
Pekan Horor Bagi Bursa Saham Global, IHSG Terburuk Sejak 2008
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 March 2020 15:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles di pekan ini, hingga menembus ke bawah level 5.000. Aksi jual yang masif membuat IHSG mengalami pekan paling horror sejak tahun 2008.
Dalam 5 hari perdagangan di pekan ini, IHSG sebenarnya mampu menguat dalam 2 hari perdagangan, tetapi nyatanya tidak mampu menyelamatkan dari penurunan tajam. Total sepanjang pekan ini, bursa kebanggaan Tanah Air ini ambles 10,75%, dan menjadi kinerja mingguan terburuk sejak bulan Oktober 2008.
Persentase penurunan tersebut bisa jadi lebih besar seandainya IHSG gagal rebound pada perdagangan Jumat (13/3/2020) kemarin. IHSG mengakhiri perdagangan Jumat dengan menguat 0,24% di level 4.907,571, setelah sebelumnya merosot 5,23% ke 4.639,914. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 24 Februari 2016.
Tidak hanya mengalami pekan horor, perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan harus mengalami penghentian perdagangan sementara (trading halt) selama 30 menit sebanyak 2 kali di pekan ini akibat merosot lebih dari 5%. Sesuai dengan kebijakan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perdagangan bursa saham akan dihentikan selama 30 menit jika IHSG anjlok 5% atau lebih, sebagai langkah antisipasi dalam mengurangi fluktuasi tajam di pasar modal.
Trading halt pertama terjadi pada hari Kamis pukul 15:33 WIB, saat itu IHSG jeblok 5,01% dan perdagangan dihentikan selama 30 menit. Karena perdagangan di BEI dalam waktu normal ditutup pada pukul 16:00 WIB, otomatis posisi saat mengalami trading halt tersebut sekaligus menjadi level penutupan IHSG di hari Kamis.
Kemudian Jumat kemarin, hanya 15 menit setelah perdagangan dibuka pukul 9:00 WIB, IHSG kembali mengalami trading halt selama 30 menit, lagi-lagi akibat merosot 5,01%.
Penyebab aksi jual di bursa saham tersebut adalah penyebaran wabah virus corona atau COVID-19 yang melonjak di luar China. Wabah yang sudah resmi dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) ini dikhawatirkan akan menekan pertumbuhan ekonomi global cukup dalam.
Lembaga riset global, Moody's Analytics, memprediksi virus corona Wuhan (Covid-19) dapat menekan pertumbuhan ekonomi China pada 2020 menjadi tinggal 5,4% dari angka pertumbuhan tahun lalu 6%.
Selain berdampak pada ekonomi China, ekonomi AS juga akan diprediksi akan melambat 0,6 ppt (persentase poin) dan hanya dapat tumbuh 1,3% pada kuartal I-2020. Tahun ini, ekonomi AS diprediksi melambat 0,2 ppt dari prediksi awal 2% atau artinya hanya tumbuh 1,7%.
Dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di China dan AS itu, maka dampaknya diprediksi dapat membuat pertumbuhan ekonomi dunia melambat 0,4 ppt menjadi 2,4% tahun ini dari prediksi awal 2,8%
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam acara Economic Outlook 2020 CNBC Indonesia di The Ritz Carlton Ballroom, Pasific Place, Jakarta, Rabu (26/2/2020) menyatakan jika perekonomian China melambat 1%, maka pertumbuhan ekonomi RI bisa terpangkas 0,3-0,6%.
Itu baru China saja, belum lagi negara-negara lainnya, tentunya ekonomi Indonesia bisa lebih tertekan. Pelambatan ekonomi tersebut bisa lebih buruk lagi, jika wabah virus corona berlanjut hingga kuartal II tahun ini.
Bursa Saham Global Lebih Parah Dari IHSG
Jika melihat penurunan IHSG saja sudah horor, apalagi melihat pergerakan bursa saham lainnya. Dibandingkan dengan bursa utama Asia, hanya indeks Shanghai Composite China, dan Hang Seng Hong Kong yang pelemahannya lebih kecil dibandingkan IHSG.
Bursa saham Eropa lebih parah lagi, indeks FTSE 100 Inggris ambles 16,97%, CAC Prancis -19,86%, DAX Jerman -20,1%, dan FTSE MIB Italia paling parah setelah ambrol 23,3%
Pandemi COVID-19 yang berasal dari kota Wuhan, Provinsi Hubei, China ini meluas hingga lebih dari 100 negara menjadi pemicu utama buruknya kinerja bursa saham global. Penyebaran virus corona sudah sangat melambat di China, tetapi lonjakan justru terjadi di negara-negara lain.
Lonjakan kasus di luar China pertama terjadi di Korea Selatan, kemudian Iran, dan Italia. Negeri Pizza kini menjadi negara dengan jumlah kasus virus corona terbanyak kedua setelah China.
Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE jumlah kasus di Italia sudah lebih dari 17.000 orang dengan korban meninggal dunia sebanyak 1.266 orang.
Pemerintah Italia kini bahkan mengisolasi penuh negaranya demi meredam penyebaran wabah virus corona. Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte mengumumkan mengisolasi penuh Italia, melarang pertemuan publik, hingga membatalkan pertandingan sepak bola Serie A.
Sementara itu di AS, jumlah kasus corona dilaporkan nyaris 2.000 orang. Presiden AS, Donald Trump, sudah mendeklarasikan keadaan darurat pandemi COVID-19 secara nasional pada Jumat waktu setempat.
Bursa saham AS (Wall Street) juga terpuruk di pekan ini, meski sedikit lebih baik dibandingkan IHSG. Kinerja Wall Street tersebut tertolong penguatan tajam pada perdagangan Jumat kemarin setelah Kongres AS dilaporkan akan menyetujui pemangkasan Pajak Penghasilan (PPh) menjadi 0% alias tidak dikenakan pajak sama sekali. Ketiga indeks utama Wall Street melesat lebih dari 9%, meski secara minguan masih melemah. Indeks S&P 500 sepanjang pekan ini merosot 8,79%, Nasdaq -8,17%, dan Dow Jones yang terburuk setelah ambles 10,36%.
Kongres AS akhirnya menyetujui PPh 0% tersebut pada Jumat malam waktu AS, saat perdagangan di Wall Street sudah berakhir. Sebagai kiblat bursa saham dunia, penguatan tajam Wall Street pada perdagangan Jumat serta disetujuinya PPh 0% di AS tentunya memberikan angina segar ke bursa saham lainnya. IHSG memiliki peluang bangkit pada perdagangan Senin pekan depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Indeks Nikkei di Rekor Tertinggi 33 Tahun, IHSG Kapan?
Dalam 5 hari perdagangan di pekan ini, IHSG sebenarnya mampu menguat dalam 2 hari perdagangan, tetapi nyatanya tidak mampu menyelamatkan dari penurunan tajam. Total sepanjang pekan ini, bursa kebanggaan Tanah Air ini ambles 10,75%, dan menjadi kinerja mingguan terburuk sejak bulan Oktober 2008.
Persentase penurunan tersebut bisa jadi lebih besar seandainya IHSG gagal rebound pada perdagangan Jumat (13/3/2020) kemarin. IHSG mengakhiri perdagangan Jumat dengan menguat 0,24% di level 4.907,571, setelah sebelumnya merosot 5,23% ke 4.639,914. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 24 Februari 2016.
Trading halt pertama terjadi pada hari Kamis pukul 15:33 WIB, saat itu IHSG jeblok 5,01% dan perdagangan dihentikan selama 30 menit. Karena perdagangan di BEI dalam waktu normal ditutup pada pukul 16:00 WIB, otomatis posisi saat mengalami trading halt tersebut sekaligus menjadi level penutupan IHSG di hari Kamis.
Kemudian Jumat kemarin, hanya 15 menit setelah perdagangan dibuka pukul 9:00 WIB, IHSG kembali mengalami trading halt selama 30 menit, lagi-lagi akibat merosot 5,01%.
Penyebab aksi jual di bursa saham tersebut adalah penyebaran wabah virus corona atau COVID-19 yang melonjak di luar China. Wabah yang sudah resmi dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) ini dikhawatirkan akan menekan pertumbuhan ekonomi global cukup dalam.
Lembaga riset global, Moody's Analytics, memprediksi virus corona Wuhan (Covid-19) dapat menekan pertumbuhan ekonomi China pada 2020 menjadi tinggal 5,4% dari angka pertumbuhan tahun lalu 6%.
Selain berdampak pada ekonomi China, ekonomi AS juga akan diprediksi akan melambat 0,6 ppt (persentase poin) dan hanya dapat tumbuh 1,3% pada kuartal I-2020. Tahun ini, ekonomi AS diprediksi melambat 0,2 ppt dari prediksi awal 2% atau artinya hanya tumbuh 1,7%.
Dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di China dan AS itu, maka dampaknya diprediksi dapat membuat pertumbuhan ekonomi dunia melambat 0,4 ppt menjadi 2,4% tahun ini dari prediksi awal 2,8%
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam acara Economic Outlook 2020 CNBC Indonesia di The Ritz Carlton Ballroom, Pasific Place, Jakarta, Rabu (26/2/2020) menyatakan jika perekonomian China melambat 1%, maka pertumbuhan ekonomi RI bisa terpangkas 0,3-0,6%.
Itu baru China saja, belum lagi negara-negara lainnya, tentunya ekonomi Indonesia bisa lebih tertekan. Pelambatan ekonomi tersebut bisa lebih buruk lagi, jika wabah virus corona berlanjut hingga kuartal II tahun ini.
Bursa Saham Global Lebih Parah Dari IHSG
Jika melihat penurunan IHSG saja sudah horor, apalagi melihat pergerakan bursa saham lainnya. Dibandingkan dengan bursa utama Asia, hanya indeks Shanghai Composite China, dan Hang Seng Hong Kong yang pelemahannya lebih kecil dibandingkan IHSG.
Bursa saham Eropa lebih parah lagi, indeks FTSE 100 Inggris ambles 16,97%, CAC Prancis -19,86%, DAX Jerman -20,1%, dan FTSE MIB Italia paling parah setelah ambrol 23,3%
Pandemi COVID-19 yang berasal dari kota Wuhan, Provinsi Hubei, China ini meluas hingga lebih dari 100 negara menjadi pemicu utama buruknya kinerja bursa saham global. Penyebaran virus corona sudah sangat melambat di China, tetapi lonjakan justru terjadi di negara-negara lain.
Lonjakan kasus di luar China pertama terjadi di Korea Selatan, kemudian Iran, dan Italia. Negeri Pizza kini menjadi negara dengan jumlah kasus virus corona terbanyak kedua setelah China.
Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE jumlah kasus di Italia sudah lebih dari 17.000 orang dengan korban meninggal dunia sebanyak 1.266 orang.
Pemerintah Italia kini bahkan mengisolasi penuh negaranya demi meredam penyebaran wabah virus corona. Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte mengumumkan mengisolasi penuh Italia, melarang pertemuan publik, hingga membatalkan pertandingan sepak bola Serie A.
Sementara itu di AS, jumlah kasus corona dilaporkan nyaris 2.000 orang. Presiden AS, Donald Trump, sudah mendeklarasikan keadaan darurat pandemi COVID-19 secara nasional pada Jumat waktu setempat.
Bursa saham AS (Wall Street) juga terpuruk di pekan ini, meski sedikit lebih baik dibandingkan IHSG. Kinerja Wall Street tersebut tertolong penguatan tajam pada perdagangan Jumat kemarin setelah Kongres AS dilaporkan akan menyetujui pemangkasan Pajak Penghasilan (PPh) menjadi 0% alias tidak dikenakan pajak sama sekali. Ketiga indeks utama Wall Street melesat lebih dari 9%, meski secara minguan masih melemah. Indeks S&P 500 sepanjang pekan ini merosot 8,79%, Nasdaq -8,17%, dan Dow Jones yang terburuk setelah ambles 10,36%.
Kongres AS akhirnya menyetujui PPh 0% tersebut pada Jumat malam waktu AS, saat perdagangan di Wall Street sudah berakhir. Sebagai kiblat bursa saham dunia, penguatan tajam Wall Street pada perdagangan Jumat serta disetujuinya PPh 0% di AS tentunya memberikan angina segar ke bursa saham lainnya. IHSG memiliki peluang bangkit pada perdagangan Senin pekan depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Indeks Nikkei di Rekor Tertinggi 33 Tahun, IHSG Kapan?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular