
Dolar AS Loyo Gegara Corona, tapi Rupiah juga KO
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 March 2020 14:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah jeblok pada perdagangan Senin (9/3/2020) melanjutkan pelemahan 2 hari sebelumnya. Kecemasan akan pelambatan ekonomi global akibat wabah virus corona terus membuat rupiah tertekan.
Rupiah membuka perdagangan di level Rp 14.240/US$, melemah 0,14% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pelemahan terus berlanjut hingga 0,91% ke Rp 14.350/US$ sebelum tengah hari.
S&P Global dalam sebuah laporannya dipublikasikan pada Jumat (6/3/2020) menuliskan virus corona dapat menimbulkan kerugian pada perekonomian Asia Pasifik sebesar US$ 211 miliar atau setara dengan lebih dari seperlima output perekonomian RI dalam setahun.
Australia, Hong Kong, Singapura, Jepang, Korea Selatan dan Thailand diprediksi terancam terseret ke dalam jurang resesi, menurut S&P. Lembaga tersebut juga merevisi turun perkiraan pertumbuhan ekonomi China untuk 2020 dari 5,7% menjadi 4,8%.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya sempat menyatakan jika perekonomian China terpangkas 1 poin persentase, maka ekonomi Indonesia berisiko terpangkas 0,3-0,6 poin persentase.
Itu baru China, belum melihat negara-negara lain yang memiliki hubungan dagang yang besar dengan Indonesia seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan yang juga diprediksi mengalami pelambatan ekonomi hingga resesi. Tekanan bagi ekonomi Indonesia tentunya semakin besar.
Selain itu, belum diketahui sampai kapan wabah virus corona akan berlangsung, Di China memang sudah terjadi penurunan jumlah kasus baru yang signifikan. Tetapi peningkatan tajam justru terjadi di luar China.
Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE jumlah kasus virus corona kini lebih dari 110.000 orang, dengan korban meninggal sebanyak 3.825 orang.
Di luar China, lonjakan kasus terjadi di Korea Selatan, Italia, Iran, Perancis, Jerman, hingga AS.
Jumlah kasus corona di AS kini mencapai 554 orang, negara bagian California dan New York bahkan sudah mengumumkan kondisi darurat corona.
Akibat wabah tersebut bank sentral di berbagai negara, termasuk di AS (Federal Reserve/The Fed) harus memangkas suku bunga guna meminimalisir dampaknya ke perekonomian.
The Fed pada pekan lalu mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga 50 basis poin (bps) menjadi 1-1,25%, dan diprediksi memangkas lagi dengan jumlah yang sama pada pekan depan.
Dolar sebenarnya sedang tertekan akibat kebijakan The Fed tersebut. Indeks dolar AS siang ini melemah 0,72% ke 95,26 bahkan pagi tadi sempat di 94,88 yang merupakan level terendah sejak Oktober 2018. Indeks ini dibentuk dari 6 mata uang, euro, poundsterling, yen, dolar Kanada, franc Swiss, dan krona Swedia, serta kerap dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS.
Sayangnya tekanan yang dialami dolar AS belum sanggup mengangkat kinerja rupiah. Sebagai mata uang emerging market, rupiah dianggap lebih berisiko sehingga tekanan jual yang dialami rupiah lebih besar dibandingkan dolar AS.
Rupiah membuka perdagangan di level Rp 14.240/US$, melemah 0,14% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pelemahan terus berlanjut hingga 0,91% ke Rp 14.350/US$ sebelum tengah hari.
S&P Global dalam sebuah laporannya dipublikasikan pada Jumat (6/3/2020) menuliskan virus corona dapat menimbulkan kerugian pada perekonomian Asia Pasifik sebesar US$ 211 miliar atau setara dengan lebih dari seperlima output perekonomian RI dalam setahun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya sempat menyatakan jika perekonomian China terpangkas 1 poin persentase, maka ekonomi Indonesia berisiko terpangkas 0,3-0,6 poin persentase.
Itu baru China, belum melihat negara-negara lain yang memiliki hubungan dagang yang besar dengan Indonesia seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan yang juga diprediksi mengalami pelambatan ekonomi hingga resesi. Tekanan bagi ekonomi Indonesia tentunya semakin besar.
Selain itu, belum diketahui sampai kapan wabah virus corona akan berlangsung, Di China memang sudah terjadi penurunan jumlah kasus baru yang signifikan. Tetapi peningkatan tajam justru terjadi di luar China.
Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE jumlah kasus virus corona kini lebih dari 110.000 orang, dengan korban meninggal sebanyak 3.825 orang.
Di luar China, lonjakan kasus terjadi di Korea Selatan, Italia, Iran, Perancis, Jerman, hingga AS.
Jumlah kasus corona di AS kini mencapai 554 orang, negara bagian California dan New York bahkan sudah mengumumkan kondisi darurat corona.
Akibat wabah tersebut bank sentral di berbagai negara, termasuk di AS (Federal Reserve/The Fed) harus memangkas suku bunga guna meminimalisir dampaknya ke perekonomian.
The Fed pada pekan lalu mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga 50 basis poin (bps) menjadi 1-1,25%, dan diprediksi memangkas lagi dengan jumlah yang sama pada pekan depan.
Dolar sebenarnya sedang tertekan akibat kebijakan The Fed tersebut. Indeks dolar AS siang ini melemah 0,72% ke 95,26 bahkan pagi tadi sempat di 94,88 yang merupakan level terendah sejak Oktober 2018. Indeks ini dibentuk dari 6 mata uang, euro, poundsterling, yen, dolar Kanada, franc Swiss, dan krona Swedia, serta kerap dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS.
Sayangnya tekanan yang dialami dolar AS belum sanggup mengangkat kinerja rupiah. Sebagai mata uang emerging market, rupiah dianggap lebih berisiko sehingga tekanan jual yang dialami rupiah lebih besar dibandingkan dolar AS.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular