Analisis

Rupiah Terpuruk! Dekati Rp 13.800/US$, Ada Apa Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 February 2020 12:18
Rupiah Terpuruk! Dekati Rp 13.800/US$, Ada Apa Ini?
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup signifikan pada perdagangan Kamis (20/2/2020) hingga ke level terlemah dalam lebih dari 1 bulan terakhir, dan mendekati level Rp 13.800/US$.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,07% ke Rp 13.690/US$. Depresiasi rupiah semakin menjadi-jadi hingga 0,66% ke Rp 13.770/US$. Pada pukul 12:00 WIB, rupiah berada di level Rp 13.765/US$. 

Dolar AS yang sedang perkasa membuat rupiah terpukul. Serangkaian data ekonomi dari Negeri Paman Sam yang bagus membuat indeks dolar menguat nyaris ke level tertinggi 3 tahun. Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini mencapai level 99,72 Rabu kemarin, yang menjadi titik tertinggi sejak 11 Mei 2017.

Sejak awal bulan ini data ekonomi AS memang dirilis cukup bagus yang membuat dolar AS perkasa. Pada pekan lalu Institute for Supply Management (ISM) melaporkan purchasing managers' index (ISM) bulan Januari naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 47,2. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atas 50 berarti ekspansi, sementara di bawah berarti kontraksi.



Rilis data tersebut terbilang mengejutkan mengingat polling Reuters memprediksi kenaikan hanya ke 48,5 atau masih berkontraksi. Sementara itu dari sektor non manufaktur, ISM melaporkan peningkatan ekspansi menjadi 55,5, dari sebelumnya 55.

Kemudian Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang Januari ekonomi AS menyerap 225.000 tenaga kerja, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 147.000 tenaga kerja. Tingkat tenaga kerja naik menjadi 3,6% naik dari bulan Desember 3,5%. Selain itu rata-rata upah per jam tumbuh 0,2% di bulan Januari dari bulan sebelumnya yang tumbuh 0,1%.

Data terbaru menunjukkan indeks harga produsen naik 0,5% month-on-month (MoM) di bulan Januari, jauh lebih tinggi dari kenaikan bulan sebelumnya 0,1% dan prediksi Reuters sebesar 0,1%, Sementara itu indeks harga produsen inti, yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan, juga naik 0,5% MoM, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,1% dan prediksi Reuters 0,2%.

Rilis tersebut memberikan gambaran inflasi yang dilihat dari indeks harga konsumen akan berpeluang naik. Data tersebut melengkapi serangkaian data cukup bagus yang dirilis sejak awal bulan.

Serangkaian data tersebut tentunya memperkuat sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk tidak lagi menurunkan suku bunga di tahun ini, dolar pun menjadi perkasa.

Selain itu, wabah virus corona atau Covid-19 yang berisiko memicu resesi di beberapa negara turut meningkatkan permintaan dolar AS sebagai aset aman (safe haven).

Covid-19 diprediksi membuat perekonomian China melambat dan tentunya akan menyeret negara-negara lain yang memiliki hubungan dagang dengan Negeri Tiongkok. Sejauh ini ada tiga negara yang terancam mengalami resesi, yakni Singapura, Jerman dan Jepang.

Pemerintah Singapura di awal pekan ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Mengutip Reuters, Singapura memprediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 ada di kisaran -0,5%-1,5%. Padahal sebelumnya, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan di kisaran 0,5%-2,5%.

Setelah Singapura, Jerman juga sudah waspada. Pertumbuhan ekonomi Negeri Panser di kuartal IV-2019 stagnan alias tidak tumbuh dari kuartal sebelumnya. Pada tahun lalu, Jerman sudah nyaris mengalami resesi akibat perang dagang AS dengan China.

Selanjutnya Jepang, negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di dunia, yang sudah dekat dengan resesi. Perekonomian Jepang berkontraksi tajam di kuartal IV-2019, bahkan menjadi yang terdalam sejak 6 tahun terakhir. Data dari Cabinet Office menunjukkan produk domestic bruto (PBD) kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6% quarter-on-quarter (QoQ), menjadi yang terdalam sejak kuartal II-2014.

Buruknya data ekonomi Jepang tersebut membuat pelaku pasar lebih memilih dolar AS ketimbang yen meski sama-sama menyandang status safe haven. Akibatnya dolar menjadi tambah perkasa dan terus menekan rupiah.



Sementara itu dari dalam negeri, para pelaku pasar menanti pengumuman suku bunga dari Bank Indonesia (BI) hari ini.

Menurut poling yang dihimpun CNBC Indonesia, pasar terbelah. Dari 11 institusi yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus pasar CNBC Indonesia, enam di antaranya memperkirakan suku bunga acuan bertahan di 5%. Sisanya meramal BI 7 Day Reverse Repo Rate diturunkan 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%.

Sementara itu polling Reuters menunjukkan BI diprediksi memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 4,75%.

Pemangkasan suku bunga tentunya diharapkan akan lebih memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kemungkinan juga akan terseret pelambatan ekonomi China.

Meski imbal hasil berinvestasi di dalam negeri akan menurun jika suku bunga diturunkan, tetapi tetap akan relative lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga lainnya ataupun negara-negara emerging market. Sehingga investasi di Indonesia masih tetap menarik.

Dengan demikian pemangkasan suku BI bisa jadi akan direspon positif karena roda perekonomian diharapkan berputar lebih kencang dan imbal hasil yang masih cukup menarik, rupiah berpeluang memangkas pelemahan.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Secara teknikal, Mata Uang Garuda sebenarnya masih berada dalam fase konsolidasi. Rupiah pada Selasa pekan lalu sekali lagi membentuk pola Black Marubozu. Saat itu Rupiah membuka perdagangan di level Rp 13.690/US$, dan mengakhiri perdagangan di Rp 13.660/US$, atau menguat 0,22%.

Level terlemah rupiah sama dengan level pembukaan, sementara level terkuat sama dengan level penutupan, sehingga secara teknikal masih mengukir pola Black Marubozu.

Rupiah Terpuruk! Dekati Rp 13.800/US$, Ada Apa Ini?Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Sumber: Refinitiv


Black Marubozu kerap dijadikan sinyal harga suatu instrumen akan menurun lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah. Terakhir kali rupiah membentuk pola Black Marubozu pada 7 Januari lalu, sejak saat itu rupiah sempat menguat 2,2% ke Rp 13.565/US$ pada 24 Januari lalu.

Setelah mencapai level tersebut, penguatan rupiah terkikis, dan kini memasuki fase konsolidasi. Sekilas melihat ke belakang, penguatan tajam rupiah juga terjadi setelah menembus batas bawah pola Descending Triangle di level Rp 13.885/US$. Target penguatan setelah menembus pola tersebut Rp 13.245/US$, dan belum tercapai.

Rupiah berada pada fase konsolidasi dengan Rp 13.885/US$ menjadi batas atas dan Rp 13.565/US$ menjadi batas bawah. Dengan kembali munculnya Black Marubozu, di pekan lalu, rupiah sebenarnya berpeluang menguat, tetapi wabah virus corona membuat rupiah loyo.

Untuk pergerakan hari, melihat grafik 1 jam indikator stochastic berada di wilayah jenuh beli (overbought).

Rupiah Terpuruk! Dekati Rp 13.800/US$, Ada Apa Ini?Grafik: Rupiah (USD/IDR) 1 Jam
Sumber: Refinitiv


Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought untuk pasangan USD/IDR, itu menjadi sinyal harga akan turun. Ini berarti rupiah berpeluang memangkas pelemahan.

Resisten (tahanan atas) terdekat berada di Rp 13.775/US$. Melihat indukator stochastic yang overbought, selama tertahan di bawah level tersebut rupiah berpeluang memangkas pelemahan ke Rp 13.735/US$. Jika level tersebut juga dilewati, rupiah berpeluang ke Rp 13.715/US$.

Sementara jika resisten berhasil ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 13.800/US$.


TIM RISET CNBC INDONESIA 
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular