
Corona & Penjualan Loyo, Saham Emiten Ritel Rontok
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
12 March 2020 07:33

Perlambatan pertumbuhan penjualan ritel ini bisa jadi indikator daya beli masyarakat Indonesia yang melemah. Dugaan ini dikonfirmasi dengan dua data utama yakni pelemahan inflasi dan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Untuk melihat daya beli masyarakat, indikator yang kerap kali digunakan adalah inflasi inti. Laju inflasi inti di sepanjang 2019 tumbuh melambat 3,02% dibanding tahun 2018 yang dapat tumbuh sebesar 3,07%.
Inflasi inti mencerminkan kelompok barang yang harganya susah naik. Kala inflasi inti terkerek naik, artinya konsumen masih mau membayar lebih tinggi untuk barang dan jasa yang sebenarnya harganya sukar naik. Ini menjadi cerminan daya beli yang sehat. Namun pada 2019, terlihat ada sedikit perlambatan inflasi inti. Artinya, harus diakui bahwa konsumsi rumah tangga sedang tidak baik-baik saja.
Indikator kedua yang mencerminkan terjadinya pelemahan daya beli masyarakat Indonesia adalah penurunan penerimaan PPN sebesar 0,8% (yoy) pada 2019.
PPN adalah pajak yang dibayarkan atas segala transaksi dengan tarif 10%. Penurunan setoran PPN menggambarkan bahwa transaksi di perekonomian nasional memang berkurang. Ini artinya konsumsi masyarakat sedang lesu. Kedua indikator tersebut memang sudah terlihat sejak tahun lalu.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga menjadi indikator lain yang bisa digunakan. IKK versi Bank Indonesia untuk bulan Februari tahun ini berada di angka 117,7. Angka di atas 100 menunjukkan konsumen masih optimis dalam memandang perekonomian. Namun optimisme tersebut terus tergerus sejak Januari.
Penjualan ritel yang tumbuh melambat karena ada indikasi pelemahan daya beli di tengah merebaknya wabah corona yang menggerus optimisme konsumen memandang perekonomian jelas menjadi sentimen yang membebani pergerakan harga saham emiten ritel tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Untuk melihat daya beli masyarakat, indikator yang kerap kali digunakan adalah inflasi inti. Laju inflasi inti di sepanjang 2019 tumbuh melambat 3,02% dibanding tahun 2018 yang dapat tumbuh sebesar 3,07%.
Inflasi inti mencerminkan kelompok barang yang harganya susah naik. Kala inflasi inti terkerek naik, artinya konsumen masih mau membayar lebih tinggi untuk barang dan jasa yang sebenarnya harganya sukar naik. Ini menjadi cerminan daya beli yang sehat. Namun pada 2019, terlihat ada sedikit perlambatan inflasi inti. Artinya, harus diakui bahwa konsumsi rumah tangga sedang tidak baik-baik saja.
PPN adalah pajak yang dibayarkan atas segala transaksi dengan tarif 10%. Penurunan setoran PPN menggambarkan bahwa transaksi di perekonomian nasional memang berkurang. Ini artinya konsumsi masyarakat sedang lesu. Kedua indikator tersebut memang sudah terlihat sejak tahun lalu.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga menjadi indikator lain yang bisa digunakan. IKK versi Bank Indonesia untuk bulan Februari tahun ini berada di angka 117,7. Angka di atas 100 menunjukkan konsumen masih optimis dalam memandang perekonomian. Namun optimisme tersebut terus tergerus sejak Januari.
Penjualan ritel yang tumbuh melambat karena ada indikasi pelemahan daya beli di tengah merebaknya wabah corona yang menggerus optimisme konsumen memandang perekonomian jelas menjadi sentimen yang membebani pergerakan harga saham emiten ritel tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular