Sentimen Pelaku Pasar Masih Labil, Rupiah Melemah Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 March 2020 17:21
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.160/US$, melemah 0,35% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (5/3/2020), saat mayoritas mata uang utama Asia menguat.

Rupiah membuka perdagangan hari ini dengan stagnan di Rp 14.110/US$, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah hingga melemah 0,46% di Rp 14.175/US$. Rupiah sempat menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia, tetapi mampu memperbaiki posisi tersebut. Di penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.160/US$, melemah 0,35% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Hingga pukul 16:55 WIB, empat mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS, baht Thailand menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,48%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.



Performa rupiah hari ini terbalik dengan Rabu kemarin yang mampu menguat lebih dari 1%, sementara mata uang utama Asia lainnya penguatan tidak terlalu besar melawan dolar AS.

Penguatan rupiah tersebut terjadi akibat aliran modal ke dalam negeri setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve/The Fed mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga secara agresif, sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 1-1,25%.

"Pemangkasan Fed Fund Rate [FFR] 50 bps meskipun menimbulkan aksi jual di pasar saham AS karena pasar menilai langkah The Fed tersebut belum cukup dengan narasi yang kurang tegas, namun di pasar Asia mendorong harga saham dan obligasi di pasar Asia," ungkap Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah, Rabu (4/3/2020).



Kembali melemahnya rupiah menunjukkan sentimen pelaku pasar yang masih labil untuk kembali masuk ke aset-aset dengan imbal hasil tinggi, akibat wabah virus corona yang belum jelas sampai kapan akan terjadi. Penguatan tajam kemarin, tentunya memicu aksi ambil untung (profit taking) yang membuat rupiah menjadi yang terburuk di Asia hari ini.

Hal tersebut juga diungkapkan Nanang Rabu kemarin, dimana sentimen pelaku pasar dapat berubah dalam hitungan jam.

"Sementara karena arus modal asing ke pasar SUN hari ini (Rabu) cukup besar maka BI tidak berada di pasar namun tetap stay alert dan siap merespons karena sentimen pasar dalam kondisi saat ini bisa berubah sangat cepat dalam hitungan jam" kata Nanang.



Selain itu, data-data ekonomi AS dirilis apik Rabu malam kemarin, membuat dolar AS cukup perkasa. Automatic Data Processing Inc. melaporkan sepanjang bulan Februari sektor swasta AS menyerap tenaga kerja sebanyak 183.000 orang, meski menurun dari bulan sebelumnya 209.000 orang tetapi masih lebih banyak dari prediksi pasar 170.000 orang.

Sementara itu sektor non-manufaktur AS menambah laju ekspansinya. Purchasing managers' indeks (PMI) sektor non-manufaktur AS dilaporkan sebesar 57,3 di bulan Februari, naik dari bulan sebelumnya 55,5 sekaligus mematahkan prediksi penurunan menjadi 54,9.

Rilis data tersebut menguatkan pernyataan pimpinan The Fed, Jerome Powell, yang mengatakan ekonomi AS masih cukup kuat saat memangkas suku bunga Selasa lalu. Pemangkasan tersebut ditujukan akan dapat melindungi perekonomian dari risiko pelambatan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular