
IHSG Babak Belur, Corona & Pemblokiran Rekening Bikin Resah

Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat mencatatkan hasil positif di awal tahun, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir Januari mulai melempem. Faktor global dan internal menjadi pemicu kejatuhan IHSG.
Wabah virus Corona yang telah menjadi salah satu penekan kinerja IHSG karena ada kekhawatiran perlambatan ekonomi dunia. Dari dalam, aksi jual reksa dana dan pemblokiran menjadi sentimen buat para investor di dalam negeri.
Mengacu pada data statistik bursa Efek Indonesia (BEI), kinerja IHSG sejak awal tahun amblas 5,71%. Hal ini menempatkan IHSG di posisi ke-11 dari 13 bursa utama di kawasan Asia Pasifik.
Kinerja IHSG hanya lebih baik dari Bursa Hong Kong yang minus 6,66% dan bursa saham Filipina yang tergerus 7,86%.
Virus corona masih menjadi penyebab kejatuhan pasar belakangan ini. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada Kamis (30/1/2020) kemarin telah menetapkan wabah corona menjadi darurat internasional.
Virus yang berasal dari kota Wuhan China tersebut telah menyebar ke berbagai negara. Di China, 213 orang dilaporkan meninggal akibat virus tersebut, dan menjangkiti nyaris 10.000 orang, sebagaimana dilansir CNBC International.
Ekonomi China juga diperkirakan akan terpukul, bahkan lebih berat dibandingkan wabah Sindrom Pernapasan Akut Berat (Severe Acute Respiratory Syndrome/SARS) pada 2003 lalu.
"Kami percaya dampak ekonomi dari virus corona akan lebih besar jika dibandingkan dengan SARS" kata analis dari Nomura, sebagaimana dilansir CNBC International.
Menurut Nomura, saat terjadi SARS produk domestic bruto (PDB) China turun 2% di kuartal II-2003 dari kuartal sebelumnya. "Berdasarkan asumsi kami, pertumbuhan PDB riil China di kuartal I-2020 bisa turun dari 6% yang dicatat pada kuartal IV-2019, dalam skala kemungkinan penurunannya lebih besar dari 2% yang dibukukan saat wabah SARS 2003" tambahnya.
Meski demikian analis dari Nomura tersebut menyakini pelambatan tersebut hanya sementara.
Menurunnya perekonomian China tentu bukan kabar baik bagi Indonesia. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), China merupakan tujuan ekspor utama non migas dengan persentase paling besar yang mencapai USD 25,85 miliar atau setara 16,68%.
![]() |
Bila ekonomi cenderung lesu, maka dampaknya bisa mempengaruhi pendapatan emiten dan akan berpotensi menggerus laba perusahaan karena bebannya kurang lebih tidak banyak berubah.
Hans Kwee, Direktur PT Anugerah Mega Investama, menilai IHSG masih tertekan akibat aksi jual reksa dana yang di bubarkan.
"Beberapa saham blue chip yang ada di dalam list produk yang di bubarkan telah mengalami tekanan jual. Lebih dari 35 reksa dana yang NAB-nya turun lebih dari 50% ketika melakukan rebalancing untuk mengembalikan dana nasabah juga pasti akan menekan Indeks ke depannya. Belum lagi pembekuan 800 rekening nasabah kami perkirakan akan menimbulkan sentimen negatif di pasar," tegasnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/hps) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!