
Benarkah Dampak Jiwasraya Cuma 'Butiran Debu' di Industri?
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
27 February 2020 06:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kini menjadi 'virus' bagi ekosistem pasar keuangan nasional. Namun OJK menegaskan kontribusi Jiwasraya hanya sebesar 1% dari aset investasi di sektor keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menegaskan perlunya solusi dari masalah Jiwasraya sehingga masyarakat bisa percaya dan menaruh harapan kepada sektor keuangan.
"Ada virus Jiwasraya, suatu saat kalau ada hal nggak bagus yang kita peduli, Jiwasraya itu [ada dampak bagi] ekosistem keuangan yang kita peduli dan bagaimana solusi ke depan, agar masyarakat percaya pada sektor keuangan," kata dalam forum Economic Outlook 2020 yang digelar CNBC Indonesia, Rabu kemarin (26/2/2020).
"Kontribusi Jiwasraya tuh kecil hanya 1%, dampak dari Jiwasraya kecil, [tapi] ini memberikan satu kesimpangsiuran masyarakat, [sebab itu] jangan khawatir di pasar modal ekosistem kita bina," kata Wimboh.
Benarkah klaim OJK ini?
Berdasarkan data yang disampaikan Kepala Eksekutif Pengawasan IKNB OJK, Riswinandi, investasi yang dilakukan oleh sektor IKNB mencapai Rp 1.480 triliun. Angka ini meningkat 9,70% dari tahun sebelumnya. IKNB dalam hal ini terdiri dari perusahaan asuransi (jiwa dan umum serta reasuransi), perusahaan pembiayaan (multifinance), dana pensiun, dan jasa keuangan lainnya.
Dengan angka investasi IKNB, maka nilai gagal bayar Jiwasraya yang tahun ini mencapai Rp 16 triliun, porsinya hanya 1,08% dari total nilai aset investasi industri IKNB. Dari nilai investasi IKNB Rp 1.480 triliun itu, portofolio di produk pasar modal mencapai 80%.
"Penempatan investasi terbesar pada instrumen pasar modal yang mencapai hampir 80% dari total investasi," tulis Riswinandi, dalam paparan yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (26/2/2/2020).
Jika ditelaah lebih rinci, penempatan investasi IKNB, sebesar Rp 400,53 triliun atau 28,10% ditempatkan pada aset surat berharga negara (SBN), Rp 200,20 triliun di aset obligasi dan sukuk termasuk Medium Term Notes (MTN) atau surat utang jangka menengah.
Sementara itu penempatan investasi di saham dan reksa dana masing-masing mencapai Rp 291,84 triliun dan Rp 278,13 triliun atau setara 18,87% dan 18,65%.
Selebihnya, ditempatkan di aset deposito sebesar Rp 231,60 triliun atau setara 15,61% serta aset lain 5% atau setara Rp 76,38 triliun.
Dilihat secara jumlah aset total industri IKNB sepanjang tahun 2019 berjumlah Rp 2.557,78 triliun atau naik 8,66% dari tahun sebelumnya Rp 2.353,84 triliun.
Industri asuransi tercatat memiliki aset paling besar Rp 1.361,16 triliun per Desember, disusul lembaga pembiayaan Rp 35,41 triliun, dana pensiun Rp 22,72 triliun. Dengan nilai aset asuransi sebesar itu, porsi nilai gagal bayar Jiwasraya juga hanya 1,18%.
Lebih lanjut Wimboh menegaskan, ekosistem keuangan patut menjadi perhatian di tengah kasus gagal bayar Jiwasraya. Dengan perhatian ini diharapkan bisa ada solusi ke depan agar masyarakat bisa menaruh kepercayaan terhadap sektor keuangan.
Wimboh juga menegaskan banyak hal yang harus dibenahi bukan cuma asuransi, tapi juga non-bank lainnya. Pengawasannya, sistem pelaporannya juga harus dijadikan acuan ke perbankan. "Kita reformasi semua," katanya.
Tahun ini, gagal bayar Jiwasraya mencapai Rp 16 triliun, membengkak dari gagal bayar produk JS Savings Plan yang jatuh tempo Oktober-Desember 2019 sebesar Rp 13,2 triliun.
Hanya saja, setelah kasus gagal bayar Jiwasraya ini terungkap, sederet persoalan pun terus menambah beban Jiwasraya. Kejaksaan Agung pun turun tangan dengan menyidik dugaan korupsi Jiwasraya.
Proses penyidikannya pun berdampak besar terhadap industri lain termasuk pasar modal dan perusahaan investasi (manajer investasi) setelah Kejagung memblokir setidaknya 800 sub-rekening efek yang terkait dengan transaksi Jiwasraya. Pemblokiran ini pun membuat beberapa pihak yang rekeningnya ikut diblokir tak bisa bertransaksi.
Sebelumnya, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) bahkan mengakui persoalan kasus gagal bayar dan dugaan korupsi Jiwasraya mulai berdampak pada industri asuransi jiwa. Salah satu dampak ialah pemblokiran akun rekening efek terkait dengan Jiwasraya.
(tas/tas) Next Article Dari APBN hingga Holding Asuransi, Jiwasraya Masih Boncos!
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menegaskan perlunya solusi dari masalah Jiwasraya sehingga masyarakat bisa percaya dan menaruh harapan kepada sektor keuangan.
![]() |
"Ada virus Jiwasraya, suatu saat kalau ada hal nggak bagus yang kita peduli, Jiwasraya itu [ada dampak bagi] ekosistem keuangan yang kita peduli dan bagaimana solusi ke depan, agar masyarakat percaya pada sektor keuangan," kata dalam forum Economic Outlook 2020 yang digelar CNBC Indonesia, Rabu kemarin (26/2/2020).
"Kontribusi Jiwasraya tuh kecil hanya 1%, dampak dari Jiwasraya kecil, [tapi] ini memberikan satu kesimpangsiuran masyarakat, [sebab itu] jangan khawatir di pasar modal ekosistem kita bina," kata Wimboh.
Benarkah klaim OJK ini?
Berdasarkan data yang disampaikan Kepala Eksekutif Pengawasan IKNB OJK, Riswinandi, investasi yang dilakukan oleh sektor IKNB mencapai Rp 1.480 triliun. Angka ini meningkat 9,70% dari tahun sebelumnya. IKNB dalam hal ini terdiri dari perusahaan asuransi (jiwa dan umum serta reasuransi), perusahaan pembiayaan (multifinance), dana pensiun, dan jasa keuangan lainnya.
Dengan angka investasi IKNB, maka nilai gagal bayar Jiwasraya yang tahun ini mencapai Rp 16 triliun, porsinya hanya 1,08% dari total nilai aset investasi industri IKNB. Dari nilai investasi IKNB Rp 1.480 triliun itu, portofolio di produk pasar modal mencapai 80%.
"Penempatan investasi terbesar pada instrumen pasar modal yang mencapai hampir 80% dari total investasi," tulis Riswinandi, dalam paparan yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (26/2/2/2020).
![]() |
Jika ditelaah lebih rinci, penempatan investasi IKNB, sebesar Rp 400,53 triliun atau 28,10% ditempatkan pada aset surat berharga negara (SBN), Rp 200,20 triliun di aset obligasi dan sukuk termasuk Medium Term Notes (MTN) atau surat utang jangka menengah.
Sementara itu penempatan investasi di saham dan reksa dana masing-masing mencapai Rp 291,84 triliun dan Rp 278,13 triliun atau setara 18,87% dan 18,65%.
Selebihnya, ditempatkan di aset deposito sebesar Rp 231,60 triliun atau setara 15,61% serta aset lain 5% atau setara Rp 76,38 triliun.
Dilihat secara jumlah aset total industri IKNB sepanjang tahun 2019 berjumlah Rp 2.557,78 triliun atau naik 8,66% dari tahun sebelumnya Rp 2.353,84 triliun.
Industri asuransi tercatat memiliki aset paling besar Rp 1.361,16 triliun per Desember, disusul lembaga pembiayaan Rp 35,41 triliun, dana pensiun Rp 22,72 triliun. Dengan nilai aset asuransi sebesar itu, porsi nilai gagal bayar Jiwasraya juga hanya 1,18%.
Lebih lanjut Wimboh menegaskan, ekosistem keuangan patut menjadi perhatian di tengah kasus gagal bayar Jiwasraya. Dengan perhatian ini diharapkan bisa ada solusi ke depan agar masyarakat bisa menaruh kepercayaan terhadap sektor keuangan.
Wimboh juga menegaskan banyak hal yang harus dibenahi bukan cuma asuransi, tapi juga non-bank lainnya. Pengawasannya, sistem pelaporannya juga harus dijadikan acuan ke perbankan. "Kita reformasi semua," katanya.
Tahun ini, gagal bayar Jiwasraya mencapai Rp 16 triliun, membengkak dari gagal bayar produk JS Savings Plan yang jatuh tempo Oktober-Desember 2019 sebesar Rp 13,2 triliun.
Hanya saja, setelah kasus gagal bayar Jiwasraya ini terungkap, sederet persoalan pun terus menambah beban Jiwasraya. Kejaksaan Agung pun turun tangan dengan menyidik dugaan korupsi Jiwasraya.
Proses penyidikannya pun berdampak besar terhadap industri lain termasuk pasar modal dan perusahaan investasi (manajer investasi) setelah Kejagung memblokir setidaknya 800 sub-rekening efek yang terkait dengan transaksi Jiwasraya. Pemblokiran ini pun membuat beberapa pihak yang rekeningnya ikut diblokir tak bisa bertransaksi.
Sebelumnya, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) bahkan mengakui persoalan kasus gagal bayar dan dugaan korupsi Jiwasraya mulai berdampak pada industri asuransi jiwa. Salah satu dampak ialah pemblokiran akun rekening efek terkait dengan Jiwasraya.
"Terkait Jiwasraya, ada pengaruh, terutama dalam pemblokiran rekening, saya belum dapat kabar ada berapa yang sudah laporan soal pemblokiran, tapi kabarnya ada satu perusahaan asuransi jiwa. Pemblokiran ini akan mengganggu likuiditas dari perusahaan asuransi jiwa karena dia tidak bisa mencairkan klaim dari nasabahnya," kata Togar.
"[Perusahaan asuransi jiwa] juga nggak bisa menjual saham untuk mendapatkan gain," katanya.
(tas/tas) Next Article Dari APBN hingga Holding Asuransi, Jiwasraya Masih Boncos!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular