
Penggerak Pasar Pekan Depan: Virus Corona Hingga The Fed
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 January 2020 17:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus corona mengejutkan pelaku pasar pada pekan ini, dan akan membebani sentimen pelaku pasar di awal pekan depan. Jumlah korban meninggal dan terjangkit yang terus bertambah signifikan tentunya memberikan kecemasan di pasar.
Virus corona pertama kali muncul di Kota Wuhan China, merupakan keluarga besar virus yang biasanya menginfeksi hewan, namun lambat laun dapat berevolusi dan menyebar ke manusia. Gejala pertama yang akan terlihat pada manusia yang terinfeksi virus tersebut yaitu demam, batuk dan sesak napas, yang dapat berkembang menjadi pneumonia.
Merespon penyebaran virus corona, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis lalu belum menjadikan penyebaran virus corona sebagai darurat kesehatan publik internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Organisasi di bawah naungan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) itu menilai masih terlalu awal untuk melakukan itu.
"Agak terlalu dini untuk menganggap ini sebagai darurat internasional. Jangan salah, ini adalah kondisi darurat di China tetapi belum di level internasional," kata Didier Houssin, Ketua Panel Komite Darurat WHO, sebagaimana diberitakan Reuters Kamis (23/1/2020).
Namun, kini penyebaran virus tersebut bertambah lebih dua kali lipat. Mengutip CNBC International, pada Jumat lalu korban meninggal di China akibat virus corona sebanyak 26 orang, dengan total yang terjangkit lebih dari 800 orang di berbagai negara.
Sementara hingga Minggu (26/1/2020) virus corona sudah menyebabkan 56 orang meninggal dunia, dan menjangkiti lebih dari 1900 orang secara global, sebagaimana dilansir CNBC International.
Masih melansir CNBC International, Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (Center for Desease and Prevention/CDC) AS melaporkan sudah ada tiga kasus virus corona yang ada di AS, dan masih mengawasi 63 kasus di 22 negara bagian.
Kanada juga telah melaporkan dugaan warganya yang terjangkit virus corona, yang sebelumnya sempat berkunjung ke Wuhan.
Australia juga sudah melaporkan empat kasus yang diduga virus corona. Keempat orang tersebut berasal dari China. Beberapa negara lainnya seperti Korea Selatan, Taiwan, Thailand, hingga Singapura sebelumnya juga sudah melaporkan dugaan kasus virus corona.
Wuhan sebagai asal virus corona, memiliki jumlah penduduk sekitar 11 juta orang kini sudah diisolasi oleh Pemerintah China. Sementara itu Hong Kong sudah mendeklarasikan darurat virus corona, meliburkan sekolah hingga 17 Februari, serta membatalkan semua perjalan ke China daratan. Korban meninggal di Hong Kong akibat virus corona mencapai 11 orang dan semuanya dilaporkan sempat berpergian ke Wuhan.
Semakin banyaknya jumlah korban meninggal dalam waktu singkat, serta penyebarannya ke berbagai negara tentunya membuat pelaku pasar dibuat semakin cemas dan dapat memperburuk sentimen yang dapat menekan pasar finansial dalam negeri di awal pekan.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (30/1/2020) dini hari. Pada akhir tahun 2019 lalu, The Fed menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini. Pernyataan tersebut memberi angin segar bagi pasar finansial Indonesia.
Jika Ketua The Fed, Jerome Powell, kembali menegaskan sikap tersebut atau bahkan memberikan sinyal suku bunga akan kembali diturunkan, pasar dalam negeri akan kembali ceria. Indeks Harga Saham Gabungan, rupiah, hingga obligasi berpeluang ke zona hijau.
Selain itu, data-data ekonomi dari ekstenal akan mempengaruhi sentimen pelaku pasar.
AS akan melaporkan data pembacaan pertama pertumbuhan ekomomi kuartal IV-2019 pada Kamis pekan depan. Hasil survei polling Reuters menunjukkan, ekonomi Paman Sam diprediksi tumbuh 2,1% secara kuartalan yang disetahunkan, sama dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya.
Kemudian China merilis data purchasing managers' index (PMI) manufaktur dan jasa di hari Jumat.
Sektor manufaktur China sudah menunjukkan ekspansi dua bulan beruntun, sementara sektor jasa memang sedang menunjukkan ekspansi yang berkelanjutan.
Data PMI tersebut bisa memberikan gambaran awal sebesapa parah virus corona mengganggu perekonomian China. Pariwisata yang temasuk dalam sektor jasa tentunya akan terpukul akibat banyaknya wisatawan yang membatalkan perjalan ke Negeri Tiongkok.
Penurunan drastis dua data PMI tersebut dapat memperburuk sentimen pelaku pasar di perdagangan terakhir pekan depan.
Selain itu di hari Jumat, Inggris akan resmi bercerai dengan Uni Eropa (UE) pada pukul 23:00 GMT, atau saat pasar dalam negeri sudah ditutup. Meski demikian, pelaku pasar tentunya akan bereaksi sejak awal pekan ini.
Sejauh ini reaksi pasar masih positif yang tercermin dari penguatan bursa saham Inggris. Kesiapan pelaku pasar menghadapai Brexit juga terlihat dari masuknya aliran modal ke saham dan reksa dana di Inggris. Berdasarkan data EPRF Global, sejak Partai Konservatif memenangi Pemilu bulan lalu, aliran modal yang masuk ke saham dan reksa dana sebesar US$ 1,9 miliar, sebagaimana dilansir Bloomberg.
Bisa dikatakan dengan resminya Inggris keluar dari UE atau yang dikenal dengan Brexit, satu lagi ketidakpastian sudah hilang dari pasar. Hal yang lebih penting untuk diperhatikan adalah bagaimana Inggris akan mencapai kesepakatan dagang dengan UE.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ikut Melemah, Rupiah Tembus 14.500 Per Dolar AS
Virus corona pertama kali muncul di Kota Wuhan China, merupakan keluarga besar virus yang biasanya menginfeksi hewan, namun lambat laun dapat berevolusi dan menyebar ke manusia. Gejala pertama yang akan terlihat pada manusia yang terinfeksi virus tersebut yaitu demam, batuk dan sesak napas, yang dapat berkembang menjadi pneumonia.
Merespon penyebaran virus corona, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis lalu belum menjadikan penyebaran virus corona sebagai darurat kesehatan publik internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Organisasi di bawah naungan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) itu menilai masih terlalu awal untuk melakukan itu.
Namun, kini penyebaran virus tersebut bertambah lebih dua kali lipat. Mengutip CNBC International, pada Jumat lalu korban meninggal di China akibat virus corona sebanyak 26 orang, dengan total yang terjangkit lebih dari 800 orang di berbagai negara.
Sementara hingga Minggu (26/1/2020) virus corona sudah menyebabkan 56 orang meninggal dunia, dan menjangkiti lebih dari 1900 orang secara global, sebagaimana dilansir CNBC International.
Masih melansir CNBC International, Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (Center for Desease and Prevention/CDC) AS melaporkan sudah ada tiga kasus virus corona yang ada di AS, dan masih mengawasi 63 kasus di 22 negara bagian.
Kanada juga telah melaporkan dugaan warganya yang terjangkit virus corona, yang sebelumnya sempat berkunjung ke Wuhan.
Australia juga sudah melaporkan empat kasus yang diduga virus corona. Keempat orang tersebut berasal dari China. Beberapa negara lainnya seperti Korea Selatan, Taiwan, Thailand, hingga Singapura sebelumnya juga sudah melaporkan dugaan kasus virus corona.
Wuhan sebagai asal virus corona, memiliki jumlah penduduk sekitar 11 juta orang kini sudah diisolasi oleh Pemerintah China. Sementara itu Hong Kong sudah mendeklarasikan darurat virus corona, meliburkan sekolah hingga 17 Februari, serta membatalkan semua perjalan ke China daratan. Korban meninggal di Hong Kong akibat virus corona mencapai 11 orang dan semuanya dilaporkan sempat berpergian ke Wuhan.
Semakin banyaknya jumlah korban meninggal dalam waktu singkat, serta penyebarannya ke berbagai negara tentunya membuat pelaku pasar dibuat semakin cemas dan dapat memperburuk sentimen yang dapat menekan pasar finansial dalam negeri di awal pekan.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (30/1/2020) dini hari. Pada akhir tahun 2019 lalu, The Fed menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini. Pernyataan tersebut memberi angin segar bagi pasar finansial Indonesia.
Jika Ketua The Fed, Jerome Powell, kembali menegaskan sikap tersebut atau bahkan memberikan sinyal suku bunga akan kembali diturunkan, pasar dalam negeri akan kembali ceria. Indeks Harga Saham Gabungan, rupiah, hingga obligasi berpeluang ke zona hijau.
Selain itu, data-data ekonomi dari ekstenal akan mempengaruhi sentimen pelaku pasar.
AS akan melaporkan data pembacaan pertama pertumbuhan ekomomi kuartal IV-2019 pada Kamis pekan depan. Hasil survei polling Reuters menunjukkan, ekonomi Paman Sam diprediksi tumbuh 2,1% secara kuartalan yang disetahunkan, sama dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya.
Kemudian China merilis data purchasing managers' index (PMI) manufaktur dan jasa di hari Jumat.
Sektor manufaktur China sudah menunjukkan ekspansi dua bulan beruntun, sementara sektor jasa memang sedang menunjukkan ekspansi yang berkelanjutan.
Data PMI tersebut bisa memberikan gambaran awal sebesapa parah virus corona mengganggu perekonomian China. Pariwisata yang temasuk dalam sektor jasa tentunya akan terpukul akibat banyaknya wisatawan yang membatalkan perjalan ke Negeri Tiongkok.
Penurunan drastis dua data PMI tersebut dapat memperburuk sentimen pelaku pasar di perdagangan terakhir pekan depan.
Selain itu di hari Jumat, Inggris akan resmi bercerai dengan Uni Eropa (UE) pada pukul 23:00 GMT, atau saat pasar dalam negeri sudah ditutup. Meski demikian, pelaku pasar tentunya akan bereaksi sejak awal pekan ini.
Sejauh ini reaksi pasar masih positif yang tercermin dari penguatan bursa saham Inggris. Kesiapan pelaku pasar menghadapai Brexit juga terlihat dari masuknya aliran modal ke saham dan reksa dana di Inggris. Berdasarkan data EPRF Global, sejak Partai Konservatif memenangi Pemilu bulan lalu, aliran modal yang masuk ke saham dan reksa dana sebesar US$ 1,9 miliar, sebagaimana dilansir Bloomberg.
Bisa dikatakan dengan resminya Inggris keluar dari UE atau yang dikenal dengan Brexit, satu lagi ketidakpastian sudah hilang dari pasar. Hal yang lebih penting untuk diperhatikan adalah bagaimana Inggris akan mencapai kesepakatan dagang dengan UE.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ikut Melemah, Rupiah Tembus 14.500 Per Dolar AS
Most Popular