
Riset S&P: Arutmin Dapat Perpanjangan Izin di November 2020
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
29 April 2020 14:02

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah masih tak kunjung memberikan kepastian terkait PKP2B tambang milik PT Arutmin, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Hal ini diproyeksi mempengaruhi profitabilitas perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia ini.
Lembaga pemeringkat S&P dalam rilis menuliskan, dengan ketidakpastian izin pertambangan membuat biaya produksi Arutmin meningkat, kalkulasi ini berdasarkan sisa waktu dari izin yang dimiliki perusahaan yakni November 2020. Sebelumnya, Pemerintah berencana memperpanjang Izin Usaha Pertambangan (IUPK) pada April.
"Kami masih menunggu keputusan final resmi dari pemerintah untuk konversi PKP2B menjadi IUPK, dan kami harapkan bisa segera diumumkan," kata Direktur dan Sekretaris Bumi Resources Dileep Srivastava saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (29/04/2020).
Menurutnya perusahaan juga memaklumi belum adanya keputusan final dari pemerintah karena pandemi COVID-19 di Indonesia dan berbagai belahan dunia. Untuk itu perusahaan masih menunggu hingga situasi pandemi COVID-19 mereda.
"Mari kita tunggu situasi COVID-19 ini berakhir, sangat tidak sensitif dan tidak berkeprimanusiaan memaksa aturan baru (konversi PKP2B ke IUPK) sementara kondisi kemanusiaan terancam," kata Dileep.
S&P menilai, kemungkinan pemerintah tidak memperpanjang izin dari Arutmin sangat kecil. Apalagi posisi dan kontribusi BUMI setiap tahunnya berkisar US$ 230-250 juta terhadap pemasukan pemerintah.
"Kami berharap Arutmin akan memperbarui izin penambangannya pada November 2020, dan pemerintah akan mencabutnya kuota produksi karena ekonomi pulih pada 2021," tulis S&P dalam rilisnya, Rabu (29/04/2020).
Hal ini akan memungkinkan KPC dan Arutmin untuk menghasilkan arus kas yang stabil bagi Bumi untuk mempercepat pembayaran bunga dan pokok dari kewajibannya pada 2021-2022.
Lembaga pemeringkat ini memproyeksikan produksi batu bara BUMI berkurang 75 juta ton tahun ini, dari 86,3 juta ton pada 2019. Harga rata-rata batu bara pun diproyeksikan berkisar US$ 38-39 per ton, lebih rendah dibandingkan rata-rata harga tahun lalu US$ 41,1 per ton.
Sementara harga batu bara dari Kaltim Prima Coal (KPC) diproyeksi berkisar US$ 52-54 per ton. Apalagi KPC kebanyakan memproduksi batu bara kalori tinggi 5.200-6.250 kilo kalori. Dengan begitu harga rata-rata batu bara BUMI sekitar US$ 48 ton pada 2020.
Rata-rata EBITDA sekitar US$ 5 di 2020, sedikit lebih rendah dibandingkan 2019 sebesar US$ 7,3. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi pembayaran dividen bagi Arutmin dan KPC, yang diperkirakan mencapai US$ 70 juta tahun, dibandingkan 2019 senilai US$ 165 juta.
(dob/dob) Next Article BUMI Optimistis Arutmin Segera Dapat Perpanjangan Izin
Lembaga pemeringkat S&P dalam rilis menuliskan, dengan ketidakpastian izin pertambangan membuat biaya produksi Arutmin meningkat, kalkulasi ini berdasarkan sisa waktu dari izin yang dimiliki perusahaan yakni November 2020. Sebelumnya, Pemerintah berencana memperpanjang Izin Usaha Pertambangan (IUPK) pada April.
"Kami masih menunggu keputusan final resmi dari pemerintah untuk konversi PKP2B menjadi IUPK, dan kami harapkan bisa segera diumumkan," kata Direktur dan Sekretaris Bumi Resources Dileep Srivastava saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (29/04/2020).
"Mari kita tunggu situasi COVID-19 ini berakhir, sangat tidak sensitif dan tidak berkeprimanusiaan memaksa aturan baru (konversi PKP2B ke IUPK) sementara kondisi kemanusiaan terancam," kata Dileep.
S&P menilai, kemungkinan pemerintah tidak memperpanjang izin dari Arutmin sangat kecil. Apalagi posisi dan kontribusi BUMI setiap tahunnya berkisar US$ 230-250 juta terhadap pemasukan pemerintah.
"Kami berharap Arutmin akan memperbarui izin penambangannya pada November 2020, dan pemerintah akan mencabutnya kuota produksi karena ekonomi pulih pada 2021," tulis S&P dalam rilisnya, Rabu (29/04/2020).
Hal ini akan memungkinkan KPC dan Arutmin untuk menghasilkan arus kas yang stabil bagi Bumi untuk mempercepat pembayaran bunga dan pokok dari kewajibannya pada 2021-2022.
Lembaga pemeringkat ini memproyeksikan produksi batu bara BUMI berkurang 75 juta ton tahun ini, dari 86,3 juta ton pada 2019. Harga rata-rata batu bara pun diproyeksikan berkisar US$ 38-39 per ton, lebih rendah dibandingkan rata-rata harga tahun lalu US$ 41,1 per ton.
Sementara harga batu bara dari Kaltim Prima Coal (KPC) diproyeksi berkisar US$ 52-54 per ton. Apalagi KPC kebanyakan memproduksi batu bara kalori tinggi 5.200-6.250 kilo kalori. Dengan begitu harga rata-rata batu bara BUMI sekitar US$ 48 ton pada 2020.
Rata-rata EBITDA sekitar US$ 5 di 2020, sedikit lebih rendah dibandingkan 2019 sebesar US$ 7,3. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi pembayaran dividen bagi Arutmin dan KPC, yang diperkirakan mencapai US$ 70 juta tahun, dibandingkan 2019 senilai US$ 165 juta.
(dob/dob) Next Article BUMI Optimistis Arutmin Segera Dapat Perpanjangan Izin
Most Popular