Bursa Saham Asia Hijau di Tengah Pandemi Corona, Kok Bisa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 April 2020 08:51
Corona Bisa Bikin Resesi, Risiko Masih Sangat Tinggi
Ilustrasi Bursa Saham Hong Kong (REUTERS/Bobby Yip)
Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis per pukul 07:24 WIB, jumlah pasien corona di seluruh dunia mencapai 1.273.794 orang. Korban jiwa kian bertambah menjadi 69.419 orang.

Gara-gara virus corona, aktivitas masyarakat menjadi terbatas (atau dibatasi). Kantor, pabrik, restoran, pusat perbelanjaan, tempat pariwisata, dan sebagainya ditutup untuk mencegah terjadinya kerumunan. Sebab, risiko penyebaran virus semakin tinggi seiring intensitas interaksi dan kontak antar-manusia.


Akibatnya, laju perekonomian dunia berjalan sangat lambat. Risiko yang dihadapi bukan saja perlambatan ekonomi, tetapi resesi.

Dalam riset terbarunya, Morgan Stanley memperkirakan ekonomi Amerika Serikat (AS) akan terkontraksi atau tumbuh negatif -5,5% sepanjang tahun ini. Bahkan pada kuartal II-2020 kontraksi diperkirakan bisa mencapai -38%. Wow...

Tidak hanya di AS, berbagai negara juga bakal akrab dengan kontraksi ekonomi. "Kami memperkirakan ekonomi Inggris pada kuartal II-2020 terkontraksi -15%. Lebih buruk dibandingkan saat krisis keuangan global, bahkan kala Depresi Besar," kata Andrew Wishart, Ekonom Capital Economics, seperti dikutip dari Reuters.



Oleh karena itu, risiko resesi di perekonomian global menjadi sangat nyata. Saat krisis keuangan global, negara-negara maju yang terkena dampak paling parah karena sistem keuangan yang begitu canggih dan terkoneksi.

Namun resesi yang ditimbulkan oleh virus corona akan dialami oleh seluruh negara di dunia. Bahkan dampaknya akan lebih dirasakan oleh negara miskin dan berkembang karena fasilitas kesehatan yang belum memadai dan lonjakan angka pengangguran akibat social distancing.


"Pandemi covid-19 yang menyebar dengan sangat cepat akan menyebabkan resesi global dalam skala besar. Resesi itu akan memukul negara miskin dan rentan. Kami akan merespons dengan program bantuan yang masif, terutama bagi negara-negara miskin," kata David Malpass, Presiden Bank Dunia, sebagaimana diberitakan Reuters.

Jadi, kondisi ke depan masih akan berat. Penguatan bursa saham Asia menjadi oasis di tengah gurun pasir yang panas. Namun ingat, perjalanan di gurun ini sepertinya masih akan lama dan menyakitkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular