
Bergerak Liar, Rupiah Sentuh Rp 15.310/US$ & Terbaik di Asia
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 April 2020 12:47

Jakarta - CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah bergerak cukup liar melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (29/4/2020). Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus membuat rupiah perkasa, tapi penguatan tajam di bulan April membuat rupiah rentan diterpa aksi ambil untung (profit taking) sehingga rupiah bergerak cukup liar.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung menguat 0,2% di Rp 15.350/US$ penguatan bertambah menjadi 0,33% di Rp 14.330/US$. Saat itu, rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik kedua di Asia.
Tetapi sayangnya penguatan rupiah terpangkas higgga stagnan 0%, rupiah pun terlempar dari 3 besar mata uang terbaik Asia. Liarnya rupiah mulai terliihat setelah kembali menguat, bahkan hingga 0,46% di Rp 15.310/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Dengan penguatan itu, rupiah menjadi yang terbaik di Asia pada tengah hari. Berikut perkembangan pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 12:00 WIB.
Rupiah yang langsung menguat di awal perdagangan cukup jarang terjadi sejak pekan lalu. Biasanya rupiah melemah pada perdagangan pagi, bahkan hingga menjelang penutupan perdagangan. Style alias gaya rupiah biasanya memangkas pelemahan di menit-menit akhir perdagangan, hingga akhirnya berbalik menguat.
Tetapi pada hari ini, rupiah langsung masuk ke zona hijau saat pembukaan perdagangan, sebabnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang memberikan paparan mengenai Perkembangan Ekonomi Terkini melalui video conference.
Sejak pasar finansial bergejolak di bulan Maret, BI secara rutin memberikan update terbaru kondisi ekonomi dalam negeri. Gubernur Perry kembali menebar optimisme di pasar keuangan hari ini. Pelemahan rupiah Selasa kemarin dikatakan sebagai akibat permintaan valas yang tinggi di akhir bulan, serta faktor teknikal.
Meski demikian BI masih pede rupiah akan ke Rp 15.000/US$ di akhir tahun nanti.
"Pertama, dari sisi fundamental yang Rp 15.400/US$ sekarang ini undervalue. Karena defisit transaksi berjalan lebih rendah dari yang kita perkirakan 2,5-3% PDB. Di Triwulan I-2020 di bawah 1,5% dari PDB dan di akhir tahun bisa di bawah 2% PDB," katanya.
"Sehingga kalau CAD [defisit transaksi berjalan] lebih rendah maka kebutuhan devisa jauh lebih rendah dan ini mendukung penguatan nilai tukar ke arah fundamental. Selain itu faktor teknikal seperti premi risiko akan dorong lebih kuat dari Rp 15.400/US$," imbuh Perry.
Lebih jauh Perry mengatakan, ke depan arus aliran modal asing juga masih akan terus masuk pasar uang. Apalagi jika nanti pandemi Covid-19 telah mereda, sehingga masih akan terus menguat, kata Perry, ke arah Rp 15.000/US$.
Selasa kemarin rupiah akhirnya "terpeleset" setelah berlari kencang di bulan ini. Sepanjang bulan April rupiah hingga Senin (27/4/2020) lalu, rupiah sudah menguat 6,07%.
Penguatan yang cukup besar sehingga rupiah rentan terkena aksi ambil profit taking karena faktor teknikal yang menjadi salah satu faktor dibalik melemahnya rupiah 0,46% di Rp 15.380/US$ kemarin.
Selain itu, ambrolnya harga minyak mentah juga menyulitkan rupiah untuk bangkit. Di awal pekan, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) ambrol sekitar 25%, sementara pada Selasa pagi kemerosotan berlanjut lagi lebih dari 18% ke US$ 10,46/barel, sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 12,34/barel atau melemah 3,44%.
Apalagi rencana pelonggaran kebijakan karantina wilayah (lockdown) di Eropa dan Amerika Serikat tentunya membuat roda perekonomian mulai berputar, sehingga permintaan minyak mentah perlahan bisa naik.
Pekan lalu, negara-negara besar di Eropa seperti Spanyol, Italia, Jerman, dan Belanda sudah mengumumkan akan membuka lockdown pada bulan Mei setelah melambatnya laju penambahan kasus Covid-19. Beberapa negara bahkan sudah mengizinkan warganya untuk kembali beraktivitas meski masih terbatas.
Pelonggaran lockdown di Eropa akhirnya diikuti oleh Negeri Paman Sam. Beberapa negara bagian di AS mulai mewacanakan untuk membuka lockdown. Gubernur New York, Andrew Cuomo, mengatakan lockdown akan dibuka dalam beberapa fase setelah Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan jumlah pasien rawat inap sudah menurun dalam 14 hari terakhir.
Fase satu, New York dunia usaha di bidang konstruksi dan manufaktur akan diizinkan kembali beraktivitas. Fase kedua dunia usaha perlu rencana untuk beroperasi kembali, termasuk memiliki pengaman individual serta menerapkan social distancing.
Kemudian Gubernur Ohio, Mike DeWine, mengatakan sektor ritel dan jasa bisa kembali beroperasi pada 12 Mei.
Selain itu, negara bagian Alaska, Georgia, South Carolina, Tennessee dan Texas sudah mengizinkan restoran dan beberapa usaha lainnya untuk kembali beroperasi.
Dilonggarkannya lockdown di Eropa dan AS tentunya membuat roda perekonomian perlahan kembali berputar, dan bisa segera keluar dari jurang resesi, sentimen pelaku pasar pun membaik, yang membuat rupiah menguat sepanjang pekan lalu hingga awal pekan ini.
Ambrolnya harga minyak mentah membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan membebani rupiah. Tetapi pagi ini harga minyak mentah WTI mulai merangkak naik mendekati level US$ 14/barel. Penguatan minyak mentah tersebut tentunya sedikit mengangkat sentimen pelaku pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung menguat 0,2% di Rp 15.350/US$ penguatan bertambah menjadi 0,33% di Rp 14.330/US$. Saat itu, rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik kedua di Asia.
Tetapi sayangnya penguatan rupiah terpangkas higgga stagnan 0%, rupiah pun terlempar dari 3 besar mata uang terbaik Asia. Liarnya rupiah mulai terliihat setelah kembali menguat, bahkan hingga 0,46% di Rp 15.310/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Rupiah yang langsung menguat di awal perdagangan cukup jarang terjadi sejak pekan lalu. Biasanya rupiah melemah pada perdagangan pagi, bahkan hingga menjelang penutupan perdagangan. Style alias gaya rupiah biasanya memangkas pelemahan di menit-menit akhir perdagangan, hingga akhirnya berbalik menguat.
Tetapi pada hari ini, rupiah langsung masuk ke zona hijau saat pembukaan perdagangan, sebabnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang memberikan paparan mengenai Perkembangan Ekonomi Terkini melalui video conference.
Sejak pasar finansial bergejolak di bulan Maret, BI secara rutin memberikan update terbaru kondisi ekonomi dalam negeri. Gubernur Perry kembali menebar optimisme di pasar keuangan hari ini. Pelemahan rupiah Selasa kemarin dikatakan sebagai akibat permintaan valas yang tinggi di akhir bulan, serta faktor teknikal.
Meski demikian BI masih pede rupiah akan ke Rp 15.000/US$ di akhir tahun nanti.
"Pertama, dari sisi fundamental yang Rp 15.400/US$ sekarang ini undervalue. Karena defisit transaksi berjalan lebih rendah dari yang kita perkirakan 2,5-3% PDB. Di Triwulan I-2020 di bawah 1,5% dari PDB dan di akhir tahun bisa di bawah 2% PDB," katanya.
"Sehingga kalau CAD [defisit transaksi berjalan] lebih rendah maka kebutuhan devisa jauh lebih rendah dan ini mendukung penguatan nilai tukar ke arah fundamental. Selain itu faktor teknikal seperti premi risiko akan dorong lebih kuat dari Rp 15.400/US$," imbuh Perry.
Lebih jauh Perry mengatakan, ke depan arus aliran modal asing juga masih akan terus masuk pasar uang. Apalagi jika nanti pandemi Covid-19 telah mereda, sehingga masih akan terus menguat, kata Perry, ke arah Rp 15.000/US$.
Selasa kemarin rupiah akhirnya "terpeleset" setelah berlari kencang di bulan ini. Sepanjang bulan April rupiah hingga Senin (27/4/2020) lalu, rupiah sudah menguat 6,07%.
Penguatan yang cukup besar sehingga rupiah rentan terkena aksi ambil profit taking karena faktor teknikal yang menjadi salah satu faktor dibalik melemahnya rupiah 0,46% di Rp 15.380/US$ kemarin.
Selain itu, ambrolnya harga minyak mentah juga menyulitkan rupiah untuk bangkit. Di awal pekan, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) ambrol sekitar 25%, sementara pada Selasa pagi kemerosotan berlanjut lagi lebih dari 18% ke US$ 10,46/barel, sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 12,34/barel atau melemah 3,44%.
Apalagi rencana pelonggaran kebijakan karantina wilayah (lockdown) di Eropa dan Amerika Serikat tentunya membuat roda perekonomian mulai berputar, sehingga permintaan minyak mentah perlahan bisa naik.
Pekan lalu, negara-negara besar di Eropa seperti Spanyol, Italia, Jerman, dan Belanda sudah mengumumkan akan membuka lockdown pada bulan Mei setelah melambatnya laju penambahan kasus Covid-19. Beberapa negara bahkan sudah mengizinkan warganya untuk kembali beraktivitas meski masih terbatas.
Pelonggaran lockdown di Eropa akhirnya diikuti oleh Negeri Paman Sam. Beberapa negara bagian di AS mulai mewacanakan untuk membuka lockdown. Gubernur New York, Andrew Cuomo, mengatakan lockdown akan dibuka dalam beberapa fase setelah Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan jumlah pasien rawat inap sudah menurun dalam 14 hari terakhir.
Fase satu, New York dunia usaha di bidang konstruksi dan manufaktur akan diizinkan kembali beraktivitas. Fase kedua dunia usaha perlu rencana untuk beroperasi kembali, termasuk memiliki pengaman individual serta menerapkan social distancing.
Kemudian Gubernur Ohio, Mike DeWine, mengatakan sektor ritel dan jasa bisa kembali beroperasi pada 12 Mei.
Selain itu, negara bagian Alaska, Georgia, South Carolina, Tennessee dan Texas sudah mengizinkan restoran dan beberapa usaha lainnya untuk kembali beroperasi.
Dilonggarkannya lockdown di Eropa dan AS tentunya membuat roda perekonomian perlahan kembali berputar, dan bisa segera keluar dari jurang resesi, sentimen pelaku pasar pun membaik, yang membuat rupiah menguat sepanjang pekan lalu hingga awal pekan ini.
Ambrolnya harga minyak mentah membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan membebani rupiah. Tetapi pagi ini harga minyak mentah WTI mulai merangkak naik mendekati level US$ 14/barel. Penguatan minyak mentah tersebut tentunya sedikit mengangkat sentimen pelaku pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular