Gara-gara Virus Corona, IHSG Terjebak di Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 January 2020 12:37
Gara-gara Virus Corona, IHSG Terjebak di Zona Merah
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (22/1/2020), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat tipis 0,05% ke level 6.241,58. Sayang, per akhir sesi satu IHSG justru terjebak di zona merah. Per akhir sesi satu, IHSG jatuh 0,11% ke level 6.231,46.

Jika koreksi IHSG bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan menjadi koreksi yang ketiga secara beruntun.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG di antaranya: PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,85%), PT Astra International Tbk/ASII (-0,71%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-0,51%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,6%), dan PT Adaro Energy Tbk/ADRO (-3,89%).

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru sedang bergerak di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei terapresiasi 0,55%, indeks Hang Seng menugat 0,85%, dan indeks Kospi terkerek 0,69%. Sementara itu, indeks Shanghai jatuh 0,17% dan indeks Straits Times melemah 0,07%.

Rilis data ekonomi Korea Selatan yang menggembirakan menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Pada pagi hari ini, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi Korea Selatan periode kuartal-IV 2019 diumumkan di level 2,2% secara tahunan, di atas konsensus yang sebesar 1,9%, seperti dilansir dari Trading Economics.

Angka pertumbuhan ekonomi yang mencapai 2,2% tersebut merupakan level tertinggi yang dibukukan Korea Selatan dalam empat kuartal terakhir.

Rilis data pertumbuhan ekonomi Korea Selatan yang menggembirakan lantas menjadi angin segar kala pelaku pasar masih mencoba mencerna dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh International Monetary Fund (IMF).

Pada proyeksinya di bulan Oktober, IMF memproyeksikan perekonomian global tumbuh sebesar 3% pada tahun 2019 dan 3,4% pada tahun 2020. Dalam proyeksi terbarunya, angka pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 dipangkas menjadi 2,9%, sementara untuk tahun 2020 proyeksinya berada di level 3,3%.

Proyeksi terbaru oleh IMF tersebut dituangkan dalam publikasi bertajuk "World Economic Outlook Update, January 2020: Tentative Stabilization, Sluggish Recovery?" yang dirilis pada hari Senin waktu Indonesia (20/1/2020).

Untuk tahun 2021, proyeksi pertumbuhan ekonomi global dipangkas menjadi 3,4%, dari yang sebelumnya 3,6%.

Dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global utamanya dipicu oleh proyeksi pertumbuhan yang lebih rendah di India. Pada proyeksi bulan Oktober, pertumbuhan ekonomi India untuk tahun 2020 dan 2021 dipatok masing-masing di level 7% dan 7,4%. Kini, proyeksinya dipangkas masing-masing menjadi 5,8% dan 6,5%.

Terkait dengan China selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2021 dipangkas sebesar 0,1 persentase poin, walaupun proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2020 dikerek naik 0,2 persentase poin.

Walaupun proyeksi untuk tahun 2020 dinaikkan, angka pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini masih berada di level 6%, yang berarti perekonomian Negeri Panda masih akan tumbuh melambat. Pada tahun 2019, perekonomian China diketahui tumbuh 6,1%.

Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990.
Di sisi lain, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari penyebaran virus Corona. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Pemerintah China mengungkapkan virus ini bisa menular melalui kontak antar-manusia. Sebelumnya, Wali Kota Wuhan Zhou Xianwang mengungkapkan bahwa enam orang warganya meninggal akibat virus Corona. Wuhan sendiri merupakan daerah yang terdampak paling parah, di mana terjadi sebanyak 300 kasus serangan virus Corona di sana.

Tidak hanya di China, kasus serangan virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, hingga Thailand, semuanya melibatkan turis China asal Wuhan.

Kemarin (21/1/2020), US Centers for Disease Control and Prevention mengonfirmasi diagnosis pertama atas infeksi virus Corona di AS. Kasus ini terjadi di Seattle, di mana pengidapnya adalah seorang pria yang baru saja mengunjungi China.

Kini, penyebaran virus Corona sudah bertambah parah. Pada hari ini, Komisi Kesehatan Nasional menggelar konferensi pers di Beijing dan menginformasikan bahwa jumlah korban meninggal akibat Virus Corona telah bertambah menjadi sembilan orang.

Per 21 Januari, terdapat 440 kasus infeksi virus Corona yang tersebar di 13 provinsi di China. Sebanyak 1.394 pasien kini berada dalam observasi medis, seperti dilansir dari Bloomberg.

Hingga kini, belum jelas seberapa parah dampak dari infeksi virus Corona, namun akselerasi infeksinya telah menyebabkan kekhawatiran bahwa wabah seperti virus severe acute respiratory syndrome (SARS) yang merebak pada akhir 2002 hingga tahun 2003 di China, akan terulang.

Meluasnya infeksi virus Corona hingga ke negara-negara lain berpotensi membuat World Health Organziation (WHO) mendeklarasikan darurat kesehatan publik internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Sebagai catatan, PHEIC merupakan deklarasi formal dari WHO terkait kejadian luar biasa yang ditetapkan sebagai risiko kesehatan bagi masyarakat negara lain dan berpotensi memerlukan respons internasional yang terkoordinasi untuk menanggulanginya.

Pada hari ini, WHO akan memutuskan apakah akan mendeklarasikan PHEIC atau tidak.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular