
Setelah Jatuh, Harga Minyak Melesat Lebih dari 3% Hari Ini
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
11 March 2020 10:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah jatuh dan menyentuh level terendah dalam tiga tahun dan kemarin ditutup menguat, hari iniĀ harga minyak mentah kontrak berjangka kembali mencatatkan penguatan yang cukup signifikan.
Rabu (11/3/2020), harga minyak melesat tajam lebih dari 3% dalam sehari. Brent dihargai US$ 38,62/barel atau naik 3,76% dan West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 35,44/barel atau melesat 3,14%.
Kenaikan harga minyak dalam dua hari terakhir dipicu oleh dua sentimen utama. Pertama tentu harga minyak yang sudah anjlok sangat dalam. Apalagi harga minyak pada Senin (9/3/2020) ambles lebih dari 20% dalam sehari dan mencatatkan koreksi paling dalam sejak 1991. Jadi memang sudah saatnya beli dengan harga yang diobral.
Kedua adalah adanya harapan bahwa AS sebagai produsen minyak terbesar di dunia akan memangkas produksi mereka di tengah rontoknya harga minyak akibat perang harga Arab dan Rusia.
"Harapan produsen minyak [Shale Oil] AS akan memangkas produksi mereka memperbaiki sentimen di pasar" kata Satoru Yoshida, seorang analis komoditas di Rakuten Sekuritas, seperti yang diwartakan Reuters.
Sampai saat ini sudah mulai banyak produsen minyak Amerika Utara yang mulai kesulitan untuk menekan biaya serta ongkos pengeboran akibat jatuhnya harga minyak, salah satunya adalah Occidental Petroleum yang merupakan perusahaan migas di AS.
Namun rebound ini tak akan berlangsung lama, mengingat Arab Saudi dan Rusia akan adu kuat untuk menggenjot produksi mereka secara besar-besaran untuk memperbesar pangsa pasar, tulis ANZ dalam sebuah catatan, melansir Reuters.
Rusia memang tidak menyetujui proposal Arab untuk memangkas produksi minyak demi menstabilkan harga yang terus anjlok akibat wabah corona. Pertemuan organisasi negara-negara eksportir minyak dan aliansinya (OPEC+) dijadwalkan pada Mei-Juni.
Namun Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC mengatakan, jika tidak ada kesepakatan untuk menangani dampak wabah corona terhadap permintaan dan harga minyak maka pertemuan tersebut tidak perlu ada.
"Jika anjloknya harga minyak dapat membuat produksi minyak [shale oil] AS dipangkas, maka ada kemungkinan OPEC+ dapat kembali pada kesepakatan untuk memangkas produksi minyak mereka" papar Yoshida.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Gawat! Harga Minyak Dunia Terbang Tinggi ke US$ 90, Ini Pemicunya
Rabu (11/3/2020), harga minyak melesat tajam lebih dari 3% dalam sehari. Brent dihargai US$ 38,62/barel atau naik 3,76% dan West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 35,44/barel atau melesat 3,14%.
Kenaikan harga minyak dalam dua hari terakhir dipicu oleh dua sentimen utama. Pertama tentu harga minyak yang sudah anjlok sangat dalam. Apalagi harga minyak pada Senin (9/3/2020) ambles lebih dari 20% dalam sehari dan mencatatkan koreksi paling dalam sejak 1991. Jadi memang sudah saatnya beli dengan harga yang diobral.
"Harapan produsen minyak [Shale Oil] AS akan memangkas produksi mereka memperbaiki sentimen di pasar" kata Satoru Yoshida, seorang analis komoditas di Rakuten Sekuritas, seperti yang diwartakan Reuters.
Sampai saat ini sudah mulai banyak produsen minyak Amerika Utara yang mulai kesulitan untuk menekan biaya serta ongkos pengeboran akibat jatuhnya harga minyak, salah satunya adalah Occidental Petroleum yang merupakan perusahaan migas di AS.
Namun rebound ini tak akan berlangsung lama, mengingat Arab Saudi dan Rusia akan adu kuat untuk menggenjot produksi mereka secara besar-besaran untuk memperbesar pangsa pasar, tulis ANZ dalam sebuah catatan, melansir Reuters.
Rusia memang tidak menyetujui proposal Arab untuk memangkas produksi minyak demi menstabilkan harga yang terus anjlok akibat wabah corona. Pertemuan organisasi negara-negara eksportir minyak dan aliansinya (OPEC+) dijadwalkan pada Mei-Juni.
Namun Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC mengatakan, jika tidak ada kesepakatan untuk menangani dampak wabah corona terhadap permintaan dan harga minyak maka pertemuan tersebut tidak perlu ada.
"Jika anjloknya harga minyak dapat membuat produksi minyak [shale oil] AS dipangkas, maka ada kemungkinan OPEC+ dapat kembali pada kesepakatan untuk memangkas produksi minyak mereka" papar Yoshida.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Gawat! Harga Minyak Dunia Terbang Tinggi ke US$ 90, Ini Pemicunya
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular