
Harga Saham Anak BUMN Berguguran, Tugu Insurance Defensif
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
04 February 2020 12:29

Jakarta, CNBC Indonesia- Mayoritas anak usaha BUMN yang berstatus perusahaan terbuka mengalami penurunan harga saham. Meski demikian ada pula anak usaha BUMN yang mengalami kenaikan dan tergolong defensif, misalnya PT Asuransi Tugu Pratama Tbk (Tugu Insurance).
Emiten berkode TUGU ini mencatatkan harga pada 31 Januari 2020 di posisi Rp 3.460/saham. Harga saham tersebut naik 3,90%, dibandingkan penutupan pasar 2018, yang cenderung Rp 3.330/saham. Pergerakan saham anak usaha PT Pertamina (Persero) ini cenderung defensif atau bertahan selama setahun terakhir.
Kinerja tersebut cukup mengembirakan apalagi indeks harga saham gabungan (IHSG) tercatat turun -4,1% dari 6.194 pada akhir 2018 menjadi 5.940 pada akhir Januari.
Harga saham anak BUMN lainnya di industri keuangan yang menyandang status perusahaan terbuka seperti, PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) dan PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO), cenderung turun.
Harga saham BRIS anjlok 40,95% di posisi Rp 310/saham pada akhir Januari 2020, dibandingkan dengan posisi akhir 2018 yang tercatat di level Rp 525/saham.
Setali tiga uang dengan Bank Syariah tersebut, AGRO pun mencatat penurunan harga saham hingga 50,46%. Pada penutupan pasar di 2018 saham AGRO ditutup Rp 310/saham, sementara pada 31 Januari 2020 merosot hingga Rp 153/saham.
Bukan hanya bidang keuangan, anak usaha BUMN di bidang lain pun mengalami kinerja negatif. PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) mencetak harga terendah sejak melakukan initial public offering (IPO) pada 2016 lalu.
Saat IPO, anak usaha dari PT Waskita Karya Tbk (WSKT). ini dibuka dengan harga Rp 490/saham. Pada penutupan pasa 2018, WSBP merosot ke Rp 376/saham dan kembali merosot 30,85% ke posisi Rp 260/saham pada 31 Januari 2020.
Sementara itu, anak BUMN lainnya yakni PT PP Properti Tbk (PPRO), anak usaha dari PT PP Tbk (PTPP) terganjal isu tidak sedap yang menyangkut Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero). Pada 28 Desember 2018 harga saham PPRO masih di posisi Rp 117/saham, namun pada 31 Januari 2020 merosot 54,70% ke posisi Rp 53/saham.
Yang tercatat mengalami kenaikan hanyalah anak dari PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yakni, PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON). Pada penutupan pasar saham 2018, WTON ditutup di posisi Rp 376/saham dan mengalami kenaikan 2,12% ke posisi Rp 384/saham pada 31 Januari 2020.
Jika dibedah kinerja Tugu Insurance, tidak mengherankan jika harga sahamnya defensif apalagi kinerjanya juga di atas rata-rata industri asuransi.
Tugu Insurance mencatat kenaikan aset hingga 21% menjadi Rp 21,4 triliun hingga triwulan III-2019. Pertumbuhan aset ini jauh di atas pertumbuhan aset industri asuransi lainnya yang hanya di kisaran 9,45%.
Sementara itu, ekuitas perusahaan juga tercatat naik 10% menjadi Rp 8,19 triliun, dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 7,45 triliun. Pertumbuhan ekuitas ini sejalan dengan pertumbuhan industri asuransi yang berada di kisaran 10,62%.
Angka tersebut mengerek tingkat Risk Based Capital (RBC) atau rasio solvabilitas perusahaan sebesar 398,24%. Angka ini tentunya jauh di atas ketentuan minimum Otoritas Jasa keuangan (OJK) yaitu di angka 120%.
Selanjutnya, jika melihat laporan keuangan hingga triwulan III-2019, emiten dengan kode saham TUGU ini mencatat kenaikan laba 174% menjadi Rp 285,9 miliar. Kenaikan laba bersih tersebut ditopang oleh pendapatan premi bruto konsolidasi yang naik 45% menjadi Rp 4,94 triliun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Tak hanya itu, TUGU mencatat rata-rata pertumbuhan pendapatan sebesar 20,61% pada semester I-2019, angka ini lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan industri asuransi lainnya yang mencapai 2,02%.
Pertumbuhan laba bersih TUGU juga tercatat mengalami kenaikan pada semester I-2019 atau sebesar 1.012,23%, jauh lebih tinggi dibanding industri asuransi lainnya yang mencapai 2,79%.
Meski status emiten TUGU sebagai anak usaha Pertamina yang bergerak di sektor Migas, Tugu Insurance juga aktif mengembangkan sayapnya ke sektor lainnya. Presiden Direktur Tugu Insurance Indra Baruna sebelumnya mengatakan tahun ini, kami berencana untuk meningkatkan premi ritel dengan porsi mencapai 11%. Adapun hingga triwulan III-2019, persentase premi ritel baru mencapai 8% atau sekitar Rp 213 miliar.
Indra optimistis target tersebut bisa tercapai di tengah penjualan kendaraan yang melambat tahun ini. Tugu Insurance yakin karena telah menyiapkan sejumlah amunisi untuk mencapai fokus target tersebut.
"Pertama membuat permainan baru di pasar melalui T-drive, itu baru belum ada di Indonesia diferensiasi kuat," kata Indra belum lama ini.
Melalui aplikasi T-Drive tersebut, menurunnya menjadi alternatif bagi pengguna kendaraan yaitu mobil untuk mendapatkan asuransi dengan cara lebih mudah dan sederhana. Saat ini, setidaknya ada 30 ribu pengguna aplikasi yang telah diunduh.
"Sudah bisa pembelian polis asuransi, hanya 4 klik. Itu sudah mencakup Pembayaran sama pengiriman. Klaim juga bisa," pungkasnya.
Aplikasi T-Drive juga diperkirakan bakal menggaet pengguna kendaraan bermotor karena alasan mudahnya membeli produk asuransi ini. Apalagi ada sejumlah kemudahan salah satunya pembelian asuransi bisa dilakukan melalui aplikasi T-Drive tersebut.
(dob/dob) Next Article Laba Tugu Insurance Kuartal III-2020 Melesat Jadi Rp 235 M
Emiten berkode TUGU ini mencatatkan harga pada 31 Januari 2020 di posisi Rp 3.460/saham. Harga saham tersebut naik 3,90%, dibandingkan penutupan pasar 2018, yang cenderung Rp 3.330/saham. Pergerakan saham anak usaha PT Pertamina (Persero) ini cenderung defensif atau bertahan selama setahun terakhir.
Kinerja tersebut cukup mengembirakan apalagi indeks harga saham gabungan (IHSG) tercatat turun -4,1% dari 6.194 pada akhir 2018 menjadi 5.940 pada akhir Januari.
Harga saham BRIS anjlok 40,95% di posisi Rp 310/saham pada akhir Januari 2020, dibandingkan dengan posisi akhir 2018 yang tercatat di level Rp 525/saham.
Setali tiga uang dengan Bank Syariah tersebut, AGRO pun mencatat penurunan harga saham hingga 50,46%. Pada penutupan pasar di 2018 saham AGRO ditutup Rp 310/saham, sementara pada 31 Januari 2020 merosot hingga Rp 153/saham.
Bukan hanya bidang keuangan, anak usaha BUMN di bidang lain pun mengalami kinerja negatif. PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) mencetak harga terendah sejak melakukan initial public offering (IPO) pada 2016 lalu.
Saat IPO, anak usaha dari PT Waskita Karya Tbk (WSKT). ini dibuka dengan harga Rp 490/saham. Pada penutupan pasa 2018, WSBP merosot ke Rp 376/saham dan kembali merosot 30,85% ke posisi Rp 260/saham pada 31 Januari 2020.
Sementara itu, anak BUMN lainnya yakni PT PP Properti Tbk (PPRO), anak usaha dari PT PP Tbk (PTPP) terganjal isu tidak sedap yang menyangkut Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero). Pada 28 Desember 2018 harga saham PPRO masih di posisi Rp 117/saham, namun pada 31 Januari 2020 merosot 54,70% ke posisi Rp 53/saham.
Yang tercatat mengalami kenaikan hanyalah anak dari PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yakni, PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON). Pada penutupan pasar saham 2018, WTON ditutup di posisi Rp 376/saham dan mengalami kenaikan 2,12% ke posisi Rp 384/saham pada 31 Januari 2020.
Jika dibedah kinerja Tugu Insurance, tidak mengherankan jika harga sahamnya defensif apalagi kinerjanya juga di atas rata-rata industri asuransi.
Tugu Insurance mencatat kenaikan aset hingga 21% menjadi Rp 21,4 triliun hingga triwulan III-2019. Pertumbuhan aset ini jauh di atas pertumbuhan aset industri asuransi lainnya yang hanya di kisaran 9,45%.
Sementara itu, ekuitas perusahaan juga tercatat naik 10% menjadi Rp 8,19 triliun, dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 7,45 triliun. Pertumbuhan ekuitas ini sejalan dengan pertumbuhan industri asuransi yang berada di kisaran 10,62%.
Angka tersebut mengerek tingkat Risk Based Capital (RBC) atau rasio solvabilitas perusahaan sebesar 398,24%. Angka ini tentunya jauh di atas ketentuan minimum Otoritas Jasa keuangan (OJK) yaitu di angka 120%.
Selanjutnya, jika melihat laporan keuangan hingga triwulan III-2019, emiten dengan kode saham TUGU ini mencatat kenaikan laba 174% menjadi Rp 285,9 miliar. Kenaikan laba bersih tersebut ditopang oleh pendapatan premi bruto konsolidasi yang naik 45% menjadi Rp 4,94 triliun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Tak hanya itu, TUGU mencatat rata-rata pertumbuhan pendapatan sebesar 20,61% pada semester I-2019, angka ini lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan industri asuransi lainnya yang mencapai 2,02%.
Pertumbuhan laba bersih TUGU juga tercatat mengalami kenaikan pada semester I-2019 atau sebesar 1.012,23%, jauh lebih tinggi dibanding industri asuransi lainnya yang mencapai 2,79%.
Meski status emiten TUGU sebagai anak usaha Pertamina yang bergerak di sektor Migas, Tugu Insurance juga aktif mengembangkan sayapnya ke sektor lainnya. Presiden Direktur Tugu Insurance Indra Baruna sebelumnya mengatakan tahun ini, kami berencana untuk meningkatkan premi ritel dengan porsi mencapai 11%. Adapun hingga triwulan III-2019, persentase premi ritel baru mencapai 8% atau sekitar Rp 213 miliar.
Indra optimistis target tersebut bisa tercapai di tengah penjualan kendaraan yang melambat tahun ini. Tugu Insurance yakin karena telah menyiapkan sejumlah amunisi untuk mencapai fokus target tersebut.
"Pertama membuat permainan baru di pasar melalui T-drive, itu baru belum ada di Indonesia diferensiasi kuat," kata Indra belum lama ini.
Melalui aplikasi T-Drive tersebut, menurunnya menjadi alternatif bagi pengguna kendaraan yaitu mobil untuk mendapatkan asuransi dengan cara lebih mudah dan sederhana. Saat ini, setidaknya ada 30 ribu pengguna aplikasi yang telah diunduh.
"Sudah bisa pembelian polis asuransi, hanya 4 klik. Itu sudah mencakup Pembayaran sama pengiriman. Klaim juga bisa," pungkasnya.
Aplikasi T-Drive juga diperkirakan bakal menggaet pengguna kendaraan bermotor karena alasan mudahnya membeli produk asuransi ini. Apalagi ada sejumlah kemudahan salah satunya pembelian asuransi bisa dilakukan melalui aplikasi T-Drive tersebut.
(dob/dob) Next Article Laba Tugu Insurance Kuartal III-2020 Melesat Jadi Rp 235 M
Most Popular