
Sebulan Sudah Anjlok 11%, Boleh Dong Rupiah Menguat Dulu...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 March 2020 08:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Berbagai kabar positif berhasil mengangkat mata uang Tanah Air dari keterpurukan.
Pada Rabu (18/3/2020), US$ 1 dihargai Rp 15.080 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,53% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresiasi 1,74% di hadapan dolar AS. Lagi-lagi, rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia.
Dalam sebulan terakhir, rupiah sudah melemah sangat dalam yaitu 11,06%. Secara year-to-date, depresiasi mata uang Tanah Air juga begitu dalam yakni 9,22%.
Pelemahan yang signifikan tersebut membuat rupiah sekarang sudah 'murah'. Ini membuat rupiah cukup menarik untuk dikoleksi.
Apalagi Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 2,34 miliar pada Februari 2020. Ini menjadi surplus tertinggi sejak November 2011.
Surplus neraca perdagangan menggambarkan ketersediaan valas di perekonomian domestik meningkat, sehingga tekanan transaksi berjalan (current account) menurun. Ini bisa menjadi modal untuk memperkuat fondasi rupiah.
Selain itu, kabar gembira lainnya adalah R&I, lembaga pemeringkat asal Jepang, menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB dengan outlook stabil menjadi BBB+ dengan outlook stabil. Indonesia terus menancapkan kuku di area layak investasi (investment grade).
"Menurut R&I, keputusan peningkatan rating didukung oleh beberapa faktor utama. Pertama, implementasi kebijakan yang kuat untuk meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi didukung fondasi politik yang kokoh. Dengan implementasi berbagai kebijakan tersebut, ekonomi diperkirakan berlanjut tumbuh stabil dalam jangka menengah. Kedua, dengan memastikan defisit fiskal tetap terjaga, pemerintah menjaga rasio utang pada tingkat yang rendah. Ketiga, cadangan devisa yang memadai relatif terhadap utang jangka pendek. Menurut R&I, resiliensi ekonomi Indonesia terhadap guncangan eksternal tetap terjaga seiring dengan stance kebijakan yang menekankan pada stabilitas makroekonomi dan disiplin fiskal," papar keterangan tertulis Bank Indonesia (BI) menanggapi keputusan R&I.
Sementara dari luar negeri, risk apptite investor sepertinya sudah kembali muncul. Ini terlihat dari kebangkitan Wall Street. Dini hari tadi, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melonjak 5,2%, S&P 500 melesat 6%, dan Nasdaq Composite meroket 6,23%.
Penguatan ini terjadi setelah tiga indeks tersebut melemah sangat parah, sampai ke kisaran 12%. Itu adalah pelemahan harian terdalam sejak 1987.
Selain faktor technical rebound, investor berbunga-bunga setelah bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed akan masuk pasar dalam waktu dekat. Akhir pekan lalu, The Fed mengumumkan akan melakukan pembelian surat-surat berharga dengan nilai total mencapai US$ 700 miliar.
Melalui keterangan tertulis, The Fed menyatakan akan membeli surat berharga berupa commercial papers. The Fed akan membeli commercial papers korporasi yang basis aset (asset-backed) maupun yang tidak memiliki jaminan (unsecured).
"Dengan menghapus berbagai hambatan, penerbit akan mampu membayar kewajiban commercial papers mereka. Ini akan mendorong investor untuk kembali masuk ke pasar. Perbaikan di pasar commercial papers akan meningkatkan kemampuan dunia usaha untuk menjaga penciptaan lapangan kerja dalam kondisi ketidakpastian akibat penyebaran virus corona," sebut keterangan The Fed.
Gelontoran likuiditas dari Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega membuat pasar keuangan bergairah. Likuiditas yang akan melimpah membuat investor berani masuk ke aset-aset berisiko.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Rabu (18/3/2020), US$ 1 dihargai Rp 15.080 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,53% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresiasi 1,74% di hadapan dolar AS. Lagi-lagi, rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia.
Dalam sebulan terakhir, rupiah sudah melemah sangat dalam yaitu 11,06%. Secara year-to-date, depresiasi mata uang Tanah Air juga begitu dalam yakni 9,22%.
Pelemahan yang signifikan tersebut membuat rupiah sekarang sudah 'murah'. Ini membuat rupiah cukup menarik untuk dikoleksi.
Apalagi Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 2,34 miliar pada Februari 2020. Ini menjadi surplus tertinggi sejak November 2011.
Surplus neraca perdagangan menggambarkan ketersediaan valas di perekonomian domestik meningkat, sehingga tekanan transaksi berjalan (current account) menurun. Ini bisa menjadi modal untuk memperkuat fondasi rupiah.
Selain itu, kabar gembira lainnya adalah R&I, lembaga pemeringkat asal Jepang, menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB dengan outlook stabil menjadi BBB+ dengan outlook stabil. Indonesia terus menancapkan kuku di area layak investasi (investment grade).
"Menurut R&I, keputusan peningkatan rating didukung oleh beberapa faktor utama. Pertama, implementasi kebijakan yang kuat untuk meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi didukung fondasi politik yang kokoh. Dengan implementasi berbagai kebijakan tersebut, ekonomi diperkirakan berlanjut tumbuh stabil dalam jangka menengah. Kedua, dengan memastikan defisit fiskal tetap terjaga, pemerintah menjaga rasio utang pada tingkat yang rendah. Ketiga, cadangan devisa yang memadai relatif terhadap utang jangka pendek. Menurut R&I, resiliensi ekonomi Indonesia terhadap guncangan eksternal tetap terjaga seiring dengan stance kebijakan yang menekankan pada stabilitas makroekonomi dan disiplin fiskal," papar keterangan tertulis Bank Indonesia (BI) menanggapi keputusan R&I.
Sementara dari luar negeri, risk apptite investor sepertinya sudah kembali muncul. Ini terlihat dari kebangkitan Wall Street. Dini hari tadi, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melonjak 5,2%, S&P 500 melesat 6%, dan Nasdaq Composite meroket 6,23%.
Penguatan ini terjadi setelah tiga indeks tersebut melemah sangat parah, sampai ke kisaran 12%. Itu adalah pelemahan harian terdalam sejak 1987.
Selain faktor technical rebound, investor berbunga-bunga setelah bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed akan masuk pasar dalam waktu dekat. Akhir pekan lalu, The Fed mengumumkan akan melakukan pembelian surat-surat berharga dengan nilai total mencapai US$ 700 miliar.
Melalui keterangan tertulis, The Fed menyatakan akan membeli surat berharga berupa commercial papers. The Fed akan membeli commercial papers korporasi yang basis aset (asset-backed) maupun yang tidak memiliki jaminan (unsecured).
"Dengan menghapus berbagai hambatan, penerbit akan mampu membayar kewajiban commercial papers mereka. Ini akan mendorong investor untuk kembali masuk ke pasar. Perbaikan di pasar commercial papers akan meningkatkan kemampuan dunia usaha untuk menjaga penciptaan lapangan kerja dalam kondisi ketidakpastian akibat penyebaran virus corona," sebut keterangan The Fed.
Gelontoran likuiditas dari Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega membuat pasar keuangan bergairah. Likuiditas yang akan melimpah membuat investor berani masuk ke aset-aset berisiko.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular