Meski 'Digoyang' Kasus, Investor Reksa Dana Bertambah lho

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
24 February 2020 10:03
Penurunan nilai NAB tersebut lebih disebabkan oleh penurunan nilai pasar (mark to market).
Foto: Reksa Dana (CNBC Indonesia/Irvin Avriano Arief)
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengelola Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) mengatakan penurunan nilai dana kelolaan atau nilai aktiva bersih (NAB) bukan disebabkan oleh penarikan dana (redemption) nasabah. Penurunan nilai NAB tersebut lebih disebabkan oleh penurunan nilai pasar (mark to market).

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua APRDI Prihatmo Hari yang mengatakan bahwa terjadi kenaikan jumlah unit pernyertaan (UP) reksa dana. "Jumlah UP naik itu artinya yang subscript [pembeli reksa dana] lebih banyak dari pada yang jual," kata Prihatmo kepada CNBC Indonesia, Senin (24/2/2020).


Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jumlah UP hingga 12 Februari naik 10,65% secara tahunan menjadi 424,6 juta unit dibandingkan UP pada periode yang sama 2019 sebanyak 386,5 juta unit.

Meski Sedang Bergejolak, Investor Reksa Dana Bertambah LhoFoto: Data OJK, redemption reksa dana hingga 12 Februari 2020

Prihatmo menjelaskan, dalam menilai dana kelolaan reksa dana ada dua komponen utama yang harus diperhatikan, yaitu UP dan NAB per unit.

"Nah NAB per unit itu naik turun, dipengaruhi oleh valuasi/mark to market efek yang dimiliki oleh reksa dana tersebut," jelas Prihatmo.

OJK mencatat dana kelolaan atau nilai aktiva bersih (NAB) industri reksa dana hingga 12 Februari 2020 sebesar Rp 539,11 triliun, atau turun 0,56% (Rp 3,09 triliun) dibandingkan jumlah dana kelolaan reksa dana pada Desember 2019 sebesar Rp 542,2 triliun.

Meski Sedang Bergejolak, Investor Reksa Dana Bertambah LhoFoto: NAB reksa dana per 12 Feb 2020/OJK

Dalam paparan soal Update Terkait Issue Pasar Modal Terkini yang disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas pasar Modal OJK, Hoesen, jumlah NAB reksa dana itu porsinya mencapai 67,30% dari dana kelolaan industri pengelolaan investasi per 12 Februari 2020 yang tercatat Rp 801,02 triliun.

Dana pengelolaan investasi itu juga terdiri dari RDPT (reksa dana penyertaan terbatas), EBA (efek beragun aset), EBA SP (efek beragun aset berbentuk surat partisipasi), DIRE (dana investasi real estate) dan KPD (kontrak pengelolaan dana). Produk-produk ini juga ditawarkan perusahaan manajer investasi.


Selain itu, OJK juga mengungkapkan total net redemption atau penarikan dana bersih di reksa dana sudah mencapai Rp 8,82 triliun pada periode sejak awal tahun 2020 hingga 12 Februari lalu.

Net redemption mayoritas terjadi karena jatuh tempo sejumlah reksa dana terproteksi dan redemption pada reksa dana dengan basis saham.

Sementara reksa dana dengan jenis pasar uang (RD pasar uang) dan RD pendapatan tetap, serta reksa dana syariah off shore (berbasis efek luar negeri) mencatatkan pembelian bersih atau net subscription.

"Jumlah Unit Penyertaan Reksa Dana meningkat 10,65% menjadi sebesar 424,6 juta Unit Penyertaan (YoY) dibandingkan dengan jumlah Unit Penyertaan pada Februari 2019 lalu yang tercatat sebesar 386,5 juta Unit Penyertaan," tegas Hoesen, dalam dokumen tersebut, dikutip CNBC Indonesia, Senin (24/2/2020).

OJK juga menegaskan dalam kondisi ini, kepercayaan investor reksa dana masih terjaga seiring dengan jumlah investor yang tercermin dari data Single Investor Identification (SID).

Jumlah SID per Januari 2020 meningkat sebesar 4,06% (naik sebanyak 72.023 investor) jika dibandingkan dengan jumlah investor per Desember 2019, yaitu dari 1.774.493 SID pada Desember 2019 menjadi 1.846.516 SID pada Januari 2020.

"Investor retail reksa dana umumnya tidak melakukan panic selling. Shifting behavior [peralihan perilaku investor] terlihat pada perpindahan kepemilikan dari reksa dana yang cenderung agresif menjadi reksa dana yang cenderung konservatif," katanya.

Meski Sedang Bergejolak, Investor Reksa Dana Bertambah LhoFoto: Data OJK, redemption reksa dana hingga 12 Februari 2020

Belakangan industri reksa dana diterpa sejumlah sentimen negatif sehingga memicu OJK menerapkan pengetatan dengan melakukan suspensi dan likuidasi produk reksa dana.

Bahkan tahun lalu OJK telah menghentikan sementara alias suspensi produk reksa dana dari 37 perusahaan manajer investasi alias MI.

"Apa yang dilakukan OJK sudah tepat, tapi harus dijaga bersama, termasuk media, di mana yang dilaporkan adalah yang memang MI-MI yang sudah ditertibkan OJK. Jadi kalau ada pengaduan, polisi, MI terkait harus diselesaikan oleh MI tersebut," kata Presiden Direktur PT Sucorinvest Asset Management (SAM), Jemmy Paul Wawointana, menanggapi langkah penertiban OJK.

Lebih lanjut, dalam data tersebut, OJK juga menyampaikan bahwa sejumlah reksa dana yang memiliki portofolio investasi saham tercatat mengalami penurunan kinerja (year to date) per akhir Desember 2019, antara lain RD saham (-17,14%), RD campuran (-10,24%), dan ETF (exchange traded fund) (-14,54%).

Hingga 12 Feb 2020, rata-rata kinerja positif ditunjukkan oleh RD campuran, RD berbasis sukuk, RD pendapatan tetap, RD pasar uang dan RD terproteksi.

Adapun sebagai perbandingan, mengacu data Infovesta Utama, kinerja reksa dana saham pada Januari 2020, tergambar dari Infovesta 90 Equity Fund Index, tercatat minus 7,12%.

[Gambas:Video CNBC]



Sementara produk RD campuran (Infovesta 90 Balanced Fund Index) juga masih membukukan imbal hasil negatif 2,82% sejalan dengan terkoreksinya Indeks Harga Saham Gabungan 5,71% selama Januari 2020.

Sementara reksa dana pendapatan tetap (fixed income) tercatat membukukan imbal hasil investasi paling menguntungkan dari seluruh produk reksa dana lainnya sepanjang awal tahun ini. Infovesta 90 Fixed Income Fund Index, indeks yang menggambarkan kinerja reksa dana (RD) pendapatan tetap, naik 1,74% untuk periode 31 Desember 2019 hingga 31 Januari 2020.

Wawan Hendrayana, Head of Capital Market Research Infovesta Utama menyatakan, reksa dana saham masih terkoreksi imbas dari dari sentimen geopolitik serangan Amerika Serikat terhadap Iran pada awal tahun ini. Selain itu, juga ada dampak dari meluasnya virus corona.

Di sisi lain, kata dia, sentimen pemblokiran 800 rekening efek terkait dengan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi sentimen negatif, pasalnya investor tidak dapat melakukan redemption atas aset investasi mereka.

"Pemblokiran SID [Single Investor Identification] membuat investor tidak bisa redemption, bisa saja ada investor yang menjadi was-was dan redemption," kata dia.


(hps/tas) Next Article Cuan...Cuan! Semua Reksa Dana Merangkak Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular