
Wall Street Meroket, Bursa Asia Ijo Royo-royo
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 March 2020 10:06

Tak hanya dari pemerintah saja yang memperjuangkan stimulus fiskal, The Fed sebagai otoritas moneter Paman Sam juga tak mau kalah dengan menembakkan amunisinya secara jor-joran.
Senin kemarin The Fed mengumumkan akan melakukan program pembelian aset atau quantitative easing (QE) dengan nilai tak terbatas guna membantu perekonomian AS menghadapi tekanan dari pandemi virus corona (COVID-19). The Fed mengatakan akan melakukan QE seberapapun yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran fungsi pasar serta transmisi kebijakan moneter yang efektif di segala kondisi finansial dan ekonomi.
Tak sampai di situ saja, The Fed ternyata juga mempersiapkan bazooka yang lain. Pada program QE kali ini, The Fed tak hanya membeli surat utang pemerintah dan efek beragun aset (EBA) properti, tetapi juga akan membeli obligasi korporasi dan Exchange Traded Fund (ETF) obligasi korporasi. Tentu obligasi korporasi yang akan dibeli The Fed adalah yang menyandang status 'investment grade'.
The Fed mengambil langkah ini merespons penurunan harga obligasi korporasi yang tajam dalam sebulan terakhir. Langkah ini juga sempat mengejutkan para pelaku pasar.
"Ini adalah tindakan The Fed yang belum pernah terjadi sebelumny," kata Johnny Fine, kepala Investment Grade Bonds di Goldman Sachs, mengutip CNBC International.
"Wow ... ini adalah dunia yang benar-benar baru," ungkap Todd Rosenbluth, kepala ETF dan Reksa Dana Penelitian di CFRA, dalam sebuah cuitan seperti yang diwartakan CNBC International.
Berbagai stimulus sudah diupayakan, apakah pasar kini benar-benar sudah dapat tenang? Pada dasarnya selagi wabah COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda sudah mencapai puncak atau dapat dijinakkan, pasar masih berpotensi bergerak dengan volatilitas tinggi, ‘bottom’ atau dasar dari pasar pun bisa lebih dalam dari ini.
“Yang pasti, pasar akan mencapai titik terendah jika kasus [wabah] sudah mulai memuncak” kata Jonathan Golub, kepala strategi pasar Credit Suisse, AS, melansir CNBC International. “Antara sekarang dan nanti, pasar masih akan diwarnai dengan volatilitas” tambahnya.
Berdasarkan data kompilasi John Hopkins University CSSE, jumlah kasus infeksi COVID-19 sudah mencapai 421.792 per hari ini, Rabu (25/3/2020). Wabah sudah menjangkiti lebih dari 189 negara dan teritorial. Jumlah korban meninggal terus bertambah dan kini mencapai angka 18.883 korban jiwa.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Senin kemarin The Fed mengumumkan akan melakukan program pembelian aset atau quantitative easing (QE) dengan nilai tak terbatas guna membantu perekonomian AS menghadapi tekanan dari pandemi virus corona (COVID-19). The Fed mengatakan akan melakukan QE seberapapun yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran fungsi pasar serta transmisi kebijakan moneter yang efektif di segala kondisi finansial dan ekonomi.
Tak sampai di situ saja, The Fed ternyata juga mempersiapkan bazooka yang lain. Pada program QE kali ini, The Fed tak hanya membeli surat utang pemerintah dan efek beragun aset (EBA) properti, tetapi juga akan membeli obligasi korporasi dan Exchange Traded Fund (ETF) obligasi korporasi. Tentu obligasi korporasi yang akan dibeli The Fed adalah yang menyandang status 'investment grade'.
"Ini adalah tindakan The Fed yang belum pernah terjadi sebelumny," kata Johnny Fine, kepala Investment Grade Bonds di Goldman Sachs, mengutip CNBC International.
"Wow ... ini adalah dunia yang benar-benar baru," ungkap Todd Rosenbluth, kepala ETF dan Reksa Dana Penelitian di CFRA, dalam sebuah cuitan seperti yang diwartakan CNBC International.
Berbagai stimulus sudah diupayakan, apakah pasar kini benar-benar sudah dapat tenang? Pada dasarnya selagi wabah COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda sudah mencapai puncak atau dapat dijinakkan, pasar masih berpotensi bergerak dengan volatilitas tinggi, ‘bottom’ atau dasar dari pasar pun bisa lebih dalam dari ini.
“Yang pasti, pasar akan mencapai titik terendah jika kasus [wabah] sudah mulai memuncak” kata Jonathan Golub, kepala strategi pasar Credit Suisse, AS, melansir CNBC International. “Antara sekarang dan nanti, pasar masih akan diwarnai dengan volatilitas” tambahnya.
Berdasarkan data kompilasi John Hopkins University CSSE, jumlah kasus infeksi COVID-19 sudah mencapai 421.792 per hari ini, Rabu (25/3/2020). Wabah sudah menjangkiti lebih dari 189 negara dan teritorial. Jumlah korban meninggal terus bertambah dan kini mencapai angka 18.883 korban jiwa.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Pages
Most Popular