Waduh, Rupiah Berisiko ke Rp 16.200/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 March 2020 17:52
Waduh, Rupiah Berisiko ke Rp 16.200/US$?
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah signifikan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (19/3/2020) hingga membukukan penurunan harian terbesar sejak krisis finansial global 2008, dan menyentuh level terlemah sejak krisis moneter di Indonesia pada tahun 1998.

Rupiah ambles 4,61% ke Rp 15.900/US$ kala penutupan pasar spot pada hari ini. Penurunan tersebut menjadi yang terbesar sejak 27 Oktober 2008, kala itu rupiah ambrol 7,44% dalam sehari.

Level Rp 15.900/US$ merupakan yang terlemah sejak 18 Juni 1998, kala itu rupiah menyentuh level terlemah intraday Rp 16.200/US$. Adapun rekor terlemah rupiah secara intraday Rp 16.800/US$ yang dicapai pada 17 Juni 1998.

Sementara jika dilihat dari level penutupan pasar, rupiah posisi saat ini merupakan yang terlemah sepanjang sejarah.



Capital outflow yang terus terjadi akibat pandemic virus corona (COVID-19) terus membuat tertekan.

Di pasar saham, sejak awal tahun atau secara year-to-date (YTD) terjadi capital outflow sebesar Rp 9,46 triliun. Sementara di pasar obligasi, sejak akhir 2019 hingga 17 Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 78,76 triliun.

Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan. Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit. Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar.


Guna meredam dampak virus corona ke perekonomian, Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga pada hari ini.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Maret 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,5%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (19/3/2020).

Selain itu, BI kembali perkuat bauran kebijakan dan dukung mitigasi risiko COVID-19 dan dorong pertumbuhan ekonomi melalui 7 langkah yakni:

Pertama, BI akan memperkuat intensitas kebijakan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar, baik secara spot, Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.

Kedua, BI memperpanjang tenor Repo SBN hingga 12 bulan dan menyediakan lelang setiap hari untuk memperkuat pelonggaran likuiditas Rupiah perbankan, yang berlaku efektif sejak 20 Maret 2020.

Ketiga, BI akan menambah frekuensi lelang FX swap tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan dari 3 (tiga) kali seminggu menjadi setiap hari, guna memastikan kecukupan likuiditas, yang berlaku efektif sejak 19 Maret 2020.

Keempat, BI akan memperkuat instrumen Term Deposit valuta asing guna meningkatkan pengelolaan likuiditas valuta asing di pasar domestik, serta mendorong perbankan untuk menggunakan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing yang telah diputuskan Bank Indonesia untuk kebutuhan di dalam negeri.

Kelima, BI akan mempercepat berlakunya ketentuan penggunaan rekening Rupiah dalam negeri (Vostro) bagi investor asing sebagai underlying transaksi dalam transaksi DNDF, sehingga dapat mendorong lebih banyak lindung nilai atas kepemilikan Rupiah di Indonesia, berlaku efektif paling lambat pada 23 Maret 2020 dari semula 1 April 2020.

Keenam, BI akan memperluas kebijakan insentif pelonggaran GWM harian dalam Rupiah sebesar 50bps yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain, berlaku efektif sejak 1 April 2020.

Ketujuh, BI akan memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung upaya mitigasi penyebaran COVID-19 melalui tiga hal. Pertama, menjaga ketersediaan uang layak edar yang higienis, layanan kas, dan backup layanan kas alternatif, serta menghimbau masyarakat agar lebih banyak menggunakan transaksi pembayaran secara nontunai.

Sayangnya, kebijakan dari BI tersebut belum mampu rupiah bangkit pada hari ini.

Tantangan bagi rupiah cukup berat pada perdagangan Jumat (20/3/2020) besok, seandainya bursa saham AS (Wall Street) kembali ambles. Melihat pergerakan bursa berjangka (futures), indeks Dow Jones futures sore ini pukul 19:03 WIB melemah 1,29%, S&P 500 futures dan Nasdaq futures melemah 1,25% dan 0,49%.

Pelemahan indeks futures menjadi indikasi bursa saham AS akan kembali melemah saat pembukaan perdagangan malam nanti. Sebagai kiblat bursa saham global, aksi jual dari Wall Street tentunya akan mengirim hawa negatif ke pasar Asia Jumat besok, dan aksi jual bisa kembali terjadi.

Tetapi melihat aksi jual masif yang menerpa pasar keuangan RI belakangan ini, jika Wall Street bergerak stabil atau melemah tipis-tipis saja, bisa jadi akan memberikan hawa positif dan memberi peluang rupiah bangkit.

Secara teknikal, di bulan Januari rupiah sempat menguat lebih dari 2% setelah menembus batas bawah pola Descending Triangle di Rp 13.885/US$. Pada pekan lalu, rupiah kembali ke atas level tersebut, itu artinya tren penguatan rupiah akibat pola Descending Triangle (garis biru) sudah berakhir. 

Performa rupiah langsung jeblok setelah itu hingga menyentuh level Rp 14.415/US$ pada Kamis (12/3/2020) pekan lalu.

Menggunakan indikator Fibonacci Retracement (garis merah), dengan menarik garis dari 11 Oktober 2019 di Rp 15.265/US$ hingga 24 Januari 2020 Rp 13.565/US$. Mata uang Tanah Air pada pembukaan perdagangan hari ini langsung menjebol Fib. Retracement 100% di Rp 15.265/US$, akibatnya tekanan jual rupiah semakin besar hingga ambles ke Rp 15.900/US$

Terlemah Sejak Krisis 1998, Rupiah Berisiko ke Rp 16.200/US$?Foto: Refinitiv

Dalam jangka menengah, selama tertahan di atas level psikologis Rp 15.000/US$ rupiah berisiko terus melemah. 

Dengan dijebolnya Fib. Retracement 100%, dan melihat tingginya volatilitas pada hari ini, pelemahan rupiah berisiko berlanjut. Level Rp 16.000/US$ menjadi resisten (tahanan atas) selanjutnya. Jika level tersebut juga dilewati, rupiah berisiko ke Rp 16.200/US$. 

Sementara, jika tertahan di bawah Rp 16.000/US$, melihat indikator stochastic yang jenuh beli (overbought), rupiah berpeluang menguat menuju Rp 15.500/US$.

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah jenuh beli, maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun. Dalam hal ini, dolar AS berpeluang melemah mengingat simbol perdagangan jika melawan rupiah adalah USD/IDR.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular