Wall Street Meroket, Bursa Asia Ijo Royo-royo

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 March 2020 10:06
Wall Street Meroket, Bursa Asia Ijo Royo-royo
Foto: REUTERS/Thomas Peter
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan pagi ini, mayoritas bursa saham utama kawasan Asia bergerak di zona hijau, mengekor Wall Street yang tadi pagi ditutup menguat signifikan.

Pada penutupan perdagangan Selasa (23/3/2020) waktu Amerika Serikat (AS), tiga indeks utama bursa saham New York ditutup melenggang ke zona hijau. Tak sampai di situ, indeks bursa saham Paman Sam juga menguat signifikan.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat tajam mencatatkan penguatan hingga 11%. Rekor apresiasi tertinggi sejak 87 tahun terakhir. Sementara S&P 500 terangkat hingga 9% pagi tadi.

Menguatnya Wall Street menjadi sentimen positif untuk bursa saham Asia pagi ini. Mayoritas indeks saham bursa Asia bergerak di zona hijau pagi ini. Pada 08.56 WIB, indeks Shang Hai Composite bertambah 1,98%, Hang Seng naik 3,28%, Topix Index menguat 5,3%, KLCI terangkat 3,6%, PSEI terapresiasi 4,8%, Straits Times melejit 2,7%, KOSPI terekerek 4,72% dan TW Weighted Index tumbuh 4,42%.



Ketakutan di pasar memang agak mereda akhir-akhir ini. Hal ini tercermin dari indeks volatilitas saham versi CBOE atau yang lebih beken dikenal dengan 'fear index' (VIX). Pada 16 Maret lalu, VIX berada di level tertingginya yakni 82,69. Level tersebut bahkan melampaui level tertinggi saat krisis keuangan global 2008 silam.

Setelah mencapai puncaknya VIX cenderung turun. Hingga 24 Maret 2020, VIX berada di 61,67. "VIX yang terus menurun menunjukkan psikologis pasar mulai berbalik, setidaknya dalam waktu dekat. Ini menandakan minat terhadap aset-aset berisiko akan naik, sepanjang VIX berada di bawah 82,69 seperti pada 16 Maret," sebut riset Reuters.



Stimulus fiskal maupun moneter yang dikeluarkan oleh AS untuk meredam dampak dari wabah COVID-19 terhadap perekonomian, cukup membuat kekhawatiran di pasar memang agak mereda.

Pemerintah AS saat ini tengah memperjuangkan proposal paket stimulus sebesar US$ 2 triliun, dan kini kongres sudah semakin dekat untuk mengesahkannya. Berikut adalah rincian proposal stimulus yang diajukan pemerintah Negeri Adidaya:


1. Bantuan tunai US$ 1.200 per kepala bagi mereka yang membutuhkan. Untuk keluarga yang memiliki anak, jumlahnya bisa meningkat menjadi US$ 3.000. Anggarannya adalah US$ 500 miliar.


2. Bantuan kepada usaha kecil-menengah. Anggarannya adalah US$ 350 miliar.


3. Bantuan likuiditas kepada maskapai penerbangan. Anggarannya adalah US$ 500 miliar.


4. Bantuan kepada rumah sakit dan sektor kesehatan. Anggarannya adalah US$ 75 miliar.


5. Perluasan program tunjangan pengangguran. Anggarannya adalah US$ 250 miliar.


6. Pengembangan obat serta pengadaan masker, sarung tangan, dan ventilator. Anggarannya adalah US$ 4 miliar.
Tak hanya dari pemerintah saja yang memperjuangkan stimulus fiskal, The Fed sebagai otoritas moneter Paman Sam juga tak mau kalah dengan menembakkan amunisinya secara jor-joran.

Senin kemarin The Fed mengumumkan akan melakukan program pembelian aset atau quantitative easing (QE) dengan nilai tak terbatas guna membantu perekonomian AS menghadapi tekanan dari pandemi virus corona (COVID-19).

The Fed mengatakan akan melakukan QE seberapapun yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran fungsi pasar serta transmisi kebijakan moneter yang efektif di segala kondisi finansial dan ekonomi.

Tak sampai di situ saja, The Fed ternyata juga mempersiapkan bazooka yang lain. Pada program QE kali ini, The Fed tak hanya membeli surat utang pemerintah dan efek beragun aset (EBA) properti, tetapi juga akan membeli obligasi korporasi dan Exchange Traded Fund (ETF) obligasi korporasi. Tentu obligasi korporasi yang akan dibeli The Fed adalah yang menyandang status 'investment grade'.

The Fed mengambil langkah ini merespons penurunan harga obligasi korporasi yang tajam dalam sebulan terakhir. Langkah ini juga sempat mengejutkan para pelaku pasar.


"Ini adalah tindakan The Fed yang belum pernah terjadi sebelumny," kata Johnny Fine, kepala Investment Grade Bonds di Goldman Sachs, mengutip CNBC International.

"Wow ... ini adalah dunia yang benar-benar baru," ungkap Todd Rosenbluth, kepala ETF dan Reksa Dana Penelitian di CFRA, dalam sebuah cuitan seperti yang diwartakan CNBC International.

Berbagai stimulus sudah diupayakan, apakah pasar kini benar-benar sudah dapat tenang? Pada dasarnya selagi wabah COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda sudah mencapai puncak atau dapat dijinakkan, pasar masih berpotensi bergerak dengan volatilitas tinggi, ‘bottom’ atau dasar dari pasar pun bisa lebih dalam dari ini.

“Yang pasti, pasar akan mencapai titik terendah jika kasus [wabah] sudah mulai memuncak” kata Jonathan Golub, kepala strategi pasar Credit Suisse, AS, melansir CNBC International. “Antara sekarang dan nanti, pasar masih akan diwarnai dengan volatilitas” tambahnya.

Berdasarkan data kompilasi John Hopkins University CSSE, jumlah kasus infeksi COVID-19 sudah mencapai 421.792 per hari ini, Rabu (25/3/2020). Wabah sudah menjangkiti lebih dari 189 negara dan teritorial. Jumlah korban meninggal terus bertambah dan kini mencapai angka 18.883 korban jiwa.





TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular