
Bank of America: Rupiah Kini jadi "Kesayangan" Pelaku Pasar
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 January 2020 12:49

Secara teknikal tanda-tanda penguatan tajam rupiah di awal 2020 sudah terlihat di penghujung tahun lalu, ketika beberapa kali menguji batas bawah pola descending triangle. Momentum penguatan rupiah kemudian semakin menguat setelah membentuk pola Black Marubozu pada Selasa (7/1/2020).
Saat itu rupiah membuka perdagangan di level Rp 13.930/US$, dan mengakhiri perdagangan di Rp 13.870/US$, atau menguat 0,47%.
Level pembukaan rupiah itu sekaligus menjadi titik terlemahnya, sementara level penutupan menjadi titik terkuat rupiah pada hari Selasa. Dengan demikian, secara teknikal rupiah membentuk pola Black Marubozu.
Munculnya Black Marubozu kerap dijadikan sinyal kuat jika harga suatu instrumen akan mengalami penurunan lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah. Dengan kata lain, rupiah berpotensi melanjutkan penguatan.
Dominannya para investor menjual dolar AS dan atau membeli rupiah akhirnya terlihat lagi sejak Kamis (9/1/2020) setelah menahan diri akibat risiko perang antara AS dan Iran sehari sebelumnya. Akibat penguatan tajam sejak awal 2020, indikator Stochastic berada di wilayah jenuh jual (oversold) cukup lama, sehingga pelemahan rupiah dalam beberapa hari ke depan bisa dikatakan sebagai koreksi yang sehat.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah jenuh jual, maka suatu harga suatu instrumen berpeluang menguat. Dalam hal ini, dolar AS yang berpeluang bangkit mengingat simbol perdagangan jika melawan rupiah adalah USD/IDR.
Pada grafik 1 jam, indikator Stochastic bergerak turun dan berada di wilayah jenuh beli (overbought), sehingga risiko pelemahan rupiah masih terbatas.
Resisten terdekat berada di level US$ 13.675/US$, selama tertahan di bawah resisten, rupiah berpeluang menipiskan pelemahan bahkan menguat ke support terdekat Rp 13.640/US$ pada hari ini.
Ke depannya jika mampu menembus konsisten ke bawah support selanjutnya Rp 13.615/US$, rupiah berpeluang menguat ke Rp 13.590 sampai Rp 13.560/US$.
Sementara jika kembali menembus ke atas resisten Rp 13.675/US$, rupiah berisiko melemah ke Rp 13.700/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Saat itu rupiah membuka perdagangan di level Rp 13.930/US$, dan mengakhiri perdagangan di Rp 13.870/US$, atau menguat 0,47%.
Level pembukaan rupiah itu sekaligus menjadi titik terlemahnya, sementara level penutupan menjadi titik terkuat rupiah pada hari Selasa. Dengan demikian, secara teknikal rupiah membentuk pola Black Marubozu.
![]() Sumber: Refinitiv |
Dominannya para investor menjual dolar AS dan atau membeli rupiah akhirnya terlihat lagi sejak Kamis (9/1/2020) setelah menahan diri akibat risiko perang antara AS dan Iran sehari sebelumnya. Akibat penguatan tajam sejak awal 2020, indikator Stochastic berada di wilayah jenuh jual (oversold) cukup lama, sehingga pelemahan rupiah dalam beberapa hari ke depan bisa dikatakan sebagai koreksi yang sehat.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah jenuh jual, maka suatu harga suatu instrumen berpeluang menguat. Dalam hal ini, dolar AS yang berpeluang bangkit mengingat simbol perdagangan jika melawan rupiah adalah USD/IDR.
![]() |
Pada grafik 1 jam, indikator Stochastic bergerak turun dan berada di wilayah jenuh beli (overbought), sehingga risiko pelemahan rupiah masih terbatas.
Resisten terdekat berada di level US$ 13.675/US$, selama tertahan di bawah resisten, rupiah berpeluang menipiskan pelemahan bahkan menguat ke support terdekat Rp 13.640/US$ pada hari ini.
Ke depannya jika mampu menembus konsisten ke bawah support selanjutnya Rp 13.615/US$, rupiah berpeluang menguat ke Rp 13.590 sampai Rp 13.560/US$.
Sementara jika kembali menembus ke atas resisten Rp 13.675/US$, rupiah berisiko melemah ke Rp 13.700/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular