Rupiah Menguat, Tapi Masih Rp 16.300/US$ Nih...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 March 2020 09:06
Rupiah Menguat, Tapi Masih Rp 16.300/US$ Nih...
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Volatilitas di pasar sepertinya mereda sehingga investor berani masuk ke instrumen berisiko di negara-negara berkembang Asia.

Pada Selasa (31/3/2020), US$ 1 dihargai Rp 16.300 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,15% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresiasi 1,4% terhadap dolar AS. Rupiah jadi mata uang terlemah di Asia.


Pelemahan tersebut membuat mata uang Tanah Air terdepresiasi 14,48% dalam sebulan terakhir. Secara year-to-date, pelemahan rupiah lebih dalam lagi yaitu 17,62%.



Amblesnya rupiah menyimpan potensi untuk mengukir technical rebound. Ketika sentimen pasar membaik, rupiah jadi punya peluang untuk menguat. Maklum, investor tentu tertarik melihat rupiah yang sudah begitu 'murah'.

Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun ramai-ramai menguat. Hanya yuan China, yen Jepang, peso Filipina, dan dolar Singapura yang masih terjebak di jalur merah.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:04 WIB:






Dini hari tadi waktu Indonesia, bursa saham New York menguat signifikan. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melonjak 3,19%, S&P 500 melesat 3,35%, dan Nasdaq Composite melejit 3,62%.

Sementara indeks VIX turun sangat dalam. Indeks yang menggambarkan volatilitas pasar dan sering dijuluki Fear Index ini ambles 12,91% meski masih di level yang lumayan tinggi.




Berbagai pencapaian tersebut menggambarkan sentimen pasar sedang bagus dan volatilitas berkurang. Hasilnya, arus modal kembali masuk ke pasar keuangan Asia sehingga menopang penguatan nilai tukar mata uang, termasuk rupiah.

Mood pasar membaik karena investor menaruh harapan besar terhadap stimulus fiskal, terutama di AS. Salah satu program dalam stimulus tersebut adalah bantuan untuk pengembangan vaksin virus corona.

Ya, virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini memang begitu mengerikan. Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis per pukul 07:08 WIB, jumlah pasien corona di seluruh dunia adalah 784.314 orang dan korban jiwa adalah 37.638 orang.


Pemerintahan Presiden AS Donald Trump melalui paket stimulus fiskal bernilai US$ 2,2 triliun mencoba mempercepat penemuan vaksin corona. Pemerintah menyediakan dana bagi perusahaan farmasi di AS untuk meningkatkan produktivitas mereka.

Mengutip Reuters, pemerintah AS akan menggelontorkan duit US$ 421 miliar untuk membantu Johnson & Johnson dalam membangun fasilitas produksi baru yang membutuhkan investasi US$ 1 miliar. Fasilitas itu ditargetkan mampu memproduksi vaksin virus corona sebanyak 1 miliar dosis.

Dr Paul Stoffels, Chief Scientific Officer Johnson & Johnson, mengatakan pihaknya akan mengebut proses penemuan dan produksi vaksin corona. "Hanya ini pilihan yang tersedia," ujarnya, seperti dikutip dari Reuters.

Inilah sebenarnya jawaban atas krisis yang disebabkan oleh virus corona. Vaksin, obat penawar. Stimulus fiskal dan moneter dalam jumlah berapa pun tidak akan berpengaruh kalau virus corona belum sirna.

Baca: Stimulus Paling Ampuh: Bantu Temukan Vaksin Virus Corona!

Oleh karena itu, stimulus yang terbaik adalah membantu mempercepat penemuan dan produksi vaksin. Harapan akan penemuan vaksin virus corona membuat pelaku pasar bergairah. Sebab ketika virus corona musnah, segala masalah akan selesai dan perekonomian global akan pulih dalam waktu yang tidak lama.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular