
Duh! Rupiah ke Rp 17.000/US$, Cuma Masalah Waktu
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 April 2020 11:59

Secara teknikal, rupiah sebenarnya berpeluang menguat setelah di hari Jumat pekan lalu mengakhiri perdagangan di bawah level Rp 16.200/US$ (level tertinggi 18 Juni 1998). Selain itu indikator Stochastic yang berada di wilayah jenuh beli (overbought) dalam waktu yang cukup lama.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah jenuh beli, maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun. Dalam hal ini, dolar AS berpeluang melemah mengingat simbol perdagangan jika melawan rupiah adalah USD/IDR.
Apalagi pada perdagangan Selasa (24/3/2020), rupiah kembali membentuk pola Black Marubozu.
Begitu perdagangan Selasa dibuka, rupiah langsung menguat 0,31% ke level Rp 16.500/US$. Setelahnya penguatan rupiah semakin menebal hingga 0,6% ke Rp 16.450/US$ di akhir perdagangan.
Level pembukaan rupiah itu sekaligus menjadi titik terlemah intraday, sementara level penutupan menjadi titik terkuat rupiah pada hari Selasa. Dengan demikian, secara teknikal rupiah membentuk pola Black Marubozu.
Munculnya Black Marubozu kerap dijadikan sinyal kuat jika harga suatu instrument akan mengalami penurun lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah. Dengan kata lain, rupiah berpotensi melanjutkan penguatan.
Kemudian pada Jumat (27/3/2020) lalu rupiah juga membentuk pola Dravestone Doji, di mana harga pembukaan sama dengan harga penutupan perdagangan, dengan ekor yang panjang di atas. Pola yang sama juga terbentuk Selasa (31/3/2020).
Pola ini kerap kali dijadikan sinyal jika harga suatu instrumen akan berbalik turun, dalam hal ini USD/IDR bergerak turun atau rupiah menguat melawan dolar AS.
Tetapi sayangnya pandemi COVID-19 terus mempengaruhi sentimen pelaku pasar yang membuat rupiah sulit menguat. Faktor fundamental memang akan lebih mempengaruhi pergerakan rupiah selama pandemi COVID-19 belum bisa dihentikan.
Rupiah sejak hari Selasa lalu bergerak di atas Rp 16.200/US$, yang bisa menjadi kunci pergerakan rupiah secara teknikal. Selama tertahan di atas level tersebut, pelemahan rupiah berpotensi berlanjut, menuju Rp Rp16.500 sampai Rp 16.620/US$.
Ke depannya jika dua level tersebut mulus dilewati, rupiah berisiko mencapai level terlemah sepanjang sejarah Rp 16.800/US$, bahkan sampai Rp 17.000/US$.
Sementara jika kembali ke bawah US$ 16.200, peluang penguatan rupiah kembali terbuka menuju Rp 16.000 sampai Rp 15.900/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah jenuh beli, maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun. Dalam hal ini, dolar AS berpeluang melemah mengingat simbol perdagangan jika melawan rupiah adalah USD/IDR.
Apalagi pada perdagangan Selasa (24/3/2020), rupiah kembali membentuk pola Black Marubozu.
Level pembukaan rupiah itu sekaligus menjadi titik terlemah intraday, sementara level penutupan menjadi titik terkuat rupiah pada hari Selasa. Dengan demikian, secara teknikal rupiah membentuk pola Black Marubozu.
![]() Sumber: Refinitiv |
Munculnya Black Marubozu kerap dijadikan sinyal kuat jika harga suatu instrument akan mengalami penurun lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah. Dengan kata lain, rupiah berpotensi melanjutkan penguatan.
Kemudian pada Jumat (27/3/2020) lalu rupiah juga membentuk pola Dravestone Doji, di mana harga pembukaan sama dengan harga penutupan perdagangan, dengan ekor yang panjang di atas. Pola yang sama juga terbentuk Selasa (31/3/2020).
Pola ini kerap kali dijadikan sinyal jika harga suatu instrumen akan berbalik turun, dalam hal ini USD/IDR bergerak turun atau rupiah menguat melawan dolar AS.
Tetapi sayangnya pandemi COVID-19 terus mempengaruhi sentimen pelaku pasar yang membuat rupiah sulit menguat. Faktor fundamental memang akan lebih mempengaruhi pergerakan rupiah selama pandemi COVID-19 belum bisa dihentikan.
Rupiah sejak hari Selasa lalu bergerak di atas Rp 16.200/US$, yang bisa menjadi kunci pergerakan rupiah secara teknikal. Selama tertahan di atas level tersebut, pelemahan rupiah berpotensi berlanjut, menuju Rp Rp16.500 sampai Rp 16.620/US$.
Ke depannya jika dua level tersebut mulus dilewati, rupiah berisiko mencapai level terlemah sepanjang sejarah Rp 16.800/US$, bahkan sampai Rp 17.000/US$.
Sementara jika kembali ke bawah US$ 16.200, peluang penguatan rupiah kembali terbuka menuju Rp 16.000 sampai Rp 15.900/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular