Jakarta, CNBC Indonesia - Predikat 'saham defensif' memang masih layak disematkan untuk saham-saham sektor konsumer. Di tengah krisis COVID-19, penjualan produk mereka terindikasi menguat, jika mengacu pada temuan lembaga survei Nielsen.
Di kala krisis COVID-19, beberapa perusahaan membukukan kenaikan penjualan karena mereka memproduksi barang yang kian dibutuhkan oleh banyak orang. Dalam laporan berjudul 'Selected Category Reaction During COVID-19 Pandemic', Nielsen mencatat penjualan makanan dan perawatan kesehatan tercatat melonjak pada awal Maret.
Ketika Indonesia mengonfirmasi kasus pertama pasien corona strain baru, permintaan produk farmasi melonjak 48% secara mingguan, disusul produk bumbu masakan yang naik sebesar 44%. Produk perawatan rumah tangga (home care) dan perawatan tubuh (personal care) mengekor masing-masing sebesar 33% dan 28%.
 Sumber: Nielsen |
Jika dikerucutkan, di antara produk makanan teratas (paling banyak dikonsumsi masyarakat) penjualan minyak goreng tercatat meningkat tertinggi, yakni mencapai 53%. Angka ini naik konsisten dari penjualan ketika kasus corona strain baru mulai ramai di China, yang naik 30%.
Selanjutnya, ada mi goreng yang mencatatkan pertumbuhan penjualan hingga 18%, jika dibandingkan dengan tingkat penjualan periode awal (ketika krisis COVID-19 di Wuhan mewarnai pemberitaan), yakni sebesar 0%.
Data Nielsen di Indonesia itu menunjukkan tren yang berbeda dari data serupa di AS. Di pekan pertama ketika wabah COVID-19 ramai di pemberitaan AS, masyarakat Negeri Sam memborong susu bubuk dan kacang-kacangan dengan kenaikan sebesar 84,4% dan 36,9%.
Sementara itu di kategori produk non-makanan, Nielsen mencatat produk vitamin, deterjen, dan sabun menjadi produk yang paling banyak diburu konsumen Indonesia ketika kasus pertama COVID-19 mulai mewarnai pemberitaan. Ketiganya tumbuh masing-masing sebesar 80,5%, 51%, dan 41,6%.
Jika lebih dikerucutkan, produk sabun cair menjadi penyumbang utama kenaikan penjualan sabun, dengan lonjakan 285%, menurut catatan Nielsen dan ScanTrack. Penjualan produk antiseptik cair, penyuci tangan, dan vitamin juga melesat dengan kenaikan sebesar 233%, 199% dan 81% pada minggu pertama ketika COVID-19 merajai pemberitaan.
Lagi-lagi, tren di Indonesia ini berbeda dari Negeri Hollywood. Produk kesehatan yang penjualannya melonjak drastis di Negara Adidaya tersebut adalah suplai peralatan medis dan alkohol usap yang naik masing-masing sebesar 85,3% dan 65,5%.
[Gambas:Video CNBC]
Mengacu pada tren yang dipotret Nielsen tersebut, tidak berlebihan kiranya jika kita melihat adanya prospek penguatan kinerja emiten sektor konsumer, yang pada akhirnya bakal berujung pada kenakan indeks saham sektor konsumer, di mana 55 saham menjadi konstituennya.
Jika melihat bahwa penjualan makanan yang paling banyak diborong adalah bumbu masakan, minyak goreng dan mi goreng, maka pandangan kita tertuju PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan anak usahanya PT Indofood CBP Tbk (ICBP).
Indofood saat ini mengoperasikan 26 pabrik kelapa sawit dengan produk akhir salah satunya adalah minyak goreng. Penjualan divisi minyak dan lemak nabati per semester I-2019 tercatat naik 2% menjadi Rp 5,26 triliun.
Di sisi lain, ICBP adalah pemain utama mi, dengan menguasai pasar nyaris 80% dari mi nasional dan mengekspornya ke 60 negara di dunia. Per akhir tahun 2019, perseroan membukukan penjualan Rp 38,4 triliun, yang 70% di antaranya berasal dari bisnis mi instan.
Untuk produk home care dan personal care, maka PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang menjadi rajanya. Dari penjualan konsolidasi tahun lalu senilai Rp 42,9 triliun, produk home, beauty & personal care menyumbang nyaris 70% atau sekitar Rp 30 triliun.
Dari sektor farmasi, ada PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang saat ini menjadi salah satu pemain utama pasar produk kesehatan, dengan pangsa pasar sebesar 8%. Nilai penjualan divisi ini pada tahun lalu mencapai Rp 3,4 triliun, atau 2,8% dari total penjualan perseroan.
Selain mereka, ada pemain lain yang juga berpeluang meraup berkah dari krisis COVID-19, seperti PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) dengan produk herbal, PT Tempo Scan Pasific Tbk (TSPC) dan PT Darya Varya Laboratoria Tbk (DVLA) dengan produk kesehatan, serta BUMN farmasi PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF).
Menurut kompilasi data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), mayoritas emiten di sektor konsumer tersebut sahamnya terhitung anjlok sepanjang tahun berjalan (year to date/YTD), ketika wabah COVID mulai muncul dan menyerbu Indonesia.
Kenaikan harga saham emiten konsumer, yang jika mengacu pada laporan Nielsen bisa dikategorikan sebagai saham jagoan di kala krisis Corona, hanya terjadi pada tiga dari kesepuluh saham unggulan tersebut. Pertama saham SIDO yang diburu setelah manajemen baru-baru ini menyatakan ada kenaikan penjualan produk suplemen Tolak Angin.
Sementara itu, KAEF dan PEHA adalah saham BUMN yang diterpa sentimen positif menyusul seruan pembelian kembali saham (buyback). Delapan saham lain justru masih terkoreksi dan membuka peluang diburu ketika berkah Corona tercermin di dalam rilis kinerja kuartal I-2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA