
Saat COVID-19 Menganas, Harga Batu Bara Melesat Lagi Kemarin
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
27 March 2020 10:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara mengalami penguatan pada penutupan perdagangan kemarin, Kamis (26/3/2020) kala pandemi virus corona atau COVID-19 makin menjadi-jadi.
Harga batu bara kontrak futures ICE Newcastle (Australia) dengan nilai kalori 6.000 Kcal/Kg kemarin di tutup menguat 2,04% ke level US$ 70,15/ton. Sementara itu harga batu bara kontrak futures Indonesia yang berkalori 4.200 Kcal/Kg juga menguat 1,86% ke US$ 23,02/ton.
Namun jika dilihat secara tren, harga batu bara kontrak Australia dan Indonesia bergerak tak seirama. Harga batu bara Australia cenderung stabil sementara koreksi harga justru terjadi pada harga batu bara kontrak acuan Indonesia di saat yang sama.
Pandemi yang sekarang menginfeksi lebih dari 531.000 orang tersebut telah menyebabkan dinamika di pasar, terutama pasar batu bara Asia Pasifik.
Ekspor batu bara Indonesia dalam beberapa bulan terakhir sudah mencapai 30 juta ton dengan 60% dari total ekspor disumbang oleh China dan India. Kinerja impor batu bara kedua negara tergolong baik di awal tahun.
China yang menghadapi wabah harus rela menetapkan kebijakan lockdown untuk mencegah penyebaran virus semakin meluas. Akibatnya aktivitas bisnis termasuk pertambangan batu bara terganggu. Hal ini memicu China untuk lebih banyak mengimpor batu bara guna memenuhi kebutuhan domestiknya.
Sementara itu, impor India dari Indonesia juga cenderung stabil pada periode dua bulan pertama tahun ini akibat peningkatan output listrik di pembangkit di wilayah pesisir India. Namun impor batu bara India dari Indonesia berpotensi turun bulan ini dan beberapa waktu ke depan mengingat India menetapkan kebijakan lockdown.
Lockdown menjadi ancaman terbesar untuk permintaan batu bara mengingat konsumsi listrik untuk sektor industri menjadi menurun. Belum lagi ditambah stok batu bara di pembangkit listrik dan tambang juga telah meningkat. Surat kabar Business Standard melaporkan pada 24 Maret bahwa persediaan di atas 100 juta ton, dengan stok di pembangkit mencapai rekor 41,4 juta ton.
Tingginya stok ditambah dengan perlambatan tajam dalam kegiatan ekonomi berarti impor batu bara India kemungkinan akan tergelincir dalam beberapa bulan mendatang, terutama dari Indonesia.
Sementara itu, harga batu bara kontrak Australia cenderung stabil karena Australia hampir tidak memasok batu bara termal ke India. Australia memasok batu bara kokas ke India yang digunakan dalam pembuatan baja.
Pasar utama untuk batu bara termal Australia adalah Cina, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Data Refinitiv menunjukkan keempat pasar ini mengimpor 26,8 juta ton batu bara termal dan kokas dari Australia pada Januari dan total Februari 21,22 juta, naik dari 20,1 juta pada bulan yang sama tahun lalu.
Dengan wabah COVID-19 yang tampaknya sudah dapat diatasi oleh China dan Taiwan, dan kemajuan yang dibuat di Jepang dan Korea Selatan, ada kemungkinan bahwa impor batu bara mereka akan cenderung stabil dalam beberapa bulan mendatang.
Dengan asumsi tidak ada shock dari sisi suplai seperti terpaksa ditutupnya tambang di Australia untuk memerangi virus corona, maka harga seharusnya tidak akan terlalu jatuh. Namun tidak ada outlook bullish untuk harga batu bara termal Australia mengingat perekonomian global masih dibayangi oleh perlambatan akibat wabah
Eksposur yang jauh lebih besar ke pasar India membuat harga batu bara Indonesia menjadi lebih terancam, dan akan tetap demikian sampai jelas bahwa importir batu bara terbesar kedua di dunia telah berhasil mengalahkan wabah COVID-19
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Ukur Sentimen Pendorong Koreksi Harga Batu Bara
Harga batu bara kontrak futures ICE Newcastle (Australia) dengan nilai kalori 6.000 Kcal/Kg kemarin di tutup menguat 2,04% ke level US$ 70,15/ton. Sementara itu harga batu bara kontrak futures Indonesia yang berkalori 4.200 Kcal/Kg juga menguat 1,86% ke US$ 23,02/ton.
Namun jika dilihat secara tren, harga batu bara kontrak Australia dan Indonesia bergerak tak seirama. Harga batu bara Australia cenderung stabil sementara koreksi harga justru terjadi pada harga batu bara kontrak acuan Indonesia di saat yang sama.
Ekspor batu bara Indonesia dalam beberapa bulan terakhir sudah mencapai 30 juta ton dengan 60% dari total ekspor disumbang oleh China dan India. Kinerja impor batu bara kedua negara tergolong baik di awal tahun.
China yang menghadapi wabah harus rela menetapkan kebijakan lockdown untuk mencegah penyebaran virus semakin meluas. Akibatnya aktivitas bisnis termasuk pertambangan batu bara terganggu. Hal ini memicu China untuk lebih banyak mengimpor batu bara guna memenuhi kebutuhan domestiknya.
Sementara itu, impor India dari Indonesia juga cenderung stabil pada periode dua bulan pertama tahun ini akibat peningkatan output listrik di pembangkit di wilayah pesisir India. Namun impor batu bara India dari Indonesia berpotensi turun bulan ini dan beberapa waktu ke depan mengingat India menetapkan kebijakan lockdown.
Lockdown menjadi ancaman terbesar untuk permintaan batu bara mengingat konsumsi listrik untuk sektor industri menjadi menurun. Belum lagi ditambah stok batu bara di pembangkit listrik dan tambang juga telah meningkat. Surat kabar Business Standard melaporkan pada 24 Maret bahwa persediaan di atas 100 juta ton, dengan stok di pembangkit mencapai rekor 41,4 juta ton.
Tingginya stok ditambah dengan perlambatan tajam dalam kegiatan ekonomi berarti impor batu bara India kemungkinan akan tergelincir dalam beberapa bulan mendatang, terutama dari Indonesia.
Sementara itu, harga batu bara kontrak Australia cenderung stabil karena Australia hampir tidak memasok batu bara termal ke India. Australia memasok batu bara kokas ke India yang digunakan dalam pembuatan baja.
Pasar utama untuk batu bara termal Australia adalah Cina, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Data Refinitiv menunjukkan keempat pasar ini mengimpor 26,8 juta ton batu bara termal dan kokas dari Australia pada Januari dan total Februari 21,22 juta, naik dari 20,1 juta pada bulan yang sama tahun lalu.
Dengan wabah COVID-19 yang tampaknya sudah dapat diatasi oleh China dan Taiwan, dan kemajuan yang dibuat di Jepang dan Korea Selatan, ada kemungkinan bahwa impor batu bara mereka akan cenderung stabil dalam beberapa bulan mendatang.
Dengan asumsi tidak ada shock dari sisi suplai seperti terpaksa ditutupnya tambang di Australia untuk memerangi virus corona, maka harga seharusnya tidak akan terlalu jatuh. Namun tidak ada outlook bullish untuk harga batu bara termal Australia mengingat perekonomian global masih dibayangi oleh perlambatan akibat wabah
Eksposur yang jauh lebih besar ke pasar India membuat harga batu bara Indonesia menjadi lebih terancam, dan akan tetap demikian sampai jelas bahwa importir batu bara terbesar kedua di dunia telah berhasil mengalahkan wabah COVID-19
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Ukur Sentimen Pendorong Koreksi Harga Batu Bara
Most Popular