Andai Pasar Buka Hari Ini, Rupiah Berpotensi Menguat

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 March 2020 10:50
Andai Pasar Buka Hari Ini, Rupiah Berpotensi Menguat
Foto: Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini perdagangan valas di pasar spot libur. Andai perdagangan hari ini buka, nilai tukar rupiah berpotensi menguat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Hari ini, Rabu (25/3/2020) merupakan hari libur nasional di tanah air. Umat berama Hindu di dalam negeri tengah merayakan hari raya Nyepi. Pasar keuangan tanah air pun libur. Namun seandainya perdagangan valas di pasar spot tetap buka, ada potensi rupiah bakal menguat.

Apa indikatornya? Hal ini terlihat dari pasar Non-Deliverable Forward (NDF) yang ada di luar negeri yang tetap buka. Jika mengacu pada pasar NDF, maka nilai tukar rupiah untuk setiap tenor mengalami penguatan dibanding posisi rupiah di pasar NDF kemarin jelang penutupan.



NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London. Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Hari ini dolar AS juga mengalami pelemahan. Hal ini tercermin dari indeks dolar yang juga melemah. Pada 25 Maret 2020, indeks dolar melorot 0,58% ke level 101,448. Indeks dolar merupakan indeks yang menunjukkan keperkasaan dolar di hadapan enam mata uang lainnya. Sejak awal pekan ini The Fed selaku bank sentral AS mengumumkan program pembelian aset atau quantitative easing (QE) tak terbatas, dolar terus melemah.



Senin kemarin The Fed mengumumkan akan melakukan program QE dengan nilai tak terbatas guna membantu perekonomian AS menghadapi tekanan dari pandemi virus corona (COVID-19).



The Fed mengatakan akan melakukan QE seberapa pun yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran fungsi pasar serta transmisi kebijakan moneter yang efektif di segala kondisi finansial dan ekonomi.

Tak sampai di situ saja, The Fed ternyata juga mempersiapkan bazooka yang lain. Pada program QE kali ini, The Fed tak hanya membeli surat utang pemerintah dan efek beragun aset (EBA) properti, tetapi juga akan membeli obligasi korporasi dan Exchange Traded Fund (ETF) obligasi korporasi. Tentu obligasi korporasi yang akan dibeli The Fed adalah yang menyandang status 'investment grade'

The Fed mengambil langkah ini merespons penurunan harga obligasi korporasi yang tajam dalam sebulan terakhir. Langkah ini juga sempat mengejutkan para pelaku pasar.


"Ini adalah tindakan The Fed yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Johnny Fine, kepala Investment Grade Bonds di Goldman Sachs, mengutip CNBC International.

"Wow ... ini adalah dunia yang benar-benar baru," ungkap Todd Rosenbluth, kepala ETF dan Reksa Dana Penelitian di CFRA, dalam sebuah cuitan seperti yang diwartakan CNBC International.
Walaupun berpotensi menguat, rupiah masih berada di level Rp 16.000/US$. Nilai tukar rupiah terus merosot. Pada 27 Februari, untuk US$ 1 dibanderol dengan Rp 14.030, artinya rupiah sudah keluar dari zona penguatannya di tahun ini di kisaran Rp 13.000-an.

Setelah itu rupiah terus terdepresiasi di hadapan dolar AS. Pada 17 Maret 2020, rupiah sudah keluar dari level Rp 15.000/US$. Senin kemarin (23/3/2020), bahkan rupiah ditutup di level terendah sepanjang masa yakni di Rp 16.550/US$.



Merosotnya nilai tukar rupiah belakangan ini membuat Bank Indonesia (BI) menggelontorkan amunisnya guna menstabilkan nilai tukar Mata Uang Garuda. 

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengungkapkan saat ini cadangan devisa yang dimiliki Indonesia sangat cukup untuk melakukan stabilisasi nilai tukar.

Walaupun saat ini aliran modal asing ke luar cukup tinggi, namun bank sentral memiliki banyak 'kekuatan' untuk membanjiri pasar.



"Aliran modal asing atau outflow baik dari Surat Berharga Negara, obligasi, dan saham itu mencapai Rp 125 triliun," kata Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), dalam briefing seputar perkembangan ekonomi terkini, Selasa (24/3/2020).



Ia menambahkan, Bank Indonesia juga telah menggelontorkan likuiditas hampir Rp 300 triliun. "Melalui pembelian SBN (Surat Berharga Negara) Rp 168 triliun dan dari repo perbankan Rp 55 triliun. Dan tak lupa ada penurunan GWM yang beraku April ini Rp 75 triliun," imbuh Perry.

BI, lanjut Perry, juga terus berada di pasar untuk mengawal rupiah. BI masih melakukan intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan pembelian obligasi pemerintah di pasar sekunder.

Perry menegaskan bahwa BI punya 'amunisi' yang memadai bernama cadangan devisa. Sebagai informasi, cadangan devisa Indonesia per akhir Februari 2020 adalah US$ 130,44 miliar.





TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular