Dolar Perkasa di Eropa, tapi The Fed Berpeluang Bikin Tumbang

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 January 2020 20:52
Isu virus Corona yang masih menjalar memberikan keuntungan bagi dolar AS
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) perkasa melawan mata uang Eropa pada perdagangan Rabu (29/1/2020), sehingga indeks dolar AS menguat 0,14% ke 98,152. Pada pukul 20:26 WIB, euro melemah 0,24% ke level US$ 1,0994, dan poundsterling turun 0,23% ke US$ 1,2997. Sementara franc Swiss melemah 0,28% ke 0,9755/US$.

Untuk diketahui, indeks dolar dibentuk dari enam mata uang yakni euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss. Indeks ini juga dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang lainnya.

Isu virus corona yang semakin mengganas memberikan keuntungan bagi dolar AS, sementara pelaku pasar juga menanti pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Jumlah korban yang meninggal akibat virus corona terus bertambah. Mengutip CNBC International, jumlah korban meninggal di China akibat virus Corona hingga pagi ini bertambah menjadi 132 orang, dan telah menjangkiti lebih dari 6.000 orang.

Virus corona pertama kali muncul di kota Wuhan China, dan kini telah menyebar setidaknya ke 16 negara. Penyebaran virus Corona tersebut memicu ketidakpastian akan pertumbuhan ekonomi China. Saat pasar dipenuhi ketidakpastian, maka aset-aset aman (safe haven) akan menjadi target investasi dan dolar AS adalah salah satunya.



"Ketidakpastian akibat virus Corona menjadi tajuk utama di pasar, dan pasar tidak suka ketidakpastian" kata Lee Hardman, ahli strategi mata uang MUFG di London, sebagaimana dilansir Reuters.

Meski demikian, keperkasaan dolar AS bisa runtuh mengingat Kamis (30/1/2020) dini hari WIB, The Fed akan mengumumkan kebijakan moneter akan mempengaruhi pergerakan pasar finansial secara keseluruhan.

Pada akhir tahun lalu, The Fed menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini, serta mebanjiri likuditas di pasar melalui program repurchase agreement (repo) yang menjadi salah satu alasan rupiah membukukan penguatan delapan pekan beruntun.

Program tersebut diluncurkan setelah pasar uang antar bank (PUAB) di AS sedang mengalami pengetatan, bahkan suku bunga overnight mencapai 10%, sebagaimana dilansir nasdaq.com.

Untuk mencegah gejolak finansial, The Fed melakukan operasi moneter dengan repo dengan membeli obligasi pemerintah AS jangka pendek (Treasury Bill), efek beragunan aset (EBA), dan surat berharga lain dari bank konvensional. Selanjutnya, bank konvensional bisa kembali membelinya beberapa hari atau minggu kemudian, dengan bunga lebih rendah.

The Fed dini hari hampir pasti akan mempertahankan suku bunga acuannya, tetapi pelaku pasar akan melihat bagaimana ketua The Fed, Jerome Powell akan menjelaskan program repo tersebut, dan bagaimana kelanjutannya.

Untuk diketahui sejak The Fed terus menjalankan program repo mulai bulan September 2019, indeks dolar mengalami pelemahan. Indeks dolar AS yang menyentuh level tertinggi lebih dari 2 tahun 99,667 di awal Oktober, berbalik melemah ke level terendah enam bulan 96,355 di awal tahun ini.

Seandainya The Fed menyatakan terus melakukan program repo, dolar AS pun berpeluang tertekan kembali.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Jadi Korban Keganasan Dolar AS, Euro Anjlok 2% Lebih

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular