Kuartal I: Bursa RI Guncang & Ditinggal Asing, IHSG Drop 28%

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
01 April 2020 15:07
Kuartal I: Bursa RI Guncang & Ditinggal Asing, IHSG Drop 28%
Foto: IHSG Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib malang menimpa pasar saham tanah air. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang kuartal pertama sangat jauh dari kata memuaskan.

Pada kuartal pertama tahun 2020, IHSG sudah terkoreksi 27,95%. Pasar saham tanah air pun ditinggalkan oleh investor. Investor asing masih menjaga jarak dengan bursa saham RI. Lihat saja hanya dalam tiga bulan awal 2020, investor asing membukukan aksi jual bersih senilai Rp 10,3 triliun.

Jika dibandingkan dengan indeks saham global, IHSG memiliki kinerja yang paling buruk. Pada Q120, indeks S&P 500 ambles 20,7%, Euro STOXX600 turun 23,7%, MSCI Asia ex Japan (MSCI AxJ) minus 21,8% dan TOPIX terkoreksi 18,5%.



Berbeda dengan bursa saham global, di sepanjang kuartal pertama tahun ini, IHSG belum mencicipi penguatan yang signifikan. Mega skandal kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan hingga Rp 16 triliun dan merembet ke industri reksadana menjadi sentimen negatif yang memberatkan kinerja bursa saham tanah air.

Belum juga mencicipi penguatan yang berarti, pasar saham RI harus ikut kena terpaan aksi jual besar-besaran akibat merebaknya wabah corona (COVID-19).


Jumlah kasus di seluruh dunia hingga kemarin sudah mencapai 857 ribu lebih. Hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan wabah sudah menyebar ke lebih dari 189 negara.

Jumlah kasus yang bertambah signifikan dan menjangkiti negara di seluruh dunia membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan wabah ini sebagai pandemi pada 11 Maret lalu.

Untuk mencegah transmisi penyebaran virus yang semakin meluas, berbagai negara mulai meniru langkah China dengan lockdown. Mulai dari Italia, Spanyol, India, Malaysia, Filipina semuanya sudah menerapkan lockdown.

Namun lockdown memiliki konsekuensi yang tidak murah. Orang yang diminta untuk tetap tinggal di rumah dan pabrik tidak beroperasi membuat rantai pasok global terdisrupsi. Tak hanya itu, permintaan global juga ikut terancam merosot tajam.

Kekhawatiran akan resesi global kian nyata. The Economist Intelligent Unit memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan terkontraksi sebesar 2,2% pada 2020. Resesi sudah di depan mata.

[Gambas:Video CNBC]



Akibat pandemi ini, bank sentral global ramai-ramai melonggarkan kebijakan moneternya. Bahkan bank sentral AS, The Fed memangkas suku bunga acuan hingga ke kisaran 0-0,25%. Tak cukup sampai di situ saja, The Fed juga membeli aset-aset keuangan seperti obligasi pemerintah AS, efek beragun aset properti (RMBS), obligasi korporasi beserta ETF-nya dengan nilai tak terbatas.

Pemerintah AS juga pekan lalu menggelontorkan paket stimulus ekonomi jumbo yang nilainya sebesar US$ 2,2 miliar atau setara dengan 10% dari output perekonomian Paman Sam. Stimulus fiskal dan moneter besar-besaran tersebut cukup mampu meredam ketakutan pasar. Usai itu, risk appetite investor kembali muncul.

Dari dalam negeri, baik stimulus fiskal maupun moneter juga digelontorkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia. Namun tak mampu mengangkat kinerja IHSG dengan signifikan. IHSG masih jadi yang paling boncos jika dibandingkan dengan kinerja bursa saham global lain.

Saham-saham blue chip dan big-cap di tanah air diobral murah. Bahkan dua dari 10 saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di bursa saham tanah air terkoreksi hingga 50% yakni emiten perbankan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan emiten milik Prajogo Pangestu PT Barito Pasific Tbk (BRPT). Keduanya kini sudah terdepak dari klasemen 10 saham big cap di tanah air.



Tak hanya saham-saham big cap saja yang diobral murah. Saham-saham emiten pelat merah juga ikut tekanan jual besar-besaran. Sebanyak 11 dari 20 emiten BUMN, harga sahamnya sudah terkoreksi lebih dari 50%.



Sementara itu, saham-saham BUMN dari industri farmasi yakni PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) justru mencatatkan apresiasi masing-masing sebesar 13,1% dan 4,1% pada Q120 karena mendapat sentimen positif dari adanya wabah COVID-19.

Namun akibat koreksi yang signifikan pada harga saham-saham BUMN, indeks BUMN20 memiliki kinerja yang lebih buruk dari IHSG. Transaksi di bursa saham tanah air pun bisa dibilang sepi. Rata-rata transaksi harian di bursa efek pada kuartal pertama tahun ini hanya Rp 6,9 triliun. Sementara di sepanjang tahun lalu rata-rata transaksi per harinya mencapai Rp 9,1 triliun.



Tak bisa dipungkiri, wabah COVID-19 yang juga terus merebak di tanah air menjadi ancaman terbesar bagi perekonomian dalam negeri. Pasar keuangan pun goncang dibuatnya. Kuartal pertama tahun 2020 memang merupakan masa yang sulit terutama bagi pasar saham tanah air.






TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular