
Ada yang 'Ramal' Harga Minyak Dunia Bisa Negatif, Serius?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 April 2020 08:15

Kabar bagus datang pada Jumat (10/4/2020) dini hari waktu Indonesia. OPEC+ sepakat untuk mengurangi produksi 10 juta barel/hari, plus (bila disetujui G20) 5 juta barel/hari dari negara-negara lain. Dengan berkurangnya pasokan diharapkan harga akan lebih tinggi dan stabil, tidak di level rendah seperti sekarang.
OPEC mengatakan pemangkasan produksi sebesar 10 juta barel per hari akan dilakukan pada bulan Mei dan Juni. Kemudian dikurangi menjadi 8 juta barel per hari di sisa tahun ini. Pada tahun depan, produksi akan dikurangi sebanyak 6 juta barel per hari, dan berlangsung hingga April 2022, sebagaimana dilansir CNBC International.
Tetapi harapan minyak mentah bisa menguat setelah produksi di pangkas ternyata tidak terwujud. Harga minyak mentah tetap saja melemah. Sebabnya, outlook permintaan yang masih suram akibat pandemi Covid-19.
Virus corona hingga saat ini sudah "menyerang" 185 negara/wilayah, menjangkiti lebih dari 1,6 juta orang, dengan lebih dari 95.000 orang meninggal dunia dan 356.161 sembuh, berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE.
Penyebaran tersebut membuat beberapa negara mengambil kebijakan karantina wilayah (lockdown) atau satu negara penuh, sehingga roda perekonomian menurun drastis. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi global akan melambat, bahkan resesi hampir pasti terjadi.
Ketika aktivitas ekonomi menurun, permintaan akan minyak mentah tentunya juga akan berkurang, tidak hanya dari industri, tetapi juga secara ritel. Maklum, lockdown membuat aktivitas masyarakat dibatasi, sehingga permintaan bahan bakar minyak (BBM) juga pasti menurun. Dan hal ini terjadi di berbagai negara.
Bank of America memprediksi konsumsi minyak mentah global di kuartal I-2020 turun sekitar 12 juta barel per hari. Kemudian konsultan minyak mentah, FGE, juga melihat permintaan minyak mentah berkurang 12 juta barel per hari, bahkan 20 juta barel per hari dalam skenario terburuknya.
OPEC+ baru mulai memangkas produksinya pada bulan Mei, sementara permintaan sudah mulai merosot sejak munculnya pandemi Covid-19. Jika pandemi masih belum bisa dihentikan pada bulan depan, jumlah produksi yang dipangkas juga masih lebih sedikit dibandingkan penurunan permintaan. Hal itu menyebabkan harga minyak masih terus tertekan.
Akibat penurunan permintaan tersebut, Goldman Sachs memproyeksikan harga minyak jenis Brent rata-rata berada di level US$ 20/barel di kuartal II tahun ini. Sementara Citi lebih rendah lagi, rata-rata diperkirakan US$ 17/barel.
Kedua prediksi tersebut lebih rendah dari harga minyak mentah saat ini, jika pandemi Covid-19 terus berlanjut yang meyebabkan lockdown berkepanjangan, bukan tidak mungkin harga minyak mentah negatif akan menjadi nyata.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
OPEC mengatakan pemangkasan produksi sebesar 10 juta barel per hari akan dilakukan pada bulan Mei dan Juni. Kemudian dikurangi menjadi 8 juta barel per hari di sisa tahun ini. Pada tahun depan, produksi akan dikurangi sebanyak 6 juta barel per hari, dan berlangsung hingga April 2022, sebagaimana dilansir CNBC International.
Tetapi harapan minyak mentah bisa menguat setelah produksi di pangkas ternyata tidak terwujud. Harga minyak mentah tetap saja melemah. Sebabnya, outlook permintaan yang masih suram akibat pandemi Covid-19.
Penyebaran tersebut membuat beberapa negara mengambil kebijakan karantina wilayah (lockdown) atau satu negara penuh, sehingga roda perekonomian menurun drastis. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi global akan melambat, bahkan resesi hampir pasti terjadi.
Ketika aktivitas ekonomi menurun, permintaan akan minyak mentah tentunya juga akan berkurang, tidak hanya dari industri, tetapi juga secara ritel. Maklum, lockdown membuat aktivitas masyarakat dibatasi, sehingga permintaan bahan bakar minyak (BBM) juga pasti menurun. Dan hal ini terjadi di berbagai negara.
Bank of America memprediksi konsumsi minyak mentah global di kuartal I-2020 turun sekitar 12 juta barel per hari. Kemudian konsultan minyak mentah, FGE, juga melihat permintaan minyak mentah berkurang 12 juta barel per hari, bahkan 20 juta barel per hari dalam skenario terburuknya.
OPEC+ baru mulai memangkas produksinya pada bulan Mei, sementara permintaan sudah mulai merosot sejak munculnya pandemi Covid-19. Jika pandemi masih belum bisa dihentikan pada bulan depan, jumlah produksi yang dipangkas juga masih lebih sedikit dibandingkan penurunan permintaan. Hal itu menyebabkan harga minyak masih terus tertekan.
Akibat penurunan permintaan tersebut, Goldman Sachs memproyeksikan harga minyak jenis Brent rata-rata berada di level US$ 20/barel di kuartal II tahun ini. Sementara Citi lebih rendah lagi, rata-rata diperkirakan US$ 17/barel.
Kedua prediksi tersebut lebih rendah dari harga minyak mentah saat ini, jika pandemi Covid-19 terus berlanjut yang meyebabkan lockdown berkepanjangan, bukan tidak mungkin harga minyak mentah negatif akan menjadi nyata.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular