
Balikkan Keadaan di Menit-Menit Akhir, Rupiah Menguat Tipis
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 February 2020 17:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada hari Jumat (14/2/2020), di saat sentimen pelaku pasar masih belum terlalu bagus akibat kecemasan akan wabah virus corona yang berisiko menekan pertumbuhan ekonomi China.
Rupiah menghabiskan perdagangan di zona merah hingga menit-menit akhir sebelum penutupan. Rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,04% di Rp 13.680/US$. Depresiasi rupiah bertambah besar hingga 0,26% ke Rp 13.710/US$. Tetapi beberapa menit sebelum perdagangan dalam negeri ditutup, rupiah berbalik menguat dan mengakhiri perdagangan di level Rp 13.670/troy ons.
Dengan penguatan tipis pada hari ini, performa rupiah sepanjang pekan ini menjadi stagnan setelah membukukan pelemahan dua pekan beruntun.
Hingga pukul 16:30 WIB, ringgit Malaysia menjadi mata uang terbaik pada hari ini dengan penguatan 0,12%. Sementara bath Thailand menjadi yang terburuk setelah melemah 0,16%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning hari ini.
Rupiah mengalami tekanan sejak Kamis kemarin sementara sebelumnya berhasil menguat 2 hari beruntun. Rabu (12/2/2020) lalu, harapan akan segera berakhirnya wabah virus corona atau yang kini disebut Covid-19 mampu mengangkat sentimen pelaku pasar, dan membuat rupiah menguat 2 hari beruntun.
Penasihat medis terkemuka di China mengatakan penyebaran Covid-19 akan mencapai puncaknya di bulan ini. Itu artinya dalam beberapa bulan ke depan, wabah virus yang berasal dari kota Wuhan tersebut akan berakhir.
Hal tersebut diperkuat oleh Zhong Nanshan, epidemiolog China yang berhasil 'mengusir' SARS pada 2002-2003, memperkirakan penyebaran virus Corona akan selesai dalam sekitar dua bulan mendatang.
"Saya berharap kejadian ini bisa selesai sekitar April," ujar Zhong, sebagaimana diwartakan Reuters Rabu (12/2/2020).
Tetapi nyatanya jumlah pasien justru melonjak sejak Kamis kemarin. Berdasarkan data dari satelit pemetaan ArcGis, total korban meninggal akibat virus corona sebanyak 1.491 orang. Dari total tersebut, sebanyak dua orang yang meninggal di luar China. Covid-19 kini telah menjangkiti lebih dari 64.000 orang di seluruh dunia. Itu artinya dalam dua hari terjadi penambahan pasien lebih dari 15.000 orang.
Masih belum jelas seberapa besar ekonomi China akan tertekan akibat wabah tersebut, hasil riset S&P memprediksi produk domestic bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2%.
Beberapa negara sudah mulai ketar-ketir akibat meningkatnya risiko pelambatan ekonomi Negeri Tiongkok. Jerman, motor penggerak ekonomi Eropa, menjadi salah satu negara yang dikhawatirkan akan terseret pelambatan ekonomi. Di kala pertumbuhan ekonomi Negeri Panser melambat, maka Eropa juga akan terseret.
"Tahun lalu kami menemukan seberapa sensitif ekonomi Jerman terhadap China, dan saya pikir setiap orang masih menganggap remeh bagaimana dampak ekonomi China dan ke Eropa," kata John Marley, konsultan senior dan spesialis manajemen risiko valuta asing di SmartCurrencyBusiness, sebagaimana dilansir Reuters.
Indonesia juga berisiko terseret pelambatan ekonomi China, karena merupakan salah satu mitra dagang terbesar. Ekspor maupun impor dengan China tentunya akan terpukul. Akibatnya, rupiah sepanjang perdagangan hari ini terus tertahan di zona merah.
Sentimen pelaku pasar pada hari ini sebenarnya tidak terlalu buruk hal ini terlihat dari pergerakan bursa saham Asia dan Eropa yang bervariasi. Salah satu faktor yang membuat sebagian bursa utama Asia menguat hari ini adalah China yang pada hari ini resmi memangkas bea masuk importasi produk dari AS senilai US$ 75 miliar.
Dengan pemangkasan bea impor itu, diharapkan perundingan dagang fase II akan berjalan lancar, dan bea masuk yang diterapkan kedua negara semakin dipangkas sehingga arus perdagangan global menjadi lancar. Perekonomian dunia diharapkan bisa bangkit setelah wabah virus corona berakhir. Hal tersebut membuat rupiah mampu menguat tipis di akhir perdagangan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Rupiah menghabiskan perdagangan di zona merah hingga menit-menit akhir sebelum penutupan. Rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,04% di Rp 13.680/US$. Depresiasi rupiah bertambah besar hingga 0,26% ke Rp 13.710/US$. Tetapi beberapa menit sebelum perdagangan dalam negeri ditutup, rupiah berbalik menguat dan mengakhiri perdagangan di level Rp 13.670/troy ons.
Dengan penguatan tipis pada hari ini, performa rupiah sepanjang pekan ini menjadi stagnan setelah membukukan pelemahan dua pekan beruntun.
Hingga pukul 16:30 WIB, ringgit Malaysia menjadi mata uang terbaik pada hari ini dengan penguatan 0,12%. Sementara bath Thailand menjadi yang terburuk setelah melemah 0,16%.
Rupiah mengalami tekanan sejak Kamis kemarin sementara sebelumnya berhasil menguat 2 hari beruntun. Rabu (12/2/2020) lalu, harapan akan segera berakhirnya wabah virus corona atau yang kini disebut Covid-19 mampu mengangkat sentimen pelaku pasar, dan membuat rupiah menguat 2 hari beruntun.
Penasihat medis terkemuka di China mengatakan penyebaran Covid-19 akan mencapai puncaknya di bulan ini. Itu artinya dalam beberapa bulan ke depan, wabah virus yang berasal dari kota Wuhan tersebut akan berakhir.
Hal tersebut diperkuat oleh Zhong Nanshan, epidemiolog China yang berhasil 'mengusir' SARS pada 2002-2003, memperkirakan penyebaran virus Corona akan selesai dalam sekitar dua bulan mendatang.
"Saya berharap kejadian ini bisa selesai sekitar April," ujar Zhong, sebagaimana diwartakan Reuters Rabu (12/2/2020).
Tetapi nyatanya jumlah pasien justru melonjak sejak Kamis kemarin. Berdasarkan data dari satelit pemetaan ArcGis, total korban meninggal akibat virus corona sebanyak 1.491 orang. Dari total tersebut, sebanyak dua orang yang meninggal di luar China. Covid-19 kini telah menjangkiti lebih dari 64.000 orang di seluruh dunia. Itu artinya dalam dua hari terjadi penambahan pasien lebih dari 15.000 orang.
Masih belum jelas seberapa besar ekonomi China akan tertekan akibat wabah tersebut, hasil riset S&P memprediksi produk domestic bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2%.
Beberapa negara sudah mulai ketar-ketir akibat meningkatnya risiko pelambatan ekonomi Negeri Tiongkok. Jerman, motor penggerak ekonomi Eropa, menjadi salah satu negara yang dikhawatirkan akan terseret pelambatan ekonomi. Di kala pertumbuhan ekonomi Negeri Panser melambat, maka Eropa juga akan terseret.
"Tahun lalu kami menemukan seberapa sensitif ekonomi Jerman terhadap China, dan saya pikir setiap orang masih menganggap remeh bagaimana dampak ekonomi China dan ke Eropa," kata John Marley, konsultan senior dan spesialis manajemen risiko valuta asing di SmartCurrencyBusiness, sebagaimana dilansir Reuters.
Indonesia juga berisiko terseret pelambatan ekonomi China, karena merupakan salah satu mitra dagang terbesar. Ekspor maupun impor dengan China tentunya akan terpukul. Akibatnya, rupiah sepanjang perdagangan hari ini terus tertahan di zona merah.
Sentimen pelaku pasar pada hari ini sebenarnya tidak terlalu buruk hal ini terlihat dari pergerakan bursa saham Asia dan Eropa yang bervariasi. Salah satu faktor yang membuat sebagian bursa utama Asia menguat hari ini adalah China yang pada hari ini resmi memangkas bea masuk importasi produk dari AS senilai US$ 75 miliar.
Dengan pemangkasan bea impor itu, diharapkan perundingan dagang fase II akan berjalan lancar, dan bea masuk yang diterapkan kedua negara semakin dipangkas sehingga arus perdagangan global menjadi lancar. Perekonomian dunia diharapkan bisa bangkit setelah wabah virus corona berakhir. Hal tersebut membuat rupiah mampu menguat tipis di akhir perdagangan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular