Tak Ada Kejutan dari BI, Apresiasi IHSG Terpangkas Sedikit

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 January 2020 15:08
Apresiasi IHSG sedikit terpangkas pasca Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG).
Foto: Gubernur BI Perry Warjiyo (Cnbc Indonesia/Lidya Kembaren)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (23/1/2020), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,17% ke level 6.244. Per akhir sesi satu, apresiasi indeks saham acuan di Indonesia tersebut adalah sebesar 0,14% ke level 6.241,89.

Memasuki sesi dua, IHSG terus bergerak di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, IHSG menguat 0,16% ke level 6.243,58. Apresiasi IHSG sedikit terpangkas pasca Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG). Sebelum BI mengumumkan hasil RDG, IHSG menguat 0,22% ke level 6.247,4.

Sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, tingkat suku bunga acuan ditahan di level 5% oleh bank sentral. Lantas, empat bulan sudah BI tak memangkas 7-day reverse repo rate.

Untuk diketahui, kali terakhir BI memangkas 7-day reverse repo rate adalah pada September 2019. Di sepanjang tahun lalu, secara total BI memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 100 bps.

Jika tingkat suku bunga acuan kembali dipangkas, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Selain tak memangkas tingkat suku bunga acuan, BI juga tak mengeksuksi pelonggaran lain yang bisa mendongkrak laju perekonomian. Sekedar mengingatkan, dalam pertemuan di bulan November, walaupun tak memangkas tingkat suku bunga acuan, BI memutuskan untuk memangkas Giro Wajib Minimum (GWM).

"GWM diturunkan untuk bank umum dan syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 5,5% dan 4%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Gedung BI pada bulan November.

Untuk diketahui, rasio GWM mengatur besaran Dana Pihak Ketiga (DPK) milik bank yang harus dititipkan di bank sentral. Jika rasio GWM dilonggarkan, praktis besaran dana yang harus dititipkan di bank sentral menjadi berkurang dan menambah likuiditas perbankan.

BI mengungkapkan bahwa penurunan rasio GWM yang diumumkan pada saat itu dan akan berlaku efektif pada 2 Januari 2020, akan membebaskan dana senilai Rp 24,1 triliun bagi bank umum, sementara untuk bank syariah likuiditas akan bertambah Rp 1,9 triliun.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,17%. Namun di tahun 2019, laju perekonomian begitu lesu.

[Gambas:Video CNBC]



Sepanjang kuartal III-2019, BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,02% secara tahunan. Angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, sementara pada kuartal II-2019 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan.

Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan.

Lantas, laju perekonomian untuk keseluruhan tahun 2019 hampir mustahil untuk tumbuh sesuai dengan capaian tahun 2018 yang sebesar 5,17%.

Kala perekonomian sedang lesu seperti saat inii, wajar jika pelaku pasar saham Tanah Air berharap bahwa BI akan menyuntikkan stimulus moneter.

Absennya stimulus moneter dari BI kini membuat pelaku pasar saham Indonesia agak memasang posisi defensif, sehingga apresiasi IHSG pun menipis.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Sempat Menghijau, IHSG Akhiri Sesi Satu di Zona Merah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular