Cadev Tergerus COVID-19, Rupiah Melemah ke Rp 16.400/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 April 2020 13:10
Nilai tukar rupiah mager sejak pembukaan perdagangan Selasa (7/4/2020) hingga tengah hari di level Rp 16.380/US$
Foto: Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mager sejak pembukaan perdagangan Selasa (7/4/2020) hingga tengah hari di level Rp 16.380/US$. Posisi tersebut sama dengan penutupan perdagangan awal pekan kemarin, sehingga rupiah stagnan 0%.

Baru selepas tengah hari, rupiah akhirnya masuk ke zona merah. Pada pukul 13:00 WIB, rupiah berada di level Rp 16.400/US$, melemah 0,12% di pasar spot, melansir data Refinitiv. 

Kabar bagus sebenarnya datang dari eksternal. penyebaran pandemi virus corona (COVID-19) yang mulai melambat secara global. Kabar tersebut tentunya membuat sentimen pelaku pasar membaik, dan kembali masuk ke aset-aset berisiko.

Terbukti, bursa saham Eropa melesat naik setelah Italia dan Spanyol melaporkan penurunan jumlah korban meninggal per harinya, kemudian Jerman melaporkan penurunan jumlah kasus baru yang signifikan.

Bursa saham AS (Wall Street) juga meroket, ketiga indeks utama membukukan penguatan lebih dari 7% setelah jumlah korban meninggal di New York per harinya juga mengalami penurunan.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan dalam kurun waktu 20 Januari-6 April rata-rata pertumbuhan jumlah kasus corona adalah 12.52% per hari. Sejak 24 Maret, pertumbuhan jumlah kasus baru sudah di bawah itu yakni 9,67%. Bahkan dalam delapan hari terakhir pertumbuhan kasus baru per harinya sudah satu digit. 

Penguatan bursa saham Eropa dan AS kemarin, serta Asia hari ini menjadi indikasi sentimen pelaku pasar yang mulai membaik. 



Sayangnya kabar tersebut dan membaiknya sentimen pelaku pasar belum mampu membuat rupiah menguat pada hari ini. Mata Uang Garuda justru sedikit mendapat tekanan dari rilis data cadangan devisa AS yang tergerus cukup dalam.

Bank Indonesia (BI) melaporkan data cadangan devisa (cadev) per akhir Maret 2020 sebesar US$ 121,0 miliar. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp 130,4 miliar.

Itu berarti sepanjang bulan Maret, cadangan devisa tergerus US$ 9,4 miliar, setelah bulan sebelumnya juga turun US$ 1,3 miliar.

"Posisi cadangan devisa tersebut setar30a dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai bahwa cadangan devisa saat ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah," sebut keterangan tertulis BI, Selasa (7/4/2020).

Penurunan cadangan devisa antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan keperluan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah kondisi yang di luar normal (extraordinary) karena kepanikan di pasar keuangan global dipicu pandemi COVID-19 secara cepat dan meluas ke seluruh dunia. Kepanikan pasar keuangan global dimaksud telah mendorong aliran modal keluar Indonesia dan meningkatkan tekanan rupiah khususnya pada minggu kedua dan ketiga Maret 2020.

Upaya BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah menjadi penyebab utama terkurasnya cadangan devisa. Sepanjang bulan Maret kurs rupiah jeblok 13,67%, bahkan rupiah bergerak dengan volatilitas yang sangat tinggi.

Seperti disebutkan dalam rilis tersebut, nilai tukar rupiah mengalami gejolak di pekan kedua dan ketiga Maret. Kala itu Dalam sehari, rupiah melemah lebih dari 4% hingga menyentuh level Rp 16.620/US$, mendekati level terlemah sepanjang masa Rp 16.800/US$ yang dicapai saat krisis moneter 1998.

Virus corona menjadi penyebab ambruknya nilai tukar rupiah pasar keuangan dalam negeri, bahkan pasar keuangan global. Dengan status Indonesia sebagai negara emerging market, pandemi covid-19 membuat capital ouflow yang sangat besar, rupiah pun terkapar.



Akibatnya, BI harus melakukan intervensi guna menstabilkan rupiah. Dengan kata lain, virus corona "memakan" cadangan devisa Indonesia.

BI selalu menegaskan melakukan triple intervention atau intervensi di tiga pasar yaitu spot valas, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, guna menstabilkan nilai tukar rupiah.

Intervensi BI yang paling terlihat di pasar obligasi, dimana kepemilikan SBN BI naik signifikan. Itu artinya BI membeli SBN yang dilepas oleh investor asing. Berdasarkan data DJPPR, kempemilikan BI atas SBN di akhir Maret sebesar Rp 255,1 triliun, dibandingkan posisi akhir Februari Rp 115,13 triliun.

Artinya terjadi kenaikan signifikan, sebesar 139,97 triliun sepanjang bulan Maret. Intervensi BI sukses membuat rupiah bergerak stabil, meski harus menguras cadangan devisa cukup dalam. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular