Lewati 3 Level Psikologis, IHSG Tutup di Bawah 5.900 Nih?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 February 2020 10:36
Lewati 3 Level Psikologis, IHSG Tutup di Bawah 5.900 Nih?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan pertama di pekan ini, Senin (3/2/2020), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,32% ke level 5.920,97. IHSG kemudian terus bergerak di zona merah. Titik terendah IHSG pada hari ini berada di level 5.877,2, mengimplikasikan koreksi sebesar 1,06% jika dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan hari Jumat (31/1/2020).

Hingga berita ini diturunkan, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut adalah sebesar 0,74% ke level 5.896,17. IHSG masih saja melemah pasca sudah anjlok nyaris 5% di sepanjang pekan kemarin.

Kini pertanyaannya, apakah IHSG akan ditutup di bawah level psikologis 5.900?

Sebagai catatan, pada pekan lalu IHSG sudah jatuh hingga melewati tiga level psikologis, yakni 6.200, 6.100, dan 6.000.

Untuk diketahui, level psikologis sendiri merupakan suatu level harga atau indeks yang merupakan angka bulat yang mudah diingat oleh pelaku pasar. Biasanya, level psikologis merupakan level yang sulit ditembus karena ada tahanan yang kuat di level-level tersebut, baik itu tahanan beli maupun tahanan jual.

Level 6.200, 6.100, dan 6.000 merupakan contoh dari level psikologis.

Dengan melihat pergerakan IHSG yang masih saja nyaman berada di bawah level psikologis 5.900, memang patut dicurigai bahwa IHSG akan menutup hari di bawah level psikologis tersebut.

Saat ini, seluruh bursa saham utama kawasan Asia juga sedang diterpa tekanan jual yang besar. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei jatuh 0,96%, indeks Shanghai ambruk 8,15%, indeks Hang Seng melemah 0,24%, indeks Straits Times terkoreksi 0,94%, dan indeks Kospi terpangkas 0,47%.

Sejatinya, pergerakan harga kontrak futures mengimplikasikan bahwa Wall Street akan menghijau pada pembukaan perdagangan nanti malam. Hingga berita ini diturunkan, kontrak futures indeks Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 141,97 poin, sementara indeks S&P 500 dan indeks Nasdaq Composite diimplikasikan naik masing-masing sebesar 17,53 dan 59,49 poin.

Jika dihitung persentasenya, maka indeks Dow Jones diimplikasikan naik sebesar 0,5% pada pembukaan perdagangan nanti malam, sementara indeks S&P 500 dan indeks Nasdaq Composite diimplikasikan menguat masing-masing sebesar 0,54% dan 0,65%.

Tekanan jual yang begitu besar menerpa bursa saham China membuat bursa saham negara-negara Asia lainnya harus pasrah terkapar di zona merah. Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China pada hari ini merupakan perdagangan pertama pasca libur panjang memperingati Tahun Baru China.

Meluasnya infeksi virus Corona menjadi faktor yang menekan kinerja bursa saham China dengan signifikan. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Hingga hari ini, setidaknya sebanyak 22 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.

China, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Inggris, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.

[Gambas:Video CNBC]



Melansir Bloomberg, hingga hari Sabtu (1/2/2020) sebanyak 304 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 14.000. Padahal hingga akhir pekan sebelumnya, jumlah korban meninggal baru mencapai 56 orang.

Meluasnya infeksi virus Corona datang di saat yang sangat tidak tepat, yakni kala masyarakat China tengah merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.

Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.

Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.

Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.

Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.

Badan Kesehatan Dunia PBB, WHO, pada akhirnya mendeklarasikan kondisi darurat internasional terkait infeksi virus Corona.

"Kekhawatiran terbesar kami adalah potensi penyebaran virus ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lemah," kata Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Kamis (30/1/2020), sebagaimana dikutip dari AFP.

Ia menegaskan peningkatan status ini menjadikan penyebaran virus Corona sebagai hal darurat yang perlu diperhatikan masyarakat internasional. Meski begitu, ini bukan berarti WHO tidak percaya kepada kemampuan China dalam menangani penyebaran virus tersebut.

Tetap saja, penyebarannya yang masif menjadi fokus badan dunia ini, apalagi jika masuk ke wilayah yang penanganan kesehatannya jauh di bawah China.

"Kita semua harus bertindak bersama sekarang untuk membatasi penyebaran lebih lanjut ... Kita hanya bisa menghentikannya bersama," tegasnya lagi.

Sebagai catatan, kondisi darurat internasional sudah lima kali dideklarasikan oleh WHO sejak aturannya berlaku pada tahun 2007 silam, yakni untuk flu babi, polio, Zika, Ebola, dan kini virus Corona. Dari dalam negeri, tekanan bagi IHSG datang dari rilis angka inflasi periode Januari 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Angka inflasi dijadwalkan untuk dirilis oleh BPS pada pukul 11:00 WIB.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan bahwa pada bulan lalu terjadi inflasi sebesar 0,46% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,85%.

Sebagai catatan, dalam beberapa waktu terakhir inflasi Indonesia selalu berada di bawah ekspektasi. Untuk periode Desember 2019 misalnya, BPS mengumumkan terjadi inflasi sebesar 0,34% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan yang juga merupakan inflasi untuk keseluruhan tahun 2019 berada di level 2,72%.

"Dengan inflasi Desember 2019 0,34% maka inflasi 2019 secara keseluruhan 2,72%," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS pada awal tahun ini.

Capaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,51%, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,93%.

Sebelumnya lagi pada awal Desember 2019, BPS mengumumkan bahwa sepanjang November 2019 terjadi inflasi sebesar 0,14% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan tercatat di level 3%.

Inflasi pada November 2019 berada di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia. Median dari 12 ekonom yang ikut berpartisipasi dalam pembentukan konsensus kala itu memproyeksikan tingkat inflasi secara bulanan di level 0,2%, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan berada di angka 3,065%.

Rilis angka inflasi yang terus-menerus berada di bawah ekspektasi praktis menguatkan pandangan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah.

Jika angka inflasi periode Januari 2020 kembali berada di bawah ekspektasi, lagi-lagi hal tersebut akan menguatkan pandangan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah.

Merespons kekhawatiran terhadap rilis angka inflasi periode Januari 2020, saham-saham konsumer sudah dilego terlebih dahulu oleh pelaku pasar. Hingga berita ini diturunkan, indeks sektor barang konsumsi melemah 0,49%.

Saham-saham konsumer yang dilego pelaku pasar di antaranya: PT Kimia Farma Tbk/KAEF (-4%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-2,24%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-0,85%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,63%), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-0,44%).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Virus Corona Makin Brutal, Hari Sesi I IHSG Jatuh 0,99%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular