Virus Corona & Jerman, Pemicu Jebloknya Harga Batu Bara

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 January 2020 08:49
Langkah Jerman Respons Perubahan Iklim, Ancaman Bagi Si Batu Hitam
Foto: REUTERS/Valentyn Ogirenko
Faktor lain yang juga diperkirakan berpotensi besar menurunkan impor batu bara adalah output hydro model China yang naik. Akibatnya hingga Februari 2020, jumlah batu bara sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik yang dapat diganti dengan tenaga air mencapai 2,7 juta ton terutama untuk beberapa provinsi di China seperti Sichuan, Hubei, Guizhou dan Qinghang.

Kini beralih ke negara kawasan Asia lain yang juga sebagai konsumen batu bara yaitu Korea Selatan dan Jepang. Impor batu bara kedua negara ini sejak awal tahun juga mengalami penurunan. Secara month-to-date impor batu bara Korea Selatan mencapai 6,7 juta ton, sementara impor batu bara Jepang mencapai 13,3 juta ton.

Pada periode yang sama tahun lalu Korea Selatan dan Jepang masing-masing mengimpor batu bara sebanyak 10,9 juta ton dan 14,3 juta ton. Itu artinya kinerja impor batu bara bulan Januari untuk Negeri Ginseng dan Negeri Sakura masing-masing turun 38,5% yoy dan 6,9% yoy.

Walau output pembangkit listrik tenaga nuklir kedua negara menurun, kondisi cuaca yang sejuk membuat permintaan akan batu bara melorot.

Berbeda dengan China, Korea Selatan dan Jepang, impor batu bara India month-to-date justru mengalami kenaikan. Impor batu bara India Januari 2020 mencapai 14 juta ton, sementara pada periode yang sama tahun lalu hanya 13,3 juta ton. Artinya ada kenaikan sebanyak 700 ribu ton atau tumbuh 5,3% yoy.

Badan Energi Internasional (IEA) meramal permintaan batu bara akan stabil hingga 2024. Hal ini dipicu oleh kenaikan permintaan yang masih akan terlihat di berbagai negara kawasan Asia, tetapi diikuti dengan penurunan konsumsi batu bara terutama dari Eropa dan Amerika. 

Langkah Eropa untuk hentikan konsumsi batu bara mereka tentu jadi ancaman bagi nasib si 'batu hitam' ke depannya. Hal ini terlihat jelas dari langkah yang dilakukan oleh Jerman.

Reuters melaporkan bahwa Jerman saat ini sedang merancang undang-undang untuk mengakhiri konsumsi batu bara. Rencananya untuk setiap penurunan 1 megawatt pada 2020-2022 akan diberikan kompensasi senilai US$ 183.051.

Kompensasi tersebut diperkirakan akan terus turun per tahun dengan laju 25% setelah 2022, hingga pada akhirnya tak ada lagi kompensasi setelah 2026. RUU ini merupakan salah satu bentuk keseriusan pemerintah Jerman untuk merespons perubahan iklim yang jadi masalah global saat ini. Kabinet dijadwalkan mendiskusikan RUU ini pada hari Rabu waktu setempat dan majelis rendah di parlemen akan melakukan voting tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular