Lumayan, Harga Batu Bara Naik Tipis 0,3%

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
19 March 2020 12:47
Harga batu bara menguat tipis 0,3% kemarin.
Foto: Tambang batubara Maules Creek Whitehaven Coal di New South Wales, Australia (Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kontrak ICE Newcastle kemarin kembali ditutup menguat dan menandai penguatan beruntun dalam empat hari perdagangan terakhir. Namun wabah COVID-19 masih menjadi sorotan utama di pasar mengingat sekarang sudah menjangkiti hampir seluruh negara di dunia.

Kemarin (18/3/2020) harga batu bara kontrak berjangka ICE Newcastle ditutup menguat 0,3% ke level US$ 66,5/ton. Penguatan yang terjadi kemarin sama dengan penguatan sehari sebelumnya.

Wabah COVID-19 membawa ancaman terjadinya disrupsi terhadap permintaan komoditas batu bara terutama di pasar Asia Pasifik (seaborne). Walau impor batu bara China sejak 1-17 Maret 2020, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu, tetapi impor batu bara di negara konsumen batu bara di negara kawasan Asia lain masih melemah.


Data Refinitiv menunjukkan total persediaan batu bara di pelabuhan utama di China bagian utara sampai dengan 13 Maret 2020 mencapai 12,5 juta ton. Angka ini jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 15,8 juta ton (-20,9% yoy).

Sementara itu impor batu bara China sejak awal Maret hingga kemarin tercatat mencapai 10,8 juta ton, naik dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 10,6 juta ton (+1,88% yoy).

Bagaimanapun juga sentimen negatif juga masih datang dari negara konsumen batu bara terbesar di kawasan Asia lainnya seperti Jepang, Korea Selatan dan India. Ketiga negara ini masih mencatatkan kontraksi impor batu bara sejak awal Maret hingga kemarin jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Impor batu bara Jepang sejak awal Maret sampai dengan kemarin tercatat sebesar 6,3 juta ton. Padahal tahun lalu, pada periode yang sama impor batu bara Jepang mencapai 8,1 juta ton. Artinya ada kontraksi sebesar 22,2% (yoy).


Sebenarnya potensi penurunan output daya yang dihasilkan dari pembangkit nuklir Jepang jadi faktor yang positif untuk harga batu bara. Namun akibat rendahnya harga gas di pasar, serta wabah COVID-19 maka hal ini membuat disrupsi dari sisi permintaan batu bara di Jepang.

Wabah COVID-19 yang juga terjadi di Korea Selatan turut membebani harga batu bara. Data Refinitiv menunjukkan, impor batu bara Negeri Ginseng sejak awal Maret hingga kemarin sebesar 3,2 juta ton tahu turun 41,8% (yoy) dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 5,5 juta ton.

Risiko penurunan permintaan batu bara juga berasal dari Korea Selatan yang dikabarkan akan menghentikan operasi 21-28 pembangkit listriknya yang menggunakan bahan bakar batu bara Maret ini. Hal itu dilakukan Negeri KPOP untuk melawan perubahan iklim.

Perlu diketahui, Korea Selatan memiliki kurang lebih 60 pembangkit listrik yang berbahan bakar batu bara dan berkontribusi sebesar 40% terhadap suplai listrik di Negeri Ginseng. Jadi dapat dibayangkan jika lebih dari sepertiga pembangkit listriknya tidak dioperasikan maka permintaan dari Korea Selatan pun akan turun.

Sementara di India yang notabene sebagai negara dengan konsumsi batu bara terbesar di dunia setelah China, kinerja impornya juga masih terlihat lemah. Data Refinitiv menunjukkan impor batu bara sejak awal Maret total sebesar 7,3 juta ton atau turun sebesar 24,7% (yoy) dari periode yang sama tahun lalu sebesar 9,7 juta ton.


[Gambas:Video CNBC]





TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Ukur Sentimen Pendorong Koreksi Harga Batu Bara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular