
Kuartal I, BUMI Produksi Lebih Dari 21 Juta Ton Batu Bara
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
15 April 2020 14:07

Jakarta, CNBC Indonesia- Emiten produsen batu bara terbesar di Indonesia, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mencatatkan produksi batu bara sepanjang Maret 2020 mencapai 7-7,5 juta ton sesuai dengan target perusahaan. Dengan begitu emiten batu bara terbesar ini memproduksi batu bara sekitar 21,3-21,8 juta ton sepanjang kuartal I-2020.
Pada Januari-Februari 2020, perusahaan juga mencatatkan kenaikan penjualan 9% atau sebesar 14,3 juta MT, dibandingkan periode yang sama 2019 sebanyak 13,1 juta MT.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan Dileep Srivastava mengatakan meski ada pandemi COVID-19 atau virus corona produksi BUMI masih berjalan normal, dan diharapkan bisa mencapai target perusahaan.
"Sampai sekarang produksi masih normal, dan kami akan meninjau ulang target kami di akhir April apabila memang dibutuhkan," kata Dileep saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (15/04/2020).
Untuk April pun perusahaan masih menargetkan produksi batu bara berkisar 7-7,5 juta ton. Saat ini 70% penjualan bumi mengandalkan pasar ekspor dan memastikan penjualan kuartal I-2020 berjalan normal meski ada pandemi COVID-19.
Dileep menyatakan operasional penambangan batu bara tetap normal di tengah pandemic COVID-19 atau virus corona. Emiten batu bara ini juga tetap meningkatkan kewaspadaan terkait penyebaran virus corona ini.
Sebelumnya BUMI mencatatkan kenaikan 5% produksi batu bara sepanjang 2019. Emiten batu bara terbesar ini mencatat total produksi 2019 mencapai 87 juta ton, naik dibandingkan 2018 dengan produksi 83 juta ton
Dileep mengatakan penjualan perusahaan pun naik 7% menjadi 87 juta ton, sementara pada 2018 penjualan hanya 81 juta ton dengan produksi 83 juta ton.
"Angka ini sesuai dengan target dan ekspektasi perusahaan di awal 2019, meski ada banyak tantangan di sektor batu bara," kata Dileep.
Dia juga memperkirakan harga batu bara bergerak di kisaran US$ 60-70 per ton, sementara harga minyak justru bisa ambles hingga US$ 20 per barel.
Dileep mengatakan jika harga batu bara bergerak di bawah perkiraan pun perusahaan bisa mengantisipasinya, apalagi hal ini pernah dialami pada 2016. Selain itu, dengan penurunan harga minyak yang berbarengan dengan penuruna harga batu bara, perusahaan pun juga bisa menurunkan biaya-biaya lainnya,
"Pada 2016 harga batu bara pernah anjlok hingga US$ 48 per ton. Tapi kami bisa menghadapinya, terutama dengan penurunan harga minyak juga," katanya.
Pada awal pekan ini harga batu bara kontrak berjangka Newcastle (6.000 Kcal/Kg) pada Senin (13/4/2020) ditutup di level yang sama seperti pekan lalu di US$ 59,4/ton.
Pekan lalu, harga batu bara anjlok 4,96%. Harga batu bara termal kini sudah berada di bawah level US$ 60/ton dan menjadi yang terlemah sejak Juli 2016.
(dob/dob) Next Article Video: Private Placement Lagi, Utang BUMI Lunas?
Pada Januari-Februari 2020, perusahaan juga mencatatkan kenaikan penjualan 9% atau sebesar 14,3 juta MT, dibandingkan periode yang sama 2019 sebanyak 13,1 juta MT.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan Dileep Srivastava mengatakan meski ada pandemi COVID-19 atau virus corona produksi BUMI masih berjalan normal, dan diharapkan bisa mencapai target perusahaan.
Untuk April pun perusahaan masih menargetkan produksi batu bara berkisar 7-7,5 juta ton. Saat ini 70% penjualan bumi mengandalkan pasar ekspor dan memastikan penjualan kuartal I-2020 berjalan normal meski ada pandemi COVID-19.
Dileep menyatakan operasional penambangan batu bara tetap normal di tengah pandemic COVID-19 atau virus corona. Emiten batu bara ini juga tetap meningkatkan kewaspadaan terkait penyebaran virus corona ini.
Sebelumnya BUMI mencatatkan kenaikan 5% produksi batu bara sepanjang 2019. Emiten batu bara terbesar ini mencatat total produksi 2019 mencapai 87 juta ton, naik dibandingkan 2018 dengan produksi 83 juta ton
Dileep mengatakan penjualan perusahaan pun naik 7% menjadi 87 juta ton, sementara pada 2018 penjualan hanya 81 juta ton dengan produksi 83 juta ton.
"Angka ini sesuai dengan target dan ekspektasi perusahaan di awal 2019, meski ada banyak tantangan di sektor batu bara," kata Dileep.
Dia juga memperkirakan harga batu bara bergerak di kisaran US$ 60-70 per ton, sementara harga minyak justru bisa ambles hingga US$ 20 per barel.
Dileep mengatakan jika harga batu bara bergerak di bawah perkiraan pun perusahaan bisa mengantisipasinya, apalagi hal ini pernah dialami pada 2016. Selain itu, dengan penurunan harga minyak yang berbarengan dengan penuruna harga batu bara, perusahaan pun juga bisa menurunkan biaya-biaya lainnya,
"Pada 2016 harga batu bara pernah anjlok hingga US$ 48 per ton. Tapi kami bisa menghadapinya, terutama dengan penurunan harga minyak juga," katanya.
Pada awal pekan ini harga batu bara kontrak berjangka Newcastle (6.000 Kcal/Kg) pada Senin (13/4/2020) ditutup di level yang sama seperti pekan lalu di US$ 59,4/ton.
Pekan lalu, harga batu bara anjlok 4,96%. Harga batu bara termal kini sudah berada di bawah level US$ 60/ton dan menjadi yang terlemah sejak Juli 2016.
(dob/dob) Next Article Video: Private Placement Lagi, Utang BUMI Lunas?
Most Popular