Pesawat Komersial Dilarang! Gimana Nasib Garuda & AirAsia Cs?

CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
24 April 2020 10:04
pesawat Garuda Indonesia's Boeing 737 Max 8

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi menghentikan sementara layanan transportasi udara penumpang komersial. Ketentuan ini berlaku sejak Jumat ini, 24 April 2020 sampai 1 Juni 2020 guna mencegah penyebaran virus corona (Covid-19).

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, mengatakan larangan terbang ini berlaku baik perjalanan dalam negeri (domestik) maupun luar negeri (internasional).

"Untuk sektor transportasi udara saya sampaikan pertama larangan perjalanan dalam negeri dan luar negeri, baik transportasi udara berjadwal maupun carter 24 April-1 Juni 2020," kata Novie, dalam konferensi pers virtual, Kamis (23/4/2020).

Namun, Novie mengatakan akan ada pengecualian untuk pimpinan lembaga tinggi negara maupun wakil kenegaraan hingga organisasi internasional.

Pesawat Komersial Dilarang! Gimana Nasib Garuda & AirAsia Cs?Foto: CNBC Indonesia/Exist In Exist


"Selain itu, organisasi penerbangan khusus pemulangan WNI, WNA dan terkait penegakan hukum dan pelayanan darurat petugas penerbangan masih bisa dengan seizin menteri," ujarnya.


Sementara, hal ini juga berlaku untuk pengangkutan layanan medis dan logistik termasuk kargo. "Navigasi udara tetap dibuka 100% sedangkan bandara juga beroperasi seperti biasa di mana mereka wajib layani pesawat take off landing dan pesawat yang melintasi bandara tersebut," kata Novie.

Lantas bagaimana nasib maskapai penerbangan?

Maskapai penerbangan pelat merah, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA)
 sudah mengungkapkan dampak pandemi ini terhadap kinerja perusahaan. Perseroan memproyeksikan pendapatan perusahaan pada kuartal I-2020 akan tertekan, sebagai akibat dari penyebaran Covid-19.

Pendapatan operasional di 3 bulan pertama tahun ini diprediksi merosot 33% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen Garuda Indonesia menyebutkan turunnya pendapatan ini disebabkan karena terkoreksinya pendapatan penumpang.

Ada dua faktor penyebab penurunan ini yakni jumlah penumpang yang anjlok dan harga jual tiket yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu. Padahal pendapatan penumpang ini menyumbang 80% dari total pemasukan perusahaan.

"Kondisi market penumpang ini tentunya menekan perseroan untuk memangkas kapasitas produksi yang dimiliki, tercermin dari frekuensi penerbangan dan ASK [available seat kilometer] yang menurun," tulis manajemen GIAA, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (22/4/2020).

Jumlah penumpang ini turun drastis karena pemberlakuan larangan bepergian hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa daerah terutama Ibu Kota mengakibatkan masyarakat memilih untuk mengikuti peraturan pemerintah tersebut dengan membatasi aktivitas.

Turunnya daya beli masyarakat juga menjadi faktor lainnya sebagai dampak lesunya perekonomian dalam negeri, sehingga masyarakat memilih untuk mengurangi pengeluaran biaya untuk travelling.

Sebagai perbandingan, mengacu laporan keuangan kuartal I-2019, total pendapatan Garuda mencapai US$ 1,099 miliar atau setara dengan Rp 16,49 triliun (asumsi kurs Rp 15.000/US$), dari periode yang sama tahun 2018 yakni US$ 983 juta atau Rp 14,75 triliun.

Adapun laba bersih US$ 20,48 juta atau Rp 307 miliar, dari sebelumnya rugi bersih US$ 65,34 juta. Jika terjadi penurunan 33% pendapatan, maka estimasi pendapatan GIAA pada 3 bulan pertama tahun ini bisa sekitar US$ 736 juta atau setara Rp 11 triliun.

Mengacu laporan keuangan 2019, Garuda akhirnya mencatatkan laba bersih sebesar US$ 6,99 juta atau setara dengan Rp 112 miliar (asumsi kurs Rp 16.000/US$), membalikkan rugi bersih tahun 2018 sebesar US$ 231,16 juta (Rp 3,6 triliun), kerugian yang dibukukan setelah pelaporan ulang atau restatement.


[Gambas:Video CNBC]



Sebelumnyam Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mengungkap para maskapai sudah mulai melakukan kebijakan merumahkan karyawan hingga PHK karena dampak Covid-19. Bahkan sebagian terancam bisa tidak beroperasi. INACA memang tak memerinci maskapai mana yang melakukan demikian.

Ketua Umum INACA Denon Prawiratmadja, menjelaskan bahwa untuk mengurangi kerugian yang diderita, beberapa waktu belakangan ini, sejumlah maskapai penerbangan telah melakukan langkah antisipasi.

Dia mencatat, sejak awal bulan Maret 2020 ini terjadi penurunan jumlah penumpang yang sangat drastis. Alhasil, semua maskapai penerbangan sudah mengurangi jumlah penerbangan baik rute dan frekuensinya sampai dengan 50% atau lebih.

"Diramalkan apabila penuntasan pandemi Covid-19 semakin tidak pasti hal ini akan membuat industri penerbangan semakin terpuruk bahkan sebagiannya akan tidak beroperasi karena bangkrut," kata Denon dikutip Jumat (27/3).

Salah satu pemegang pasar penerbangan di tanah air misalnya Lion Air harus menutup penerbangan dalam dan luar negerinya karena dampak Covid-19, antara lain penerbangan ke China dan Wuhan, penerbangan umrah yang dibatalkan, penerbangan dari dan ke Malaysia, penerbangan domestik ke Papua dan lainnya.

Apakah Lion Air melakukan merumahkan pekerja dan PHK karyawan?

Corporate Communications Strategic Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro menegaskan tak melakukan langkah-langkah demikian. "Untuk yang dirumahkan atau PHK nggak ada," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (27/3).

Ia mengatakan Lion Air Group akan terus dan masih memantau perkembangan hari per hari (daily basis) dan mengikuti setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah (regulator) serta rekomendasi perusahaan.

"Terkait kebijakan strategis internal menghadapi situasi/ kondisi saat ini yang terjadi masih dibahas oleh manajemen internal," katanya.

Ia bilang fokus Lion Air Group saat ini adalah memastikan seluruh awak pesawat, staf dan penumpang (tamu) yang menggunakan jasa Lion Air Group aman, dengan tetap mengedepankan aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan penerbangan.

Maskapai penerbangan low cost carrier (LCC) alias bertarif murah, PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) juga terkena dampak. Perseroan mengungkapkan strategi perusahaan untuk bertahan di tengah dampak pandemi virus corona (Covid-19) yang menghantam ekonomi global dan dalam negeri.

Sekretaris Perusahaan AirAsia Indonesia, Indah Permatasari Saugi, mengatakan perseroan akan memperpanjang masa penghentian sementara penerbangan rute domestik yang semula sampai dengan tanggal 21 April menjadi tanggal 7 Mei 2020 untuk rute Surabaya-Bali.

Sementara untuk rute domestik lainnya yakni sampai dengan 18 Mei, bersamaan dengan mulai beroperasinya rute internasional.

"Bersama ini perseroan menyampaikan rencana memperpanjang masa penghentian sementara penerbangan rute domestik yang semula sampai dengan tanggal 21 April menjadi tanggal 7 Mei untuk rute Surabaya-Bali dan mulai 18 Mei untuk rute domestik lainnya bersamaan dengan mulai beroperasinya rute internasional," katanya dalam keterbukaan informasi, Rabu (22/4/2020).

Dia mengatakan perpanjangan ini diputuskan setelah mempertimbangkan situasi Covid-19 dan pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah di Indonesia.

"Perusahaan akan terus memantau perkembangan situasi untuk sewaktu- waktu dapat kembali mengoperasikan penerbangan secara terbatas jika dinilai memungkinkan," tegasnya.

Strategi bertahan
Untuk saat ini, pendapatan utama perseroan berasal dari penerbangan tidak berjadwal (charter) baik untuk penumpang maupun kargo.

"Perseroan akan terus mengembangkan layanan tidak berjadwal tersebut sebagai upaya diversifikasi lini layanan bisnis atas penghentian layanan penerbangan berjadwal akibat pandemi Covid-19 ini. Perseroan juga masih melakukan penjualan tiket pesawat untuk layanan penerbangan berjadwal setelah bulan April 2020," jelasnya.

"Keadaan saat ini, Covid-19, sangat berdampak signifikan terhadap keuangan perusahaan terutama arus kas."


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular