
'Dipaksa' Turunkan Bunga Kredit, Saham Bank Babak Belur
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
06 March 2020 16:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) telah melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuan BI 7D Repo Rate (BI 7D Repo Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%. Kebijakan BI tersebut oleh pemerintah diharapkan segera ditransmisikian oleh perbankan dengan menurunkan suku bunga kredit.
Namun rencana tersebut rupanya mendapat respons negatif dari dari investor di pasar saham. Harga saham bank-bank berguguran pada perdagangan hari ini.
Dalam pernyataan kemarin, Kamis (5/3/2020) sejumlah bank berkomitmen untuk segera melaksanakannya dengan menurunkan bunga. BI selaku otoritas moneter telah menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRRR) empat kali tahun lalu dan satu kali tahun ini.
Pada 21 Februari lalu, melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan untuk menurunkan BI 7-DRRR sebesar 25 bps menjadi 4,75% sebagai bentuk stimulus untuk meredam dampak yang mungkin ditimbulkan akibat merebaknya virus corona yang kini telah menjangkiti lebih dari 60 negara di dunia.
Setelah BI memutuskan pemangkasan suku bunga, pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemarin langsung meminta perbankan untuk segera menurunkan bunga kredit. Alasan pemerintah adalah ada risiko perlambatan ekonomi yang menghantui dunia, termasuk Indonesia.
Permintaan pemerintah tersebut langsung direspons negatif oleh pasar. Hari ini, ketika IHSG anjlok mengikuti bursa saham global, saham-saham emiten perbankan terutama yang berasal dari BUKU IV ditutup ambles dalam. BBCA (-3,65%), BBNI (-6,23%), BBRI (-3,37%), BMRI (-4,6%), BNGA (-1,18%) dan PNBN (-1,73%).
Hal yang ditakutkan investor adalah penurunan bunga terutama bunga kredit akan berdampak pada penurunan laba perbankan mengingat kondisi likuiditas saat ini sedang ketat.
Hal ini terlihat dari indikator Loan to Deposit Rasio (LDR) rerata bank BUKU berada di atas batas atas aman yang sudah ditetapkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/11/PBI/2015 sebesar 92%.
Ketatnya likuiditas sangat dirasakan oleh Bank BUKU III dengan LDR di atas 100%. Pada akhir tahun lalu, LDR bank BUKU III pada Desember 2019 berada di angka 103,71%. Likuiditas ketat pada Bank BUKU III dipicu oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang minus 5,5% (yoy).
Untuk menjaga likuiditas, bank BUKU III cenderung mengerem penyaluran kredit. Hal ini tercermin dari laju penyaluran kredit yang justru terkontraksi sebesar 5,1% (yoy).
Jika bunga terutama bunga kredit diminta untuk turun, maka yang paling merasakan dampaknya adalah bank BUKU III, mengingat dilihat dari tingkat profitabiltas bank-bank BUKU III yang merupakan yang paling rendah dibanding bank BUKU lain.
Selain menurunkan BI 7-DRRR pada akhir Februari lalu, BI juga memutuskan memompa likuiditas untuk industri perbankan dengan menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk rupiah sebesar 50 bps. Sebenarnya bunga bank sudah turun. Artinya transmisi kebijakan moneter perbankan telah berjalan. Data Statistik Perbankan Indonesia versi OJK menunjukkan suku bunga rata-rata kredit perbankan untuk kredit modal kerja (KMK) sudah turun dari 10,37% (2018) menjadi 10,09% (2019) untuk kredit yang disalurkan dalam mata uang rupiah.
Rata-rata suku bunga kredit investasi (KI) bank umum juga telah turun dari 10,38% (2018) menjadi 9,9% (2019). Sementara untuk kredit konsumsi (KK) juga terjadi penurunan dari 11,73% (2018) menjadi 11,62% (2019).
Memang penurunan suku bunga acuan tak serta merta ditranslasikan dengan penurunan suku bunga kredit. Pertama penurunan suku bunga acuan akan berdampak pada penurunan suku bunga di Pasar Uang Antar Bank (PUAB), baru deposito kemudian baru penurunan suku bunga kredit.
Penurunan suku bunga kredit juga tak bisa langsung terjadi secara merata. Bank juga perlu meninjau tingkat risiko dari debiturnya. Jika debiturnya memiliki risiko yang tinggi ya otomatis bunga kreditnya akan relatif lebih lama turun. Ini juga terkait dengan manajemen risiko dari perbankan apalagi di tengah kondisi likuiditas bank yang ketat.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan likuiditas ketat juga masih akan terjadi di tahun 2020 ini. Penyaluran kredit diramal tumbuh 12% sementara pertumbuhan DPK hanya 8%.
Merespons kabar ini, emiten perbankan BUKU III juga terkoreksi dalam. Pada akhir penutupan perdagangan saham BBTN ambles 3,49%, BDMN turun 1,58%, BNII anjlok 2,7%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article OJK Lanjut Beri Stimulus, Saham Bank RI Terbang
Namun rencana tersebut rupanya mendapat respons negatif dari dari investor di pasar saham. Harga saham bank-bank berguguran pada perdagangan hari ini.
Dalam pernyataan kemarin, Kamis (5/3/2020) sejumlah bank berkomitmen untuk segera melaksanakannya dengan menurunkan bunga. BI selaku otoritas moneter telah menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRRR) empat kali tahun lalu dan satu kali tahun ini.
Pada 21 Februari lalu, melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan untuk menurunkan BI 7-DRRR sebesar 25 bps menjadi 4,75% sebagai bentuk stimulus untuk meredam dampak yang mungkin ditimbulkan akibat merebaknya virus corona yang kini telah menjangkiti lebih dari 60 negara di dunia.
Setelah BI memutuskan pemangkasan suku bunga, pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemarin langsung meminta perbankan untuk segera menurunkan bunga kredit. Alasan pemerintah adalah ada risiko perlambatan ekonomi yang menghantui dunia, termasuk Indonesia.
Permintaan pemerintah tersebut langsung direspons negatif oleh pasar. Hari ini, ketika IHSG anjlok mengikuti bursa saham global, saham-saham emiten perbankan terutama yang berasal dari BUKU IV ditutup ambles dalam. BBCA (-3,65%), BBNI (-6,23%), BBRI (-3,37%), BMRI (-4,6%), BNGA (-1,18%) dan PNBN (-1,73%).
Hal yang ditakutkan investor adalah penurunan bunga terutama bunga kredit akan berdampak pada penurunan laba perbankan mengingat kondisi likuiditas saat ini sedang ketat.
Hal ini terlihat dari indikator Loan to Deposit Rasio (LDR) rerata bank BUKU berada di atas batas atas aman yang sudah ditetapkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/11/PBI/2015 sebesar 92%.
Ketatnya likuiditas sangat dirasakan oleh Bank BUKU III dengan LDR di atas 100%. Pada akhir tahun lalu, LDR bank BUKU III pada Desember 2019 berada di angka 103,71%. Likuiditas ketat pada Bank BUKU III dipicu oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang minus 5,5% (yoy).
Untuk menjaga likuiditas, bank BUKU III cenderung mengerem penyaluran kredit. Hal ini tercermin dari laju penyaluran kredit yang justru terkontraksi sebesar 5,1% (yoy).
Jika bunga terutama bunga kredit diminta untuk turun, maka yang paling merasakan dampaknya adalah bank BUKU III, mengingat dilihat dari tingkat profitabiltas bank-bank BUKU III yang merupakan yang paling rendah dibanding bank BUKU lain.
Selain menurunkan BI 7-DRRR pada akhir Februari lalu, BI juga memutuskan memompa likuiditas untuk industri perbankan dengan menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk rupiah sebesar 50 bps. Sebenarnya bunga bank sudah turun. Artinya transmisi kebijakan moneter perbankan telah berjalan. Data Statistik Perbankan Indonesia versi OJK menunjukkan suku bunga rata-rata kredit perbankan untuk kredit modal kerja (KMK) sudah turun dari 10,37% (2018) menjadi 10,09% (2019) untuk kredit yang disalurkan dalam mata uang rupiah.
Rata-rata suku bunga kredit investasi (KI) bank umum juga telah turun dari 10,38% (2018) menjadi 9,9% (2019). Sementara untuk kredit konsumsi (KK) juga terjadi penurunan dari 11,73% (2018) menjadi 11,62% (2019).
Memang penurunan suku bunga acuan tak serta merta ditranslasikan dengan penurunan suku bunga kredit. Pertama penurunan suku bunga acuan akan berdampak pada penurunan suku bunga di Pasar Uang Antar Bank (PUAB), baru deposito kemudian baru penurunan suku bunga kredit.
Penurunan suku bunga kredit juga tak bisa langsung terjadi secara merata. Bank juga perlu meninjau tingkat risiko dari debiturnya. Jika debiturnya memiliki risiko yang tinggi ya otomatis bunga kreditnya akan relatif lebih lama turun. Ini juga terkait dengan manajemen risiko dari perbankan apalagi di tengah kondisi likuiditas bank yang ketat.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan likuiditas ketat juga masih akan terjadi di tahun 2020 ini. Penyaluran kredit diramal tumbuh 12% sementara pertumbuhan DPK hanya 8%.
Merespons kabar ini, emiten perbankan BUKU III juga terkoreksi dalam. Pada akhir penutupan perdagangan saham BBTN ambles 3,49%, BDMN turun 1,58%, BNII anjlok 2,7%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article OJK Lanjut Beri Stimulus, Saham Bank RI Terbang
Most Popular