Waduh, Investor Masih 'Buang' Rupiah...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 March 2020 12:16
Waduh, Investor Masih 'Buang' Rupiah...
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang menguat sepanjang pekan ini. Namun sejatinya mata uang Tanah Air masih dalam tekanan.

Sepanjang minggu ini, rupiah menguat 0,84% di hadapan greenback. Mengawali pekan di Rp 14.340/US$, rupiah finis di Rp 14.220/US$.

Akan tetapi, sebenarnya posisi rupiah masih rawan. Sebab investor terlihat mengurangi posisi beli (long) terhadap rupiah.

Reuters melakukan survei dwi-mingguan untuk melihat performa mata uang utama Asia di hadapan dolar AS. Hasil survei ini digambarkan dalam angka -3 sampai 3. Semakin tinggi angkanya maka investor semakin mengambil posisi long terhadap dolar AS yang berarti mata uang lawannya mengalami tekanan jual.

Dalam survei terbaru 5 Maret 2020, rupiah mendapat skor 0,73. Rupiah adalah mata uang dengan kinerja terburuk kedua di Asia, hanya unggul dari baht Thailand.

Padahal dalam delapan periode survei beruntun, rupiah mendapat nilai di teritori minus yang berarti investor cenderung mengambil posisi beli. Namun dalam survei terakhir kinerja rupiah merosot tajam.

Refinitiv


Ya, rupiah memang menjadi mata uang terlemah di Asia sejak wabah virus corona melanda dunia. Sejak akhir Januari hingga 6 Maret, rupiah melemah sampai 4,18% di hadapan dolar AS.

Dalam periode yang sama, berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning:




Rupiah merana karena minimnya pasokan devisa baik dari perdagangan maupun sektor keuangan. Di sisi perdagangan, penerimaan devisa ekspor menurun seiring koreksi harga komoditas andalan Indonesia.



Secara year-to-date, harga minyak sawit mentah (CPO) acuan di Bursa Malaysia ambles hampir 20%. Sementara harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) turun 4,42%. Dua komoditas ini adalah andalan ekspor Indonesia.

Pergerakan Harga CPO dan Batu Bara (Refinitiv)


Di pasar keuangan, investor asing membukukan jual bersih Rp 6,48 triliun sejak akhir 2019 di pasar saham. Dalam periode yang sama, kepemilikan asing di obligasi pemerintah berkurang Rp 31,83 triliun.

Investor di pasar keuangan memang bersikap menghindari risiko (risk off) akibat penyebaran virus corona yang semakin luas. Wajar saja, karena virus corona membuat pabrik-pabrik berhenti produksi, rantai pasok terputus, pariwisata lesu, sehingga prospek pertumbuhan ekonomi menjadi suram.

Dalam situasi seperti ini, investor tentu memilih bermain aman dengan mengoleksi aset-aset berstatus safe haven seperti emas dan obligasi pemerintah AS. Secara year-to-date harga emas dunia di pasar spot meroket 10,34% karena tingginya permintaan.

Sedangkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun saat ini hanya 0,707%, terendah setidaknya sejak 1953. Penurunan yield menandakan harga obligasi sedang naik karena permintaan yang meningkat.




TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular