
Review IHSG: Trading Halt & Kenaikan Terbesar Sejak 1999
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 March 2020 15:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan lalu layak diapresiasi. Walaupun di awal pekan sempat mencatat kinerja buruk. Pandemi Covid-19 terus memberikan tekanan ke pasar saham, sementara gelontoran stimulus jumbo dari Amerika Serikat (AS) mampu membuat IHSG melesat tinggi.
Pada perdagangan Senin (23/3/2020) perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) harus dihentikan sementara selama 30 menit (trading halt) setelah ambles 5,01% sekitar 70 menit sebelum penutupan perdagangan.
Performa buruk IHSG kembali berlanjut pada perdagangan Selasa (24/3/2020). Bahkan saat bursa saham Asia lainnya menghijau IHSG justru melemah sendirian hingga ke level terlemah sejak Agustus 2013, meski tidak sampai mengalami trading halt lagi.
Sempat libur Hari Raya Nyepi pada hari Rabu, IHSG langsung terbang tinggi hingga 11% pada perdagangan Kamis. Meski sedikit terpangkas di akhir perdagangan menjadi 10,19%, cukup bagi IHSG membukukan persentase kenaikan terbesar dalam 21 tahun terakhir atau tepatnya sejak sejak 8 Juni 1999. Sementara rekor persentase kenaikan terbesar IHSG tercatat pada 2 Februari 1998 ketika melesat 14,03%, berdasarkan data Refinitiv.
Pada perdagangan Jumat, IHSG masih menanjak meski tidak sebesar perdagangan sebelumnya. Dengan 2 hari perdagangan melemah dan 2 hari perdagangan menguat, sepanjang pekan ini IHSG total mencatat penguatan 8,76%, dan menjauhi level terendah di sejak Agustus 2013.
Pandemi Covid-19 masih menjadi penekan utama bursa saham global.
Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE hingga saat ini sudah lebih dari 170 negara yang terpapar Covid-19, lebih dari 665.000 orang terinfeksi, dengan 30.852 orang meninggal dunia, dan lebih dari 140.000 sembuh.
Di Indonesia hingga saat ini sudah ada 1.155 kasus positif Covid-19 dengan 102 orang meninggal dunia, dan 59 sembuh.
Banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) guna meredam penyebaran virus corona, sehingga aktivitas ekonomi merosot tajam. Akibatnya, perekonomian global melambat signifikan, resesi di beberapa negara bukan lagi kemungkinan, tetapi pasti.
Lembaga pemeringkat internasional, Moody's Investor Services memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia atau G-20, akan terkontraksi tajam di tahun ini.
"Ekonomi negara G-20 akan mengalami guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada paruh pertama tahun ini dan akan berkontraksi pada tahun 2020 secara keseluruhan," tulis Moody's, dalam riset bertajuk Global Macro Outlook 2020-21, dikutip Kamis (26/3/2020).
Moody's memperkirakan, PBD riil sepanjang tahun 2020 dari negara-negara G-20 secara rata-rata akan minus 0,5%, jauh di bawah perkiraan pada proyeksi awal November lalu dengan estimasi pertumbuhan sebesar 2,6%.
Dampaknya, aksi jual di bursa saham global tak terelakkan.
Guna memerangi Covid-19 dan meminimalisir dampaknya ke perekonomian, bank sentral dan pemerintah negara-negara yang terpapar menggelontorkan stimulus moneter dan fiskal. Stimulus dengan nilai fantastis dari AS di pekan ini mampu membuat bursa saham global melesat termasuk IHSG.
Pemerintah AS dan Senat menyepakati paket stimulus senilai US$ 2 triliun. Nilai tersebut dua kali lipat dibandingkan nilai perekonomian Indonesia. Pada Jumat waktu AS, Presiden AS Donald Trump menandatangani undang-undang sehingga pemerintah AS bisa menggelontorkan stimulus senilai US$ 2 triliun guna memerangi Covid-19. Nilai stimulus tersebut sangat jumbo, dua kali nilai ekonomi Indonesia.
Dengan nilai sebesar itu, sebesar US$ 117 miliar dialokasikan untuk rumah sakit dan US$ 16 untuk persediaan farmasi dan kelengkapan alat kesehatan nasional.
Selain itu, bantuan langsung tunai (BLT) juga dikucurkan sebesar US$ 1.200 per orang atau US$ 2.400 jika berpasangan dan tambahan US$ 500 untuk setiap anak. Bantuan ini hanya diperuntukkan untuk penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 75.000/tahun.
Kemudian memberikan hibah untuk industri maskapai penerbangan maupun pengangkutan masing-masing senilai US$ 25 miliar dan US$ 4 miliar yang dialokasikan untuk membayar upah, gaji, dan tunjangan karyawan. Tidak lupa juga menyisihkan US$ 25 miliar dan US$ 4 miliar yang digunakan sebagai pinjaman maupun jaminan pinjaman.
bantuan juga diberikan dalam bentuk pinjaman ke UKM senilai US$ 350 miliar untuk membayar upah. Masih banyak lagi peruntukan stimulus tersebut, termasuk untuk menangguhkan Pajak Penghasilan (PPh) pengusaha dengan kewajiban membayar setengahnya pada akhir 2021, dan setengahnya lagi pada 2022.
Stimulus jumbo dari AS tersebut sukses mengangkat kinerja bursa saham global, termasuk IHSG di pekan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah
Pada perdagangan Senin (23/3/2020) perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) harus dihentikan sementara selama 30 menit (trading halt) setelah ambles 5,01% sekitar 70 menit sebelum penutupan perdagangan.
Performa buruk IHSG kembali berlanjut pada perdagangan Selasa (24/3/2020). Bahkan saat bursa saham Asia lainnya menghijau IHSG justru melemah sendirian hingga ke level terlemah sejak Agustus 2013, meski tidak sampai mengalami trading halt lagi.
Sempat libur Hari Raya Nyepi pada hari Rabu, IHSG langsung terbang tinggi hingga 11% pada perdagangan Kamis. Meski sedikit terpangkas di akhir perdagangan menjadi 10,19%, cukup bagi IHSG membukukan persentase kenaikan terbesar dalam 21 tahun terakhir atau tepatnya sejak sejak 8 Juni 1999. Sementara rekor persentase kenaikan terbesar IHSG tercatat pada 2 Februari 1998 ketika melesat 14,03%, berdasarkan data Refinitiv.
Pada perdagangan Jumat, IHSG masih menanjak meski tidak sebesar perdagangan sebelumnya. Dengan 2 hari perdagangan melemah dan 2 hari perdagangan menguat, sepanjang pekan ini IHSG total mencatat penguatan 8,76%, dan menjauhi level terendah di sejak Agustus 2013.
Pandemi Covid-19 masih menjadi penekan utama bursa saham global.
Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE hingga saat ini sudah lebih dari 170 negara yang terpapar Covid-19, lebih dari 665.000 orang terinfeksi, dengan 30.852 orang meninggal dunia, dan lebih dari 140.000 sembuh.
Di Indonesia hingga saat ini sudah ada 1.155 kasus positif Covid-19 dengan 102 orang meninggal dunia, dan 59 sembuh.
Banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) guna meredam penyebaran virus corona, sehingga aktivitas ekonomi merosot tajam. Akibatnya, perekonomian global melambat signifikan, resesi di beberapa negara bukan lagi kemungkinan, tetapi pasti.
Lembaga pemeringkat internasional, Moody's Investor Services memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia atau G-20, akan terkontraksi tajam di tahun ini.
"Ekonomi negara G-20 akan mengalami guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada paruh pertama tahun ini dan akan berkontraksi pada tahun 2020 secara keseluruhan," tulis Moody's, dalam riset bertajuk Global Macro Outlook 2020-21, dikutip Kamis (26/3/2020).
Moody's memperkirakan, PBD riil sepanjang tahun 2020 dari negara-negara G-20 secara rata-rata akan minus 0,5%, jauh di bawah perkiraan pada proyeksi awal November lalu dengan estimasi pertumbuhan sebesar 2,6%.
Dampaknya, aksi jual di bursa saham global tak terelakkan.
Guna memerangi Covid-19 dan meminimalisir dampaknya ke perekonomian, bank sentral dan pemerintah negara-negara yang terpapar menggelontorkan stimulus moneter dan fiskal. Stimulus dengan nilai fantastis dari AS di pekan ini mampu membuat bursa saham global melesat termasuk IHSG.
Pemerintah AS dan Senat menyepakati paket stimulus senilai US$ 2 triliun. Nilai tersebut dua kali lipat dibandingkan nilai perekonomian Indonesia. Pada Jumat waktu AS, Presiden AS Donald Trump menandatangani undang-undang sehingga pemerintah AS bisa menggelontorkan stimulus senilai US$ 2 triliun guna memerangi Covid-19. Nilai stimulus tersebut sangat jumbo, dua kali nilai ekonomi Indonesia.
Dengan nilai sebesar itu, sebesar US$ 117 miliar dialokasikan untuk rumah sakit dan US$ 16 untuk persediaan farmasi dan kelengkapan alat kesehatan nasional.
Selain itu, bantuan langsung tunai (BLT) juga dikucurkan sebesar US$ 1.200 per orang atau US$ 2.400 jika berpasangan dan tambahan US$ 500 untuk setiap anak. Bantuan ini hanya diperuntukkan untuk penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 75.000/tahun.
Kemudian memberikan hibah untuk industri maskapai penerbangan maupun pengangkutan masing-masing senilai US$ 25 miliar dan US$ 4 miliar yang dialokasikan untuk membayar upah, gaji, dan tunjangan karyawan. Tidak lupa juga menyisihkan US$ 25 miliar dan US$ 4 miliar yang digunakan sebagai pinjaman maupun jaminan pinjaman.
bantuan juga diberikan dalam bentuk pinjaman ke UKM senilai US$ 350 miliar untuk membayar upah. Masih banyak lagi peruntukan stimulus tersebut, termasuk untuk menangguhkan Pajak Penghasilan (PPh) pengusaha dengan kewajiban membayar setengahnya pada akhir 2021, dan setengahnya lagi pada 2022.
Stimulus jumbo dari AS tersebut sukses mengangkat kinerja bursa saham global, termasuk IHSG di pekan ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah
Most Popular