
Rupiah Bangkit, Kejar Lagi Status Juara Dunia Lagi
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 February 2020 17:14

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (4/2/2020) setelah melemah tajam kemarin dan kehilangan statusnya sebagai juara dunia alias mata uang dengan kinerja terbaik sepanjang 2020.
Rupiah sempat melemah hingga 0,18% di awal perdagangan hari ini, sebelum akhirnya berbalik menguat. Rupiah bahkan menembus ke bawah US$ 13.700, tetapi sayangnya gagal dipertahankan. Di akhir perdagangan rupiah mencatat penguatan 0,25% ke level Rp 13.705/US$.
Berkat penguatan tersebut sepanjang tahun ini rupiah mencatat penguatan 1,25% memburu kembali status juara dunia yang kemarin diambil alih pound Mesir. Hingga pukul 16:30 WIB, pound Mesir hanya menguat tipis 0,05%, sehingga total penguatan sepanjang tahun sama dengan rupiah 1,25%. Tetapi perdagangan dolar AS vs pound Mesir masih belum berakhir, sehingga belum mencerminkan posisi terakhir.
Penguatan rupiah sebesar 0,25% bisa dikatakan lumayan, tetapi mata uang Asia lainnya ada yang mencatat penguatan lebih besar. Yuan China memimpin penguatan sebesar 0,4% disusul baht Thailand sebesar 0,39%. Dolar Taiwan melengkapi tiga besar dengan penguatan 0,31%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.
Bangkitnya mata uang utama Asia melawan dolar AS pada hari ini tidak lepasdarimembaiknya sentimen pelaku pasar yang tercermindarimenghijaunya bursa saham Asia.
Meski penyebaran virus corona belum menunjukkan tanda-tanda mereda, tetapi kebijakan bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) cukup membantu menenangkan pelaku pasar.
Sejauh ini lebih dari 400 orang meninggal akibat virus tersebut, dan menjangkiti lebih dari 20.000 orang, dan sudah menyebar ke 27 negara.
Senin kemarin PBoC menggelontorkan stimulus moneter melalui program reverse repo guna mencegah terjadinya gejolak di pasar finansial akibat virus corona.
CNBC International melaporkan, PBoC menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan menjadi 2,55% dan menyuntikkan likuiditas mencapai 1,2 triliun yuan (US$ 174 miliar) di pasar.
Efek kebijakan tersebut mulai terasa hari ini, bursa saham menghijau, sentimen pelaku pasar membaik dan memberikan dampak positif di pasar.
Selain itu Senin kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) akan melaporkan data inflasi bulan Januari sebesar 0,39% month-on-month (MoM). Sementara secara year-on-year (YoY) inflasi sebesar 2,86%, dan inflasi inti 2,88% YoY.
Rilis tersebut lebih rendah dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan terjadi inflasi 0,46% secara MoM. Kemudian secara tahunan diproyeksi ada inflasi 2,85%. Sementara inflasi inti YoY diramal 3,02%.
Inflasi yang stabil dan lebih rendah dari konsensus tersebut menjadi kabar bagus bagi para investor. Riil return yang diperoleh dari berinvestasi di Indonesia, misalnya di obligasi menjadi relatif tinggi. Dampaknya aliran modal berpeluang kembali masuk ke RI dan menopang penguatan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Rupiah sempat melemah hingga 0,18% di awal perdagangan hari ini, sebelum akhirnya berbalik menguat. Rupiah bahkan menembus ke bawah US$ 13.700, tetapi sayangnya gagal dipertahankan. Di akhir perdagangan rupiah mencatat penguatan 0,25% ke level Rp 13.705/US$.
Berkat penguatan tersebut sepanjang tahun ini rupiah mencatat penguatan 1,25% memburu kembali status juara dunia yang kemarin diambil alih pound Mesir. Hingga pukul 16:30 WIB, pound Mesir hanya menguat tipis 0,05%, sehingga total penguatan sepanjang tahun sama dengan rupiah 1,25%. Tetapi perdagangan dolar AS vs pound Mesir masih belum berakhir, sehingga belum mencerminkan posisi terakhir.
Penguatan rupiah sebesar 0,25% bisa dikatakan lumayan, tetapi mata uang Asia lainnya ada yang mencatat penguatan lebih besar. Yuan China memimpin penguatan sebesar 0,4% disusul baht Thailand sebesar 0,39%. Dolar Taiwan melengkapi tiga besar dengan penguatan 0,31%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.
Bangkitnya mata uang utama Asia melawan dolar AS pada hari ini tidak lepasdarimembaiknya sentimen pelaku pasar yang tercermindarimenghijaunya bursa saham Asia.
Meski penyebaran virus corona belum menunjukkan tanda-tanda mereda, tetapi kebijakan bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) cukup membantu menenangkan pelaku pasar.
Sejauh ini lebih dari 400 orang meninggal akibat virus tersebut, dan menjangkiti lebih dari 20.000 orang, dan sudah menyebar ke 27 negara.
Senin kemarin PBoC menggelontorkan stimulus moneter melalui program reverse repo guna mencegah terjadinya gejolak di pasar finansial akibat virus corona.
CNBC International melaporkan, PBoC menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan menjadi 2,55% dan menyuntikkan likuiditas mencapai 1,2 triliun yuan (US$ 174 miliar) di pasar.
Efek kebijakan tersebut mulai terasa hari ini, bursa saham menghijau, sentimen pelaku pasar membaik dan memberikan dampak positif di pasar.
Selain itu Senin kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) akan melaporkan data inflasi bulan Januari sebesar 0,39% month-on-month (MoM). Sementara secara year-on-year (YoY) inflasi sebesar 2,86%, dan inflasi inti 2,88% YoY.
Rilis tersebut lebih rendah dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan terjadi inflasi 0,46% secara MoM. Kemudian secara tahunan diproyeksi ada inflasi 2,85%. Sementara inflasi inti YoY diramal 3,02%.
Inflasi yang stabil dan lebih rendah dari konsensus tersebut menjadi kabar bagus bagi para investor. Riil return yang diperoleh dari berinvestasi di Indonesia, misalnya di obligasi menjadi relatif tinggi. Dampaknya aliran modal berpeluang kembali masuk ke RI dan menopang penguatan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular