
Covid-19 Masih Ganas, Begini Respons Pasar Keuangan di Asia
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 April 2020 16:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Di awal pekan ini, pasar dibuat ceria dengan melambatnya jumlah kasus pandemi Covid-19. Pelaku pasar kembali memburu aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi. Mayoritas bursa saham global pun menguat, begitu juga dengan mata uang di luar safe haven.
Tetapi dalam beberapa hari terakhir, penambahan jumlah kasus Covid-19 kembali menanjak.
Di Amerika Serikat (AS), negara yang menjadi episentrum baru penyebaran Covid-19, jumlah kasus baru per 9 Maret lalu naik sebesar 8% dibandingkan hari sebelumnya menjadi 427.460 kasus, berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC). Persentase tersebut naik dibandingkan hari sebelumnya sebesar 6%.
Kenaikan tersebut juga sejalan dengan penambahan jumlah kasus di Eropa.
Di Italia terjadi penambahan jumlah kasus sebanyak 3.836 orang per 9 April, sehingga total menjadi 139.422 kasus. Sementara hari sebelumnya jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 3.039, berdasarkan data dari CEIC.
Spanyol, negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak di Benua Biru juga mengalami peningkatan dalam dua hari terakhir.
Jerman bahkan melaporkan peningkatan jumlah kasus dalam 4 hari terakhir, angkanya juga signifikan. Berdasarkan data dari CEIC, pada 6 April, ada penambahan 3.677 kasus atau menjadi penambahan terendah sejak 25 Maret. Tetapi setelahnya kembali mengalami peningkatan hingga 9 April sebanyak 4.974 sehingga total kasus Covid-19 di Negeri Panser sebanyak 108.202 kasus.
Laporan terbaru dari CNBC International hari ini menunjukkan jumlah kasus di Jerman bertambah lagi sebanyak 5.300 kasus.
Sementara itu, secara global, jumlah kasus Covid-19 juga mengalami kenaikan sebesar 6,12% kemarin menjadi 1.436.198 kasus berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Persentase kenaikan tersebut lebih tinggi dari hari sebelumnya 5,75%.
Meski demikian, kabar baiknya, penambahan jumlah kasus secara global sudah mencapai satu digit persentase sejak 30 Maret lalu.
Pasar setidaknya masih merespon positif pada hari ini. Hal itu terlihat dari penguatan bursa saham Asia, dan beberapa mata uang emerging market. Indeks Nikkei Jepang dan Kospi Korea Selatan menguat 0,7% dan 1,33%. Indeks Set Thailand juga menguat 1,3%, sementara Shanghai Composite melemah sekitar 1%.
Mata uang Asia juga mengalami penguatan, yuan China menguat 0,19%, bath Thailand dan won Korea Selatan menguat tipis-tipis 0,03% dan 0,04%. Kurs rupiah di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) juga menguat. Bahkan kurs 1 pekannya sempat menyentuh kisaran Rp 15.500-an per dolar AS.
Stimulus yang digelontorkan oleh bank sentral AS (The Fed) dan Uni Eropa, membuat sentimen pelaku pasar hari ini positif.
Setelah membabat habis suku bunganya, dan mengumumkan program pembelian aset (quantitative easing/QE) tanpa batas, The Fed Kamis (9/4/2020) waktu AS mengumumkan detail salah satu stimulusnya berupa pinjaman lunak ke dunia usaha senilai US$ 2,3 triliun.
Program yang diberi nama Main Street tersebut akan diberikan kepada perusahaan dengan jumlah tenaga kerja hingga 10.000 orang, dan pendapatan kurang dari US$ 2,5 miliar pada 2019 lalu. Pembayaran pokok dan bunga pinjaman tersebut akan ditangguhkan selama satu tahun.
Selain The Fed, Uni Eropa juga mengucurkan stimulus senilai 500 miliar euro guna membantu perekonomian yang tertekan akibat pandemi Covid-19.
Stimulus tersebut membuat pelaku pasar semakin tenang dan optimis perekonomian akan cepat bangkit setelah pandemi Covid-19 berakhir, aset-aset berisiko pun kembali diburu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/miq) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Tetapi dalam beberapa hari terakhir, penambahan jumlah kasus Covid-19 kembali menanjak.
Di Amerika Serikat (AS), negara yang menjadi episentrum baru penyebaran Covid-19, jumlah kasus baru per 9 Maret lalu naik sebesar 8% dibandingkan hari sebelumnya menjadi 427.460 kasus, berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC). Persentase tersebut naik dibandingkan hari sebelumnya sebesar 6%.
Di Italia terjadi penambahan jumlah kasus sebanyak 3.836 orang per 9 April, sehingga total menjadi 139.422 kasus. Sementara hari sebelumnya jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 3.039, berdasarkan data dari CEIC.
Spanyol, negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak di Benua Biru juga mengalami peningkatan dalam dua hari terakhir.
Jerman bahkan melaporkan peningkatan jumlah kasus dalam 4 hari terakhir, angkanya juga signifikan. Berdasarkan data dari CEIC, pada 6 April, ada penambahan 3.677 kasus atau menjadi penambahan terendah sejak 25 Maret. Tetapi setelahnya kembali mengalami peningkatan hingga 9 April sebanyak 4.974 sehingga total kasus Covid-19 di Negeri Panser sebanyak 108.202 kasus.
Laporan terbaru dari CNBC International hari ini menunjukkan jumlah kasus di Jerman bertambah lagi sebanyak 5.300 kasus.
Sementara itu, secara global, jumlah kasus Covid-19 juga mengalami kenaikan sebesar 6,12% kemarin menjadi 1.436.198 kasus berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Persentase kenaikan tersebut lebih tinggi dari hari sebelumnya 5,75%.
Meski demikian, kabar baiknya, penambahan jumlah kasus secara global sudah mencapai satu digit persentase sejak 30 Maret lalu.
Pasar setidaknya masih merespon positif pada hari ini. Hal itu terlihat dari penguatan bursa saham Asia, dan beberapa mata uang emerging market. Indeks Nikkei Jepang dan Kospi Korea Selatan menguat 0,7% dan 1,33%. Indeks Set Thailand juga menguat 1,3%, sementara Shanghai Composite melemah sekitar 1%.
Mata uang Asia juga mengalami penguatan, yuan China menguat 0,19%, bath Thailand dan won Korea Selatan menguat tipis-tipis 0,03% dan 0,04%. Kurs rupiah di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) juga menguat. Bahkan kurs 1 pekannya sempat menyentuh kisaran Rp 15.500-an per dolar AS.
Stimulus yang digelontorkan oleh bank sentral AS (The Fed) dan Uni Eropa, membuat sentimen pelaku pasar hari ini positif.
Setelah membabat habis suku bunganya, dan mengumumkan program pembelian aset (quantitative easing/QE) tanpa batas, The Fed Kamis (9/4/2020) waktu AS mengumumkan detail salah satu stimulusnya berupa pinjaman lunak ke dunia usaha senilai US$ 2,3 triliun.
Program yang diberi nama Main Street tersebut akan diberikan kepada perusahaan dengan jumlah tenaga kerja hingga 10.000 orang, dan pendapatan kurang dari US$ 2,5 miliar pada 2019 lalu. Pembayaran pokok dan bunga pinjaman tersebut akan ditangguhkan selama satu tahun.
Selain The Fed, Uni Eropa juga mengucurkan stimulus senilai 500 miliar euro guna membantu perekonomian yang tertekan akibat pandemi Covid-19.
Stimulus tersebut membuat pelaku pasar semakin tenang dan optimis perekonomian akan cepat bangkit setelah pandemi Covid-19 berakhir, aset-aset berisiko pun kembali diburu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/miq) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Most Popular