
'Kamehameha' The Fed Tumbangkan Dolar, Rupiah Siap Perkasa!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tampaknya akan menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Tanda-tanda apresiasi rupiah sudah terlihat di pasar Non-Deliverable Market (NDF).
Berikut kurs dolar AS di pasar NDF beberapa saat selepas penutupan perdagangan spot akhir pekan lalu dibandingkan hari ini, Senin (16/3/2020), mengutip data Refinitiv:
Periode | Kurs 13 Maret (16:09 WIB) | Kurs 16 Maret (07:00 WIB) |
1 Pekan | Rp 14.780 | Rp 14.668,65 |
1 Bulan | Rp 14.885 | Rp 14.797 |
2 Bulan | Rp 15.045 | Rp 15.045 |
3 Bulan | Rp 15.130 | Rp 15.040 |
6 Bulan | Rp 15.340 | Rp 15.295 |
9 Bulan | Rp 15.570 | Rp 15.549 |
1 Tahun | Rp 15.739,85 | Rp 15.735 |
2 Tahun | Rp 16.653,4 | Rp 16.420 |
Berikut kurs Domestic NDF (DNDF) yang kali terakhir diperbarui pada 13 Maret pukul 15:47 WIB:
Periode | Kurs |
1 Bulan | Rp 14.855 |
3 Bulan | Rp 14.970 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot. Padahal NDF sebelumnya murni dimainkan oleh investor asing, yang mungkin kurang mendalami kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Bank Indonesia (BI) pun kemudian membentuk pasar DNDF. Meski tenor yang disediakan belum lengkap, tetapi ke depan diharapkan terus bertambah.
Dengan begitu, psikologis yang membentuk rupiah di pasar spot diharapkan bisa lebih rasional karena instrumen NDF berada di dalam negeri. Rupiah di pasar spot tidak perlu selalu membebek pasar NDF yang sepenuhnya dibentuk oleh pasar asing.
Sepertinya sentimen eksternal menjadi faktor dominan penguatan rupiah. Malam tadi waktu Indonesia, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) kembali memberi kejutan dengan menurunkan suku bung acuan.
Tidak main-main, Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega memangkas Federal Funds Rate 100 basis poin (bps) menjadi 0-0,25%. Ini adalah rekor terendah sejak 2015.
Ini adalah kali kedua dalam sebulan The Fed mengadakan rapat di luar jadwal dan menurunkan suku bunga acuan. Sebelumnya, langkah serupa ditempuh pada 3 Maret di mana suku bunga acuan diturunkan 50 bps.
Semestinya rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Commitee/FOMC) baru berlangsung pada 17-18 Maret. Sepertinya kondisi begitu genting sehingga The Fed tidak bisa menunggu lagi.
"Dampak dari penyebaran virus corona akan membebani aktivitas ekonomi dalam jangka pendek sehingga menimbulkan risiko terhadap prospek ke depan. Dengan perkembangan ini, Komite memutuskan untuk menurunkan target suku bunga. Komite akan mempertahankan target ini sampai ada keyakinan bahwa ekonomi sudah membaik, penciptaan lapangan kerja ke titik maksimum, dan stabilitas harga sesuai dengan target," sebut keterangan tertulis The Fed.
'Kamehameha' alias ajian andalan The Fed ini sukses membuat risk appetite pasar membuncah. Saat suku bunga di Negeri Paman Sam terus turun, maka berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS (terutama yang berpendapatan tetap seperti obligasi) menjadi kurang menarik.
Dolar AS pun kehilangan pamornya. Pada pukul 07:16 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi sampai 0,82%.
Ketika berinvestasi di AS tidak lagi seksi, investor tentu harus mencari 'rumah' baru. Negara-negara berkembang Asia, terutama Indonesia, masih bisa memberikan cuan yang lumayan. Masuknya arus modal ini membuat rupiah punya ruang untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
