Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 April 2020 09:49
Pandemi virus corona (COVID-19) masih memberikan dampak buruk ke rupiah, arus modal asing keluar (capital outflow) terus terjadi.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura kembali memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah pada perdagangan Selasa (31/3/2020) kemarin. Pandemi virus corona (COVID-19) masih memberikan dampak buruk ke rupiah, arus modal asing keluar (capital outflow) terus terjadi.

Kurs dolar Singapura kemarin sempat menguat 0,37% ke level Rp 11.506,32/SG$, yang menjadi rekor termahal sepanjang sejarah. Memecahkan rekor sebelumnya Rp 11.490,23 yang dicapai di awal pekan. 

Sementara pada hari ini, Rabu (1/4/2020), dolar Singapura terkoreksi di level Rp 11.460,67 pada pukul 9:10 WIB.



Pandemi COVID-19 masih terus menjadi pemicu aksi jual di pasar keuangan RI sehingga memicu capital outflow. Sebagai negara emerging market, aset-aset di dalam negeri tentunya dianggap lebih berisiko ketika perekonomian global terancam resesi akibat COVID-19.

Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE, hingga pagi ini kasus COVID-19 sudah "menyerang" 180 negara/wilayah, dengan lebih dari 850.000 terjangkit, 42.032 orang meninggal dunia dan 177.857 dinyatakan sembuh.

Sementara di Indonesia hingga Selasa kemarin sudah ada 1.528 kasus positif COVID-19, dengan 136 orang meninggal dunia dan 81 sembuh.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat memberikan update tentang kondisi perekonomian terkini Selasa siang mengatakan dana asing masih pergi dari pasar Indonesia. Ia mengatakan, terjadi outflow atau aliran dana asing keluar hingga Rp 145,1 triliun.

"Terdiri dari outflow Rp 131,1 triliun di pasar SBN dan Rp 9,9 triliun di pasar saham," katanya.



Sementara itu, dampak COVID-19 ke sektor riil di dalam negeri sudah mulai terlihat, aktivitas sektor manufaktur mengalami kontraksi di bulan Maret.

Aktivitas industri dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur, yang menggambarkan pembelian bahan baku/penolong dan barang modal yang akan digunakan untuk proses produksi pada masa mendatang. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal, di atas 50 berarti industri sedang ekspansif sementara di bawah 50 artinya kontraktif alias mengkerut.

IHS Markit melaporkan PMI Indonesia Maret 2020 adalah 45,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,9 sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI yang dimulai pada April 2011.

Itu artinya sektor manufaktur RI sudah mulai menurunkan hingga menghentikan produksinya akibat pandemi COVID-19. Rupiah pun berisiko semakin tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]




(pap/tas) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular