
Begini 3 Skenario Respons IHSG Hadapi Pandemi Covid-19
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
13 April 2020 15:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja bursa saham domestik belum beranjak dari tekanan di tengah sentimen negatif pandemi virus Corona (Covid-19) yang memukul bursa saham di seluruh dunia.
Jika dihitung sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan masih terkoreksi 26,20% hingga perdagangan akhir pekan lalu. Tentu tekanan ini tidak hanya dirasakan bursa saham domesti, tetapi bursa saham regional dan global juga ikut mengalami.
Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto mengatakan, ada tiga skenario yang dapat terjadi pada bursa saham acuan tanah air tersebut.
Pada skenario pertama, dengan perkiraan puncak pandemi terjadi pada pertengahan April maka relaksasi pasar dimulai awal Mei dengan harga wajar IHSG berada di level 6.400.
Kedua, Rudianto menjelaskan skenario, jika puncak pandemi di Amerika Serikat terjadi pada akhir April 2020, maka relaksasi pasar dimulai bulan Juni dengan harga wajar IHSG akan berada di level 6.000.
Skenario ketiga, jika puncak pandemi terjadi setelah bulan Mei atau pada Juni, maka, harga wajar IHSG diperkirakan akan berada di level psikologis 5.000.
"Adapun untuk skenario tidak terkendali [kapan puncak kurva], saat ini belum ada prediksi," kata Rudiyanto, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, baru-baru ini.
Namun demikian, Panin belum menyebutkan secara rata-rata proyeksi pertumbuhan laba bersih per saham (earnings per share/EPS) sepanjang tahun ini karena situasi pasar yang masih bergejolak, terutama pada triwulan kedua setelah adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang akan berdampak pada emiten, terutama dari sisi pendapatan.
"Kinerja di kuartal kedua akan turun sangat parah. Kami lihat kuartal kedua seberapa besar dampaknya. Laporan keuangan kuartal III-IV akan membaik seiring relaksasi pembatasan sosial," ucap Rudiyanto.
(hps/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Jika dihitung sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan masih terkoreksi 26,20% hingga perdagangan akhir pekan lalu. Tentu tekanan ini tidak hanya dirasakan bursa saham domesti, tetapi bursa saham regional dan global juga ikut mengalami.
Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto mengatakan, ada tiga skenario yang dapat terjadi pada bursa saham acuan tanah air tersebut.
Kedua, Rudianto menjelaskan skenario, jika puncak pandemi di Amerika Serikat terjadi pada akhir April 2020, maka relaksasi pasar dimulai bulan Juni dengan harga wajar IHSG akan berada di level 6.000.
Skenario ketiga, jika puncak pandemi terjadi setelah bulan Mei atau pada Juni, maka, harga wajar IHSG diperkirakan akan berada di level psikologis 5.000.
"Adapun untuk skenario tidak terkendali [kapan puncak kurva], saat ini belum ada prediksi," kata Rudiyanto, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, baru-baru ini.
Namun demikian, Panin belum menyebutkan secara rata-rata proyeksi pertumbuhan laba bersih per saham (earnings per share/EPS) sepanjang tahun ini karena situasi pasar yang masih bergejolak, terutama pada triwulan kedua setelah adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang akan berdampak pada emiten, terutama dari sisi pendapatan.
"Kinerja di kuartal kedua akan turun sangat parah. Kami lihat kuartal kedua seberapa besar dampaknya. Laporan keuangan kuartal III-IV akan membaik seiring relaksasi pembatasan sosial," ucap Rudiyanto.
(hps/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Most Popular