
Efek Stimulus Jokowi Hanya Sesaat, Bursa Saham RI Merah Lagi
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
01 April 2020 14:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Usai ditutup menguat pada sesi pertama perdagangan hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung anjlok di sesi kedua. Stimulus ekonomi Jokowi hanya bertahan singkat.
Pada Rabu (1/3/2020), IHSG dibuka menguat 2% lebih di awal perdagangan. Namun penguatan tersebut gagal dipertahankan dan IHSG memangkas penguatannya serta mengakhiri sesi I perdagangan di 4.555,345 atau menguat 0,36%.
Berdasarkan data RTI nilai transaksi sepanjang sesi I sebesar Rp 2,1 triliun dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 71,07 miliar di pasar reguler dan non-reguler.
Guna memerangi COVID-19, Presiden Joko Widodo kemarin mengumumkan stimulus senilai Rp 405,1 triliun yang akan digunakan untuk dana kesehatan Rp 75 triliun, jaring pengaman sosial atau sosial safety net (SSN) Rp 110 triliun, insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat Rp 70,1 triliun
Termasuk Rp 150 triliun yang dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
"Termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi," jelas Jokowi, Selasa (31/3/2020). Stimulus dari Jokowi tersebut cukup manjur, IHSG berhasil menguat di sesi I meski mendapat sentimen negatif dari dalam dan luar negeri.
Namun pada sesi kedua ini, IHSG langsung anjlok dalam. Pada pukul 13.50 WIB atau 20 menit selang pembukaan perdagangan sesi II, IHSG berada di level 4.458,58 atau terkoreksi 1,77%. Investor asing membukukan aksi jual bersih senilai Rp 48,77 miliar.
Sentimen negatif yang datang dari dalam negeri tak mampu membuat euforia stimulus Jokowi bertahan lama. Kabar buruk tersebut berasal dari pengumuman pemerintah yang memperkirakan bahwa ekonomi dalam negeri bisa terkontraksi akibat pandemic corona.
"Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi akan turun ke 2,3 persen, bahkan skenario lebih buruk minus 0,4 persen," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah video conference hari ini (1/4).
Lebih lanjut mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut juga menuturkan pandemi COVID-19 mengakibatkan kegiatan ekonomi menurun, bahkan berpotensi menekan lembaga finansial. Hal ini terjadi lantaran ada potensi sejumlah kredit yang tak bisa dibayarkan oleh masyarakat akibat terdampak wabah.
Selain itu, dari sisi nilai tukar rupiah diprediksi bisa tembus Rp 20.000 per dolar AS dalam skenario sangat berat. Sementara skenario berat kurs bisa dibanderol Rp 17.500 per dolar AS di tahun ini.
Dari dalam negeri, pandemi COVID-19 sudah menunjukkan dampak negatif ke sektor riil, aktivitas sektor manufaktur mengalami kontraksi di bulan Maret. Aktivitas industri dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur, yang menggambarkan pembelian bahan baku/penolong dan barang modal yang akan digunakan untuk proses produksi pada masa mendatang.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal, di atas 50 berarti industri sedang ekspansif sementara di bawah 50 artinya kontraktif alias mengkerut. IHS Markit melaporkan PMI Indonesia Maret 2020 adalah 45,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,9 sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI yang dimulai pada April 2011. Itu artinya sektor manufaktur RI sudah mulai menurunkan hingga menghentikan produksinya akibat pandemi COVID-19.
Untuk sementara ini, IHSG masih mencatatkan koreksi sebesar 27,95% sejak awal tahun dan investor asing juga masih jaga jarak dengan bursa saham RI. Hal ini terlihat dari aksi net sell yang mencapai lebih dari Rp 10 triliun sejak awal tahun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/hps) Next Article Kuartal I: Bursa RI Guncang & Ditinggal Asing, IHSG Drop 28%
Pada Rabu (1/3/2020), IHSG dibuka menguat 2% lebih di awal perdagangan. Namun penguatan tersebut gagal dipertahankan dan IHSG memangkas penguatannya serta mengakhiri sesi I perdagangan di 4.555,345 atau menguat 0,36%.
Berdasarkan data RTI nilai transaksi sepanjang sesi I sebesar Rp 2,1 triliun dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 71,07 miliar di pasar reguler dan non-reguler.
"Termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi," jelas Jokowi, Selasa (31/3/2020). Stimulus dari Jokowi tersebut cukup manjur, IHSG berhasil menguat di sesi I meski mendapat sentimen negatif dari dalam dan luar negeri.
Namun pada sesi kedua ini, IHSG langsung anjlok dalam. Pada pukul 13.50 WIB atau 20 menit selang pembukaan perdagangan sesi II, IHSG berada di level 4.458,58 atau terkoreksi 1,77%. Investor asing membukukan aksi jual bersih senilai Rp 48,77 miliar.
Sentimen negatif yang datang dari dalam negeri tak mampu membuat euforia stimulus Jokowi bertahan lama. Kabar buruk tersebut berasal dari pengumuman pemerintah yang memperkirakan bahwa ekonomi dalam negeri bisa terkontraksi akibat pandemic corona.
"Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi akan turun ke 2,3 persen, bahkan skenario lebih buruk minus 0,4 persen," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah video conference hari ini (1/4).
Lebih lanjut mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut juga menuturkan pandemi COVID-19 mengakibatkan kegiatan ekonomi menurun, bahkan berpotensi menekan lembaga finansial. Hal ini terjadi lantaran ada potensi sejumlah kredit yang tak bisa dibayarkan oleh masyarakat akibat terdampak wabah.
Selain itu, dari sisi nilai tukar rupiah diprediksi bisa tembus Rp 20.000 per dolar AS dalam skenario sangat berat. Sementara skenario berat kurs bisa dibanderol Rp 17.500 per dolar AS di tahun ini.
Dari dalam negeri, pandemi COVID-19 sudah menunjukkan dampak negatif ke sektor riil, aktivitas sektor manufaktur mengalami kontraksi di bulan Maret. Aktivitas industri dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur, yang menggambarkan pembelian bahan baku/penolong dan barang modal yang akan digunakan untuk proses produksi pada masa mendatang.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal, di atas 50 berarti industri sedang ekspansif sementara di bawah 50 artinya kontraktif alias mengkerut. IHS Markit melaporkan PMI Indonesia Maret 2020 adalah 45,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,9 sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI yang dimulai pada April 2011. Itu artinya sektor manufaktur RI sudah mulai menurunkan hingga menghentikan produksinya akibat pandemi COVID-19.
Untuk sementara ini, IHSG masih mencatatkan koreksi sebesar 27,95% sejak awal tahun dan investor asing juga masih jaga jarak dengan bursa saham RI. Hal ini terlihat dari aksi net sell yang mencapai lebih dari Rp 10 triliun sejak awal tahun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/hps) Next Article Kuartal I: Bursa RI Guncang & Ditinggal Asing, IHSG Drop 28%
Most Popular