Dolar AS "Ngenes" di Hadapan Euro

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 March 2020 21:57
Padahal 2 pekan lalu, euro masih berada di level terlemah nyaris 3 tahun terakhir.
Foto: REUTERS/Eric Vidal/File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar euro kembali melesat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (6/3/2020) hingga menyentuh level tertinggi dalam 8 bulan terakhir. Padahal 2 pekan lalu, euro masih berada di level terlemah nyaris 3 tahun terakhir.

Euro menguat 0,9% ke US$ 1,134 yang merupakan level terkuat sejak 1 Juli 2019, penguatan tersebut sedikit terpangkas menjadi 0,73% di US$ 1.1323 pada pukul 21:05 WIB.

Jika melihat sejak 20 Juli hingga hari ini, Mata uang 19 negara ini hanya sekali melemah dan sekali stagnan, sisanya menguat dengan total 4,88%. Kinerja dolar AS memburuk di pekan ini setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga secara agresif. 

Seperti diketahui sebelumnya, pada Selasa malam (Selasa pagi waktu AS), The Fed tiba-tiba mengumumkan memangkas suku bunga acuannya atau Federal Funds Rate (FFR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 1%-1,25%. Pemangkasan mendadak sebesar itu menjadi yang pertama sejak Desember 2008 atau saat krisis finansial. Kala itu The Fed memangkas suku bunga sebesar 75 bps.

Bank sentral paling powerful di dunia ini seharusnya mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 17-18 Maret waktu AS, tetapi penyebaran wabah corona virus menjadi alasan The Fed memangkas suku bunga lebih awal dari jadwal RDG.

Dalam konferensi pers setelah pengumuman tersebut, pimpinan The Fed Jerome Powell mengatakan keputusan pemangkasan suku bunga diambil setelah para anggota dewan The Fed melihat wabah virus corona mempengaruhi outlook perekonomian.

"Besarnya efek virus corona terhadap perekonomian AS masih sangat tidak menentu dan berubah-ubah. Melihat latar belakang tersebut, anggota dewan menilai risiko terhadap outlook perekonomian telah berubah secara material. Merespon hal tersebut, kami telah melonggarkan kebijakan moneter untuk memberikan lebih banyak support ke perekonomian" kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International.

Pemangkasan tersebut sudah diprediksi oleh pelaku pasar, hanya saja terjadi lebih cepat dari jadwal RDG dua pekan mendatang.

Pelaku pasar memprediksi The Fed masih akan memangkas suku bunga lagi saat mengumumkan suku bunga 18 Maret (19 Maret waktu Indonesia) nanti. Kamis kemarin, pelaku pasar memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga 25 bps 18 Maret nanti, tapi kini prediksi tersebut bertambah menjadi 50 bps.

Berdasarkan data dari piranti FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat adanya probabilitas sebesar 55,1% The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 50 bps menjadi 0,5-0,75%. Selain itu pelaku pasar melihat 44,9% suku bunga akan dipangkas 75 bps menjadi 0,25%-0,5%, dan tidak ada probabilitas suku bunga dipangkas 25 bps atau dipertahankan.

Dampaknya, dolar AS terus tertekan melawan euro, bahkan ketika data tenaga kerja AS dirilis apik.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan Februari ekonomi AS mampu menyerap 273.000 tenaga kerja, sama dengan bulan sebelumnya. Selain itu tingkat pengangguran dilaporkan turun menjadi 3,5% dan sebelumnya 3,6%, dan rata-rata upah per jam tumbuh 0,3% lebih tinggi dari sebelumnya 0,2%.

Namun, pelaku pasar tidak terlalu merespon data tersebut, dan lebih berfokus pada probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular