Covid-19 Plus Rupiah yang Merosot, Bikin Industri Baja Merana

Monica Wareza, CNBC Indonesia
08 April 2020 16:45
Ini membuat penjualan perseroan turun dan beban keuangan meningkat karena nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terdepresiasi.
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan produsen baja pelat merah PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) menyebut permintaan baja turun selama wabah virus corona (COVID-19). Ini membuat penjualan perseroan turun dan beban keuangan meningkat karena nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terdepresiasi.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan perusahaan belum bisa memastikan berapa besar tekanan yang mampu di-handle jika pandemi ini terus berlanjut hingga ke paruh ke dua 2020.

"Market soft. Demand menurun... Demand yang soft dan nilai kurs rupiah melemah membuat tekanan di kuartal kedua. [Setelah Juni] Saya belum bisa berandai-andai karena semua itu tergantung market. Semakin cepat urusan Covid-19 selesai semakin baik," kata Silmy kepada CNBC Indonesia, Rabu (7/4/2020).


Kondisi paling ditakutkan oleh perusahaan ini adalah tak sigapnya pemerintah dalam mempersiapkan kebijakan pasca pandemi corona selesai. Pasalnya ada potensi industri baja nasional mati dan pada akhirnya dapat merusak supply chain mulai dari hulu ke hilir.

"Yang penting lagi yang harus disiapkan pemerintah saat ini adalah kebijakan pasca Covid-19 seperti memulihkan putaran roda ekonomi khususnya pemulihan industri dalam negeri," tegasnya.

Dalam riset yang berjudul Steel industry's challenges worsened by coronavirus outbreak globally, Moody's Investors Services menyebut pandemi ini semakin memperberat kondisi operasional produsen baja secara global.

Pelemahan makroekonomi yang terjadi di setiap negara berdampak pada penurunan permintaan baja untuk industri-industri itu, seperti manufaktur, otomotif, konstruksi, dan eksplorasi minyak & gas.

Hal ini disebabkan karena konsumen utama dari baja juga tengah berjuang di tengah kondisi saat ini. Industri otomotif mengalami penurunan penjualan, diperkirakan rata-rata penurunan bisa sampai dengan 14% tahun ini dengan penurunan terbesar di kawasan Eropa Barat 21%, Amerika 15%, China 10% dan Jepang 8%.

Pengeboran minyak & gas juga mengalami kontraksi karena jatuhnya harga minyak dunia akibat perekonomian global dan perselisihan Amerika dan Rusia. Aktivitas konstruksi cenderung melambat lebih lanjut, dengan kemungkinan pembatalan.

"Resesi global yang diramalkan oleh dewan makroekonomi kita sebagai akibat dari wabah corona virus memperburuk tantangan yang dihadapi oleh pembuat baja di seluruh dunia," tulis Moody's dalam risetnya.



Namun demikian, dukungan dari pemerintah dinilai dapat membantu meredam tekanan terhadap industri ini. Sebagai contoh Amerika melakukan pelonggaran kuantitatif untuk membendung penurunan likuiditas secara keseluruhan, termasuk membeli utang korporasi tingkat investasi, mendukung pinjaman baru dan pasar kredit sekunder dan beberapa inisiatif lainnya.



[Gambas:Video CNBC]




(hps/hps) Next Article Parah! Permintaan Baja Nasional Anjlok 90%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular