kru lain di Vancouver, Kanada. Terdapat 141 staf di sana. 
Cathay sempat mengakui penurunan laba akibat krisis politik di Hong Kong. Pada Maret 2020, perusahaan melaporkan penurunan laba menjadi HK$ 1,7 miliar, dari sebelumnya HK$ 2,3 miliar di 2018.

Cathay memilik 27.000 karyawan. Namun Februari lalu, manajemen meminta karyawan cuti tanpa dibayar hingga 3 minggu.


8. Singapore Airlines
Singapore Airlines Ltd. atau SIA Group memangkas 96% kapasitas penerbangannya hingga akhir April, mengikuti langkah yang dilakukan sejumlah maskapai penerbangan global yang juga memangkas kapasitas karena coronavirus.

Dalam pernyataan resmi, dikutip Bloomberg, perusahaan akan mengkandangkan (grounded) 138 dari 147 unit pesawat Singapore Airlines dan unit bisnisnya yang lain yakni SilkAir. Adapun divisi penerbangan berbiaya murah atau LCC (low cost carrier) yakni Scoot juga akan mendaratkan 47 dari 49 pesawatnya.

Perusahaan penerbangan itu mengambil tindakan "di tengah tantangan terbesar yang dihadapi SIA Group saat ini.

"Tidak jelas kapan SIA Group dapat mulai melanjutkan layanan penerbangan secara normal, mengingat ketidakpastian kapan kontrol terhadap perbatasan yang ketat akan dicabut," tulis pernyataan tersebut.

Singapore Airlines akan menunda pengiriman pesawat dan mengurangi gaji dalam upaya mengurangi biaya.


(tas/tas)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular