Defisit APBN Jadi 5%, Moody's: Perkuat Kepercayaan Investor
Monica Wareza, CNBC Indonesia
01 April 2020 13:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Moody's Investors Service menilai kebijakan pemerintah menaikkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terhadap GDP menjadi 5,07% dapat mempertahankan kepercayaan investor terhadap pemerintah.
Wakil Presiden sekaligus Analis Senior Sovereign Risk Group Moody's Investors Service Anushka Shah mengatakan kebijakan pemerintah menaikkan defisit APBN terhadap GDP akan menambah ruang fiskal yang lebih besar. Namun pemanfaatannya bergantung pada kedisiplinan pemerintah dalam penerapan kebijakan tersebut.
"Sementara defisit 5,0% masih akan di bawah Baa-median 3,6%, saat kembali ke target defisit asli pada tahun 2023, sebagaimana ditetapkan, akan menjadi pertimbangan penting untuk disiplin fiskal dan akan mempertahankan kepercayaan investor secara keseluruhan," kata Anushka, Rabu (1/4/2020).
Dia menjelaskan, kebijakan ini dinilai positif lantaran ditujukan untuk membendung penurunan neraca perusahaan dan mendukung konsumsi swasta. Hal ini akan berdampak pada kondisi rupiah dan harga obligasi yang terus turun selama beberapa waktu terakhir.
Kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 bisa mencapai 5,07% dari produk domestik bruto (PDB).
Proyeksi ini yang menjadi dasar pemerintah untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) agar defisit APBN tidak melebihi batas yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara sebesar 3% dari PDB.
"Perppu untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit yang diperkirakan akan mencapai 5,07%. Karena itu perlu relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3%," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020).
Jokowi memastikan relaksasi tersebut hanya diberikan selama 3 tahun mulai tahun anggaran 2020 hingga 2022 mendatang. Setelah itu, pemerintah akan kembali menggunakan batas defisit 3%.
(hps/hps) Next Article Duh, APBN Januari 2020 Defisit Rp 36 Triliun
Wakil Presiden sekaligus Analis Senior Sovereign Risk Group Moody's Investors Service Anushka Shah mengatakan kebijakan pemerintah menaikkan defisit APBN terhadap GDP akan menambah ruang fiskal yang lebih besar. Namun pemanfaatannya bergantung pada kedisiplinan pemerintah dalam penerapan kebijakan tersebut.
"Sementara defisit 5,0% masih akan di bawah Baa-median 3,6%, saat kembali ke target defisit asli pada tahun 2023, sebagaimana ditetapkan, akan menjadi pertimbangan penting untuk disiplin fiskal dan akan mempertahankan kepercayaan investor secara keseluruhan," kata Anushka, Rabu (1/4/2020).
Dia menjelaskan, kebijakan ini dinilai positif lantaran ditujukan untuk membendung penurunan neraca perusahaan dan mendukung konsumsi swasta. Hal ini akan berdampak pada kondisi rupiah dan harga obligasi yang terus turun selama beberapa waktu terakhir.
Kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 bisa mencapai 5,07% dari produk domestik bruto (PDB).
Proyeksi ini yang menjadi dasar pemerintah untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) agar defisit APBN tidak melebihi batas yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara sebesar 3% dari PDB.
"Perppu untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit yang diperkirakan akan mencapai 5,07%. Karena itu perlu relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3%," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020).
Jokowi memastikan relaksasi tersebut hanya diberikan selama 3 tahun mulai tahun anggaran 2020 hingga 2022 mendatang. Setelah itu, pemerintah akan kembali menggunakan batas defisit 3%.
(hps/hps) Next Article Duh, APBN Januari 2020 Defisit Rp 36 Triliun
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular